Pembahasan
Program pemberdayaan masyarakat mengenai pencegahan Stunting ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan, partisipasi, dan perubahan bagi masyarakat. Upaya ini merupakan upaya yang tidak langsung dirasakan manfaatnya namun perlahan-lahan. Misi dari pemberdayaan masyarakat sendiri yaitu mengembangkan kemampuan dan kemandirian secara bertahap sehingga masyarakat mampu membangun diri dan lingkungannya secara mandiri. Kemandirian dalam konsep pemberdayaan masyarakat yang dimaksud adalah tingkat kemajuan yang harus dicapai sehingga masyarakat dapat membangun dan memelihara kelangsungan hidupnya berdasarkan kekuatannya sendiri secara berkelanjutan. Oleh karena itu program pemberdayaan masyarakat ini melalui 3 aspek. Aspek pertama enabling dimana kader perlu menciptakan suasana dan lingkungan yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Aspek kedua empowering dimana kader dapat membuat masyarakat kuat melalui langkah-langkah nyata yang menyangkut penyediaan berbagai input dan pembukaan dalam berbagai peluang yang akan membuat masyarakat semakin berdaya. Aspek ketiga, protecting dimana kader dapat melindungi dan memprioritaskan kepentingan masyarakat dengan tujuan yang hendak dicapai.
Berdasarkan pembahasan tinjauan literatur di atas, didapatkan pembahasan bahwa upaya pencegahan Stunting dapat dilakukan dengan program pemberdayaan masyarakat oleh kader. Program ini dilakukan secara bertahap. Pada jurnal pertama dengan judul Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan Stunting (2019), program yang dilakukan yaitu melakukan penyuluhan di RW 2 Kelurahan Wonokromo Surabaya. Sebelum dilakukan penyuluhan, kader mempersiapkan program ini melalui 3 tahap yaitu menyusun strategi pelaksanaan, survey lokasi, dan persiapan sarana prasarana. Tahapan ini dapat membantu kader menyesuaikan rangkaian program dengan keadaan masyarakat saat itu sehingga diharapkan program akan efektif dan efisien. Upaya yang dilakukan untuk pencegahan Stunting di daerah Wonokromo Surabaya yaitu dengan memberikan pengetahuan mengenai Stunting dan bagaimana cara pencegahannya untuk anak balita karena Stunting dapat ditentukan dari keadaan gizi saat 1000 HPK balita. Pengetahuan ibu diukur dengan pre-test sebelum penyuluhan dan post-test setelah penyuluhan. Didapatkan hasil terdapat peningkatan pengetahuan ibu dari yang awalnya hanya 40% menjadi 77,1%. Literatur ini sudah cukup baik dalam menjelaskan hasil program dan mudah diaplikasikan di daerah atau desa lainnya. Namun dalam literature ini tidak dijelaskan secara rinci, keadaan masyarakat di daerah tersebut, respon dan partisipasi aktifnya selain dari ikut penyuluhan. Selain dari penyuluhan, kader seharusnya mampu memberikan pendampingan rutin sampai suatu desa tersebut dapat benar-benar mandiri. Dapat dilihat bagaimana pola makan, kandungan gizi, dan hidup sehat dari sebelum dilakukan pendampingan dengan setalah dilakukan pendampingan. Tahap memberikan pengetahuan hanya berhenti sampai tahap awal dari pemberdayaan yaitu enabling. Program akan tidak efektif dan efisien jika empowering dan protecting tidak dijalankan karena merubah suatu kebiasaan ini tidak mudah terutama berkaitan dengan kebiasaan pola asuh orang tua terhadap anaknya. Oleh karena itu program tidak dijelaskan apakah berhasil efektif dan efisien setelah dilakukan penyuluhan.
Berdasarkan pembahasan tinjauan literature jurnal kedua yang berjudul “Pencegahan Stunting di Medokan Semampir Surabaya Melalui Modifikasi Makanan pada Anak” (2020), program ini menjelaskan mengenai serangkaian kegiatan program pencegahan Stunting di Medokan Semampir Surabaya. Kegiatan pengabdian masyarakat ini merupakan bentuk solusi yang ditawarkan terhadap isu Stunting di Kelurahan Medokan Semampir dengan sasaran para Ibu dengan anak Stunting. Kegiatan pengabdian masyarakat ini memiliki tujuan untuk mengatasi masalah gizi yang dialami oleh anak Kelurahan Medokan Semampir, Surabaya yang berpengaruh pada peningkatan derajat kesehatan gizi anak. Bentuk kegiatannya penyuluhan gizi, demonstrasi 3 menu modifikasi kudapan makanan sehat tinggi zinc untu anak Stunting, pengisian KMS dan pengukuran anak Stunting. Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan, mulai 5 Agustus- 5 September 2019. Berikut rangkaian programnya:
- Minggu pertama, kader melakukan kordinasi dengan pihak kader yang ditunjuk dan ibu untuk mementukan hari yang pas, dan menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk demonstrasi memasak kudapan makanan bergizi untuk anak Stunting.
