(Menjawab Artikel : Indonesia Terancam Warganya tak mau jadi Petani pada 2063 dipost oleh vicent.id)
Penulis : Mahasiswa Departemen Sains dan Pengembangan Masyarakat, IPB University
Sektor Pertanian sepertinya selalu menjadi akar hidup bagi setiap sisi kehidupan masyarakat Indonesia, selain beras merupakan kebutuhan pangan yang utama bagi sebagian besar wilayah di Indonesia, sayuran dan palawija pun sangat menunjang kebutuhannya di Pasar Lokal.Â
Isu sektor pertanian yang disampaikan oleh Bappenas RI seperti yang termuat dalam artikel diatas, bahwa pada tahun 2063 Indonesia akan semakin kehilangan Populasi Petani seiring menurunnya trend aktivitas masyarakat dalam mata pencaharian sebagai petani atau mengolah lahan garapan pertanian.Â
Diskusi ini memang sangat hangat dan strategis seolah berbagai pihak mendeskripsikan kemunduran dan ketidakpulihan berbagai bentuk intervensi pertanian agar semakin berkembang secara kuantitas dan kualitas namun tidak kunjung menunujukan ketercapaian target Nasional.
Dari sudut "Sawah Leweung" sebutan sebagian masyarakat, yang selalu memunculkan keyakinan yang tinggi.Â
Sawah Leweung atau Lahan Pertanian yang terletak di bawah kaki gunung dengan sulit akses bagi beberapa teknologi pertanian yang akan digunakan pada garapan lahan tersebut tetapi air sangat melimpah ruah meski Irigasi Perairan belum kunjung terbangun.Â
Pak Jaka, yang beralih profesi menjadi Petani sejak 10 Tahun lalu dengan seiring berjalannya waktu  menemukan proses ketenangan hidup sejak memilih jalan menjadi Petani untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Pak Jaka Menjawabnya "Saya mah percaya kang, Menantu saya pasti bisa teruskan jejak saya 40 tahun akan datang dengan anak-anaknya. Karena saya mah cuman punya anak perempuan, yang bisa saya ajak ya menantu saya, setelah ia bekerja 10 Tahun di Pabrik dan merasa jenuh, Setahun lalu saya ajak bertani padi kemudian Cabai dia mau diajak, persoalan modal kita cari pasti ada jalan. Alhamdulillah kang hasilnya kerasa tahun kemarin dari Padi apalagi Cabai yang sangat menguntungkan jadi kita bisa lebih tenang nyekolahin anak" Ungkap Pak Jaka diringi senyum sumringah menantunya, Kang Enday.
Keyakinan Pak Jaka rupanya memberi banyak Inspirasi bagi kita sebagai kaum muda. Dia yang mengajak menantunya untuk menekuni proses bertani, dengan segala keyakinannya mulai dari menggadai sawah karena sama sekali tidak memiliki lahan sawah hingga menjadi hak miliknya. Ia merasa lebih tenang menjadi Petani dibandingkan menjadi Supir Mobil pada pekerjaan sebelumnya.Â
Membujuk menantunya untuk membersamai jejaknya dan merasakan keuntungan hingga puluhan juta dari proses mengelola Lahan Cabai dengan sangat tekun dan sabar menghadapinya.Â
Terlebih menurut Pak Jaka modal menjadi seorang Petani adalah mau kotor-kotoran dengan tanah, mau menghadapi terik matahari sepanjang waktu dan serius mengatasi berbagai masalah pertanian yang terjadi di Lahannya.Â
Tahun lalu ia mengganti metode Penyemprotan menghindari Hama untuk Pertanian Cabai dan Padi dengan ramuan Organik yang ia buat bersama rekan-rekan Petaninya.Â
Ia juga mendorong bantuan di Kelompok Tani agar dapat terdistribusikan dengan baik sehingga dampaknya dapat dirasakan oleh para Petani.
Pelajaran berharga ini dapat kita mulai sedini mungkin dari lingkungan kita sendiri, dilingkungan Desa yang notaben sebagai lumbung padi menjadi solusi dimasa mendatang bagaimana petani bisa tetap hidup dan tumbuh merdu dengan segala kebutuhan hidupnya terpenuhi. Persoalan Keyakinan dan Kemauan adalah kekuatan sejarah itu bertahan dan berkelanjutan dimasa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H