Sementara itu, berdasarkan rilis Kedutaan Besar Indonesia di London, neraca perdagangan Indonesia – Inggris pada 2015 mencapai angka US$ 2,3 milyar dengan surplus Indonesia sebesar US$ 708 juta. Sementara itu, Kementerian Perdagangan RI mencatat nilai perdagangan Indonesia-Inggris per 2016 tercatat US$ 2.484.191,1 ribu dengan sektor non-migas jauh di atas sektor migas sebagai penyumbang devisa Indonesia.
Selain perdagangan dan investasi, Inggris juga dikenal sebagai destinasi utama pendidikan bagi mahasiswa Indonesia yang melanjutkan studi ke luar negeri. KBRI London mencatat tak kurang dari 2.972 mahasiswa Indonesia menempuh pendidikan S1, S2 dan S3 di berbagai universitas di Inggris, dengan 2.303 di antaranya merupakan penerima program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Manchester dan London menjadi 2 kota dengan jumlah mahasiswa Indonesia terbanyak, sementara bidang studi teknologi dan ilmu sosial politik menjadifavorit pilihan mahasiswa Indonesia di Inggris.
Dalam bidang politik, hubungan Indonesia dan Inggris selama ini termasuk baik dan stabil, berbeda dengan hubungan Indonesia-Australia yang sering terguncang isu bilateral, seperti referendum Timor Timur hingga isu penyadapan telepon kepala negara RI di masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono.
Di sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, 22 September 2016, Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi mengadakan pertemuan bilateral dengan Parliamentary Under Secretary of State for the Foreign and Commonwealth Office (Minister for Asia and the Pacific), Alok Sharma, di mana dibahas masa depan kerjasama Indonesia – Inggris di berbagai bidang, khususnya investasi Inggris dalam pengembangan infrastruktur fisik, seperti bandara, galangan kapal, pelabuhan dan sebagainya.
Juga, dibahas peningkatan perdagangan bilateral, investasi, penanggulangan radikalisme dan promosi toleransi, kerjasama ekonomi kreatif, energi, infrastruktur, transparansi dan anti korupsi. Indonesia, juga membutuhkan dukungan Inggris dalam pencalonannya menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020.
Brexit membawa konsekuensi dan peluang positif maupun negatif bagi kerjasama Indonesia – Inggris. Keluarnya Inggris dari EU berarti fleksibilitas lebih luas bagi Inggris untuk secara langsung mengatur investasinya ke luar negeri, khususnya ke negara-negara di luar kawasan Eropa, dalam konteks ini Indonesia. Standarisasi EU serta berbagai birokrasi yang selama ini dipandang menjadi penghalang mungkin akan berkurang, namun bisa juga bertambah, tergantung bagaimana pengampu kebijakan politik dan hukum di Inggris merumuskan aturan-aturan baru pengganti aturan EU yang selama ini digunakannya.
Arus investasi dan perdagangan mungkin tidak akan berubah, bisa jadi bertambah karena Inggris pasti akan berusaha menggenjot berkurangnya pasar Eropa-nya dengan kompensasi pasar di luar Eropa. Indonesia musti mampu melihat peluang ini dan mengisinya, sehingga tak kalah dengan pemain regional lain, khususnya China dan Indonesia.
So, sekarang tergantung bagaimana kita bisa memanfaatkan momentum Brexit dan masa 2 tahun hingga Inggris benar-benar keluar dari EU untuk menyiapkan format kerjasama yang lebih baik dan mengimplementasikan strategi tersebut sehingga memberikan hasil terbaik bagi kepentingan Indonesia ke depannya.
sumber: http://www.hastosuprayogo.com/2017/03/30/sekilas-brexit-dan-dampaknya-untuk-indonesia/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H