- Minggu kedua merupakan kegiatan penyuluhan dan demonstrasi. Kegiatan dimulai dengan memberikan materi tentang Stunting. Dijelaskan tentang pengertian Stunting, penyebabnya, dampak kerusakan yang diakibatkan oleh Stunting pada anak, dan intervensi untuk menangani kasus Stunting. Selain itu, penyuluhan tentang gizi dan menu sehat untuk anak Stunting.
- Dilanjutkan dengan demontrasi memasak menu makanan sehat berupa siomay kerang, mash potato udang, dan empek-empek ikan mujair. Kader dan para ibu terlibat dalam proses demonstrasi. Sampai mereka benar-benar bisa praktek memasak sebagai skill mereka dirumah.
- Minggu ketiga, dilakukan praktek cara mengisi Kartu Menuju Sehat (KMS) dan pengukuran berat dan tinggi balita, dan menghitung apakah anak masih mengalami Stunting.
- Minggu ke empat, dilakukan evaluasi tentang pemahaman kader dan ibu tentang Stunting, cara memasak makanan sehat untuk Stunting sesuai menu yang diberikan. Cara pengisian KMS dan menghitung tinggi dan berat badan.
- Kemudian membahas tentang keberlanjutan program.
Pada jurnal kedua, sudah terlihat signifikan rangkaian program dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Kader sudah melakukan upaya penyuluhan dimana berbagi pengetahuan terkait Stunting, penyebab dan akibat dari Stunting, serta upaya pencegahannya. Hal ini sebagai upaya enabling. Kader juga sudah melakukan upaya empowering dengan melakuan praktek langsung menu makanan sehat untuk memperbaiki gizi balita selama 1 minggu sehingga para ibu dapat menerapkan skill tersebut di rumah masing-masing dan skill mengisi KMS balita dengan pengukuran berat dan tinggi balita. Kader juga sedang progress melakukan upaya protecting dengan melakukan pembahasan mengenai keberlanjutan program. Program pencegahan Stunting terus dilakukan hingga masyarakat tersebut benar-benar mandiri. Hasil yang didapat yaitu antusisme para ibu dalam mengikuti program tersebut dan perubahan pola asuh dan makan untuk balitanya.
Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan literatur terhadap 2 jurnal mengenai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya pencegahan Stunting di Surabaya dapat disimpulkan bahwa program pemberdayaan masyarakat perlu dilakukan dengan bertahap mulai dari persiapan atau survey keadaan masyarakatnya hingga adanya keberlanjutan program. Pemberdayaan masyarakat selalu terkait dengan 3 aspek yaitu enabling, empowering, dan protecting. Pemberdayaan masyarakat yang baik terutama untuk pencegahan Stunting harus dilakukan dari adanya penyuluhan untuk berbagi informasi dan pengenalan program, lalu adanya upaya praktek langsung dari masyarakat dengan pendampingan oleh kader, kemudian upaya keberlanjutan program. Upaya pemberdayaan masyarakat ini bertahap sehingga hasil yang didapatkan juga bertahap dimana output yang ingin dicapai yaitu perubahan kebiasaan terutama pola makan dan asuh ibu kepada balita untuk pencegahan Stunting. Hal ini perlu dilakukan pendampingan perlahan-lahan hingga ibu dapat dan mampu mandiri mengubah kebiasaan dan pola makan serta asuhnya sehingga balitanya dapat terhindar dari Stunting. Keberlanjutan program juga dapat dilakukan dengan menjadi salah satu desa contoh untuk desa-desa lainnya.
Referensi
Beal, T., Tumilowicz, A., Sutrisna, A., Izwardy, D., & Neufeld, L. M. (2018). A review of child stunting determinants in Indonesia. Maternal and Child Nutrition; 14(4):1–10. https://doi.org/10.1111/mcn.12617.
Hasandi, L. A., Maryanto, S., & Anugrah, R. M. 2019. JGK. Vol 11(25): 29-38.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Buku saku pemantauan status gizi. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017 : 7–11.