Mohon tunggu...
Astatik Bestari
Astatik Bestari Mohon Tunggu... Guru - Astatik ketua PKBM Bestari Jombang Jawa Timur

Pendiri Yayasan Bestari Indonesia. Domisili di Jombang Jawa Timur. Pengelola PKBM Bestari Jombang Jawa Timur. Guru MTs Darul Faizin Catakgayam Mojowarno Jombang Jawa Timur Ketua 2 DPP FTPKN Ketua bidang Peningkatan Mutu PTK DPW FK-PKBM Jatim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pasir Alat Perisai Diri

6 April 2021   21:22 Diperbarui: 6 April 2021   22:03 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Perjalanan luar kota era pandemi COVID-19 tentulah berbeda dengan sebelumnya. Begitu pula saya menyikapinya. Semua saya jalani dengan memperhatikan protokol pencegahan COVID-19.Sebelum ada pandemi COVID-19, saya naik transportasi apapun tak pernah mempermasalahkan, jalan saja. 

Namun perjalanan ke luar kota tepatnya ke Semarang beberapa waktu lalu, saya pastikan saya tetap selamat sampai kembali pulang. Baik selamat dari penularan COVID-19 maupun bahaya lainnya.

Saya kira logis, kalau tiba-tiba saya begitu terperinci menjaga keselamatan saya. Konyol rasanya, kalau sudah ada ketentuan protokol pencegahan COVID-19, saya abaikan begitu saja. Tak terkecuali menjaga keselamatan lainnya karena saya melaksanakan perjalanan luar kota sendirian.

Nah, pertimbangan itulah yang akhirnya saya putuskan berangkat dan pulang melaksanakan dinas luar kota ini menggunakan kereta api (KAI).  Salah satu alat transportasi yang telah menetapkan penumpangnya harus menunjukkan surat keterangan negatif COVID-19.

KAI tak sama dengan alat transportasi darat lainnya. Jadwal keberangkatan telah ditetapkan. Di sini saya mulai berpikir tentang keselamatan saya. Jadwal keberangkatan dan sampai tujuan, tidak ada masalah, berangkat sekitar  jam 15.30 WIB, dan sampai di kota tujuan sekitar jam 18.45 WIB.

Saya dibantu pengurus PKBM Bestari mencari jadwal keberangkatan pulang kembali ke Jombang. Ternyata keberangkatan KAI  dari stasiun Poncol atau stasiun Tawang yang dekat dengan tempat kegiatan kedinasan saya, keberangkatan KAI ada sekitar jam 23.30 WIB dan sekitar jam 02.30 WIB.

Melihat jadwal keberangkatan semua malam hari dan dini hari, tentulah saya check out dari penginapan malam hari, menuju ke stasiun Poncol (stasiun paling dekat dengan tempat kegiatan saya).

Awalnya saya tenang, tidak berpikir macam-macam. Namun saat waktu beranjak malam saya tiba-tiba khawatir.
Tak ayal, saya telepon suami.

"Bi, mangke kulo medal saking hotel jam 22.00. Njenengan doakan aman-aman mawon gih." pemberitahuan saya kalau saya check out jam 22.00. Sekaligus permohonan doa saya kepada beliau agar saya dalam kondisi aman.

Jamannya sudah beda. Era pandemi COVID-19 biasanya ada jam malam. Perjalanan malam hari suasana sepi tentu tak nyaman bagi saya. Apalagi sejak menikah saya merasa bahwa diri saya tidak sebebas masih single. Saya merasa menjadi bagian dari orang lain, tepatnya bagi suami dan anak saya.

"Mi, coba disiapkan pasir. Taruh di saku bajumu. Jaga-jaga kalau ada yang menyerang, lempar pasir itu ke muka orang tersebut!" saya tiba-tiba ganti yang ditelpon suami. Beliau memberi petunjuk ittiba' pasukan perang Badar jaman Rasulullah.

Sesampai di rumah, beliau menjelaskan bahwa saat perang Badar, pasukan muslim terdesak oleh musuh. Rasulullah mengambil pasir dan melemparkan ke muka para musuh. Otomatis penglihatannya terganggu. Saat itulah ada kesempatan pasukan muslim menyerang musuh.

Saya ikuti petunjuk beliau. Saya keluar kamar, menuju  halaman penginapan mencari pasir. Tak menjumpai pasir, saya ambil secukupnya tanah kering. Saya masukkan ke plastik. Saya katakan ke beliau kalau baju saya tidak ada sakunya, jadi saya bungkus dalam plastik. Kata beliau, jika ditaruh dalam plastik, pasir sudah siap dilempar. Saya taruh pasir dalam plastik yang terbuka,  sehingga siap dilempar ke muka orang yang akan menyerang saya.

Pasir baru saya buang ketika sampai di stasiun Babat. Saya merasa sudah aman. Saya dijemput murid saya bersama anaknya.
 
Sesampai di rumah suami bercerita, kalau di daerah gunung Pegat rawan penjahat dan kejailan makhluk gaib. Batin saya
"Selamet- selamet, aku gak ketemu apa-apa, kadung pasir wes tak buwak nggok stasiun Babat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun