Tangis kedua putri ini terdengar oleh Jaka Asmara dan segera mencarinya. Mereka bertemu dan menceritakan permasalahannya.  Tak berapa lama datanglah Kethek ogleng dan meminta kedua putri tersebut.
      Namun Jaka Asmara tidak merelakan,akhirnya terjadi peperangan antara Jaka Asmara dengan Kethek Ogleng. Keduanya ternyata mempunyai kesaktian yang sama. Lama kelamaan akhirnya keduanya kembali ke wujud semula. Jaka Asmara menjadi Panji Asmarabangun sedangkan Kethek Ogleng menjadi Panji Gunungsari. Demikian juga dengan Endhang Rara Tompe menjadi Sekartaji dan Endhang Suminar menjadi Dewi Ragil Kuning. Sementara itu mBok Randha Sambega hanya bisa tercengang melihat kejadian itu. Akhirnya Dewi Sekartaji menceritakan asal mula peristiwa itu kepada Randha Sambega. Setelah mengetahui permasalahannya,Randha Sambega  memberi informasi kalau Jenggala saat ini diserang musuh. Raden Panji Asmarabangun beserta adik-adikinya lalu mohon pamit kembali ke Jenggala.
      Sesampainya di Jenggala, berkat kesaktian Panji Asmarabangun akhirnya  Prabu Klana dapat dipukul mundur
C. BENTUK PENYAJIAN KETHEK OGLENG WONOGIREN
Bentuk penyajian kethek ogleng wonogiren ternyata tidak sama persis bila dibandingkan dengan kethek ogleng yang ada di Wonosari Gunungkidul maupun Kulonprogo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penyajian kethek ogleng wonogiren biasanya disajikan berbentuk fragmen, hal ini dimungkinkan karena pada awalnya penyajian kesenian ini dirangkai dengan taledhek ambarang sehingga dibuat ringkas dan praktis. Praktis dalam penyajian ini adalah biasanya pemain juga menjadi penabuh iringan. (seperti pada penyajian ketoprak lesung ).
Paraga pemain dalam penyajian ini adalah :
1. Penari.
Penari dalam penyajian pethilan kethek ogleng yang dirangkai dalam taledhek ambarang berjumlah 5 orang terdiri dari Taledhek dua orang, Kethek ogleng, Jarodheh dan Prasanta.
Sedangkan dalam penyajian pertunjukan kethek ogleng yang dirangkai dalam satu ceritera utuh terdiri dari :
a. Prabu Lembu Amijaya.
b. Prameswari.