Mohon tunggu...
assyifa khoirul haqiqi
assyifa khoirul haqiqi Mohon Tunggu... Operator - karyawan

menonton drakor

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dr jose rizal seorang pahlawan dan penulis asal filipina

11 Desember 2024   09:30 Diperbarui: 11 Desember 2024   09:33 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa sepengetahuan dan persetujuan keluarganya, tetapi dengan dukungan penuh dan rahasia dari abangnya Paciano, ia kemudian pergi ke Madrid, Spanyol dan belajar kedokteran di Universidad Central de Madrid. Dari situ ia mendapatkan gelar sarjana kedokteran. Pendidikannya dilanjutkannya di Universitas Paris dan Universias Heidelberg di Jerman dan di sana ia mendapatkan gelar doktornya yang kedua.

Karya

Jos Rizal terkenal dengan karangan dua novel, Noli Me Tangere (1887) dan El Filibusterismo (1891), keduanya merupakan kritik mengenai penjajahan Spanyol atas Filipina. (Buku-buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia - "Noli Me Tangere" pada 1975 dengan judul Jangan Sentuh Aku dan "El Filibusterismo" pada 1994 dengan judul Merajalelanya Keserakahan, oleh Tjetje Jusuf dan diterbitkan oleh Pustaka Jaya).

Noli Me Tngere (Jangan Sentuh Aku) adalah sebuah novel realis yang menceritakan kisah Crisostomo Ibarra, seorang pemuda berpendidikan Eropa yang kembali ke tanah airnya setelah tujuh tahun berada di luar negeri. Ia berencana untuk menikahi Maria Clara, putri dari teman ayahnya Don Rafael Ibarra. Namun, rencananya terhalang oleh intrik-intrik dari para biarawan Dominikan yang memiliki pengaruh besar di masyarakat. Ayahnya meninggal dalam penjara karena dituduh sebagai seorang subversif oleh Padre Damaso, seorang frater Franciscan yang juga mantan pengasuh Maria Clara. Ibarra sendiri juga menjadi sasaran fitnah dan pembunuhan oleh para musuhnya. Ia akhirnya berhasil lolos dari jerat hukum dengan bantuan seorang pendeta bernama Padre Florentino, yang memberinya nasihat untuk tidak membenci musuh-musuhnya, tetapi untuk mencintai tanah airnya.

El filibusterismo (Penghasut) adalah sebuah novel politik yang merupakan sekuel dari Noli Me Tngere. Novel ini mengisahkan kehidupan Ibarra yang kembali ke Filipina setelah 13 tahun berada di luar negeri dengan identitas baru sebagai Simoun, seorang pedagang permata kaya yang menjadi penasihat dekat dari Kapten Jenderal, gubernur kolonial Spanyol. Simoun memiliki rencana rahasia untuk memicu sebuah revolusi melawan pemerintah Spanyol dengan cara menyebarkan senjata dan uang kepada para pemberontak. Ia juga berusaha untuk membalas dendam kepada para biarawan yang telah merusak hidupnya dan Maria Clara, yang telah meninggal di biara setelah dipaksa menjadi seorang biarawati oleh Padre Damaso. Namun, rencana Simoun gagal karena pengkhianatan, kesalahpahaman, dan ketidakberanian dari para sekutunya. Ia akhirnya terluka parah oleh penjaga setelah mencoba meledakkan sebuah pesta dengan bom yang tersembunyi di dalam sebuah lampu. Sebelum meninggal, ia mengaku identitas aslinya kepada Padre Florentino, yang kemudian melemparkan permata-permatanya ke laut sebagai lambang dari harapan yang hilang.

Karya-karya Rizal mendapat sambutan yang beragam dari berbagai kalangan. Di Eropa, ia mendapat pujian dan penghargaan dari para intelektual dan sastrawan terkemuka, seperti Marcelo H. del Pilar, Ferdinand Blumentritt, dan Miguel de Unamuno. Di Filipina, ia mendapat dukungan dan simpati dari para ilustrado (orang-orang terpelajar) dan rakyat jelata, yang merasa tergugah oleh pesan-pesannya. Namun, ia juga mendapat kecaman dan kebencian dari pemerintah kolonial dan gereja Katolik, yang menganggap karya-karyanya sebagai ancaman bagi kekuasaan dan otoritas mereka. Novel-novelnya dilarang beredar di Filipina dan ia sendiri dituduh sebagai seorang penghasut dan pengkhianat

Keberanian

Setelah menulis Noli me Tangere, di antara berbagai puisi, drama, dan traktat yang masih ditulisnya, Rizal kembali memperoleh cap negatif di antara orang-orang spanyol. Berlawanan dengan nasihat keluarga dan sahabat-sahabatnya, ia kembali ke Filipina untuk menolong keluarganya, yang saat itu masih mengalami masalah dengan para tuan tanah Dominikan. Ia mengajukan permohonan kepada masyarakat Calamba untuk berbicara melawan para rahib itu. Sebagai balasan, para rahib Dominikan menghukum para petani Calamba dengan lebih hebat lagi, hingga bahkan mengusir mereka dari rumah-rumah mereka karena menolak membayar harga sewa tanah yang selangit. Rizal belakangan kembali meninggalkan negerinya.

Wenceslao Retana menghina Rizal dengan Referensