Dalam pandangan Anaximandros, to apeiron adalah asal dari segala hal, dan pada akhirnya, segala sesuatu akan kembali kepadanya. Konsep ini mirip dengan pemikiran tentang sumber dan tujuan dalam tradisi agama seperti dalam Yahudi-Nasrani yang menyatakan bahwa manusia berasal dari debu dan akan kembali ke debu. Ini adalah pertanda awal penting bahwa pemikiran filosofis memiliki hubungan erat dengan pemikiran agama dan pandangan dunia. Kita dapat melihat bahwa prinsip-prinsip filosofis yang diperkenalkan oleh Anaximandros membentuk dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat dalam sejarah. Penggunaan prinsip-prinsip ini sebagai patokan atau parameter dalam pengambilan keputusan menjadi dasar pemikiran ilmiah yang berkembang di zaman kita. Oleh karena itu, kontribusi Anaximandros adalah lebih dari sekadar pemikiran filosofis kuno, ia merupakan batu loncatan penting dalam evolusi pemikiran manusia tentang alam semesta dan pengetahuan ilmiah (Jarkasih Hrp et al., 2024).
Konsep infinity Anaximander memiliki signifikansi penting dalam sejarah pemikiran filosofis. Ia mengangkat topik tentang konsep universal dan kosmos, serta peran yang dimainkan oleh bagian-bagian dari keberadaan universal tersebut. Hal ini memungkinkan filosofi Anaximander untuk menciptakan konsep yang unik dan menarik tentang universal dan kosmos, yang berdampak pada perkembangan sejarah filosofi. Anaximander melihat alam semesta sebagai kesatuan yang diatur oleh prinsip-prinsip yang tidak dapat diubah. Baginya, keadilan kosmik adalah konsep yang mendasari hukum alam yang mengatur tatanan alam semesta. Menurut Anaximander, keadilan kosmik mencerminkan prinsip kesetimbangan dan keadilan yang berlaku di seluruh alam semesta.
Menurut Anaximander, konsep "apeiron" sering diterjemahkan sebagai "tak terbatas" atau "tidak terhingga" terkait dengan keadilan kosmik. Menurut Anaximander, apeiron adalah elemen dasar yang tidak terbatas dan tidak berbatas yang menjadi dasar dari segala sesuatu. Apiron adalah sumber keadilan alam semesta yang merata dan abadi dalam konteks keadilan kosmik. Alam semesta dianggap sebagai manifestasi dari apeiron. Hal ini memastikan bahwa setiap entitas memiliki tempatnya yang tepat dan bekerja dalam harmoni.
Anaximander juga melihat keadilan kosmik terkait dengan konsep "perilaku yang sesuai" atau "dike", yang mengacu pada konsep keadilan yang merata dan proporsional, yang merupakan prinsip yang mencakup segala aspek alam semesta (Mufid, 2009). Menurut Anaximander, dike mengatur hukum alam, yang memastikan bahwa setiap entitas dan peristiwa dalam alam semesta berada dalam tatanan yang sesuai. Anaximander juga menekankan pentingnya hukum alam yang abadi dalam konteks keadilan kosmik. Dia percaya bahwa prinsip- prinsip kuat yang mengatur alam semesta menghasilkan keadilan kosmik. Hukuman alam yang tidak pernah berubah ini menjamin bahwa aturan dan struktur yang sama berlaku untuk semua entitas di alam semesta (Waterfield,R, 2009). Ini mendukung keyakinannya bahwa keadilan kosmik adalah manifestasi dari prinsip yang abadi dan terus menerus yang mengendalikan alam semesta (M. Fathin Shafly Marzuki, 2023).
Pemahaman Anaximander tentang keadilan kosmis terlihat pentingnya keadilan, keseimbangan dan harmoni dalam pemahaman manusia tentang alam semesta dan peran kita di dalamnya. Konsep ini juga turut andil dalam perkembangan kosmologi dan filsafat alam dalam sejarah pemikiran filsafat. Anaximander berpendapat bahwa keadilan kosmis adalah merupakan perwujudan keseimbangan, keselarasan dan keteraturan yang ada di alam semesta. Konsep ini memberikan gambaran yang kuat tentang prinsip-prinsip yang mengatur alam semesta dan tatanan kekalnya.
Ia mengatakan bahwa alam semesta tidak diciptakan oleh siapa pun Tuhan atau Deus, namun merupakan hasil keseimbangan yang sudah ada sejak jaman dahulu. Ia juga mengatakan bahwa alam semesta tidak bisa dikelilingi oleh apapun, misalnya berabad-abad. Anaximander juga menggambarkan keadilan kosmis sebagai komponen yang seimbang dalam merancang dan mengelola kosmos. Anaximander mengatakan segala sesuatu berasal dari ketiadaan sesuatu yang lain, dan keabadian tidak mengacu pada substansinya, melainkan pada suatu proses yang berkesinambungan dalam sifat dan aktivitasnya. Selain berkaitan dengan keadilan kodrat, keadilan kosmis juga berkaitan dengan keadilan tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa keadilan kosmis merupakan proses yang berkesinambungan dan tidak ada yang abadi.
Referensi
Aliyah;, D. A. M. H. M. A. P. (2023). Konsep Infinity Dan Keadilan Kosmik Anaximander. 1–12. https://doi.org/10.11111/praxis.xxxxxxx
Couprie, D. L., & Kočandrle, R. (2013). Anaximander "Alam Tanpa Batas. Peitho, 4(1), 63–91. https://doi.org/10.14746/pea.2013.1.3
Jarkasih Hrp, I. A., Salminawati, S., Ilfah, A., & Nasution, U. N. (2024). Sejarah Perkembangan Filsafat dan Sains pada Zaman Yunani. Tarbiatuna: Journal of Islamic Education Studies, 4(2), 474–485. https://doi.org/10.47467/tarbiatuna.v4i2.6330
Khaidir Anwar. (2013). Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu. Jurnal Ilmu Hukum, 7(2), 13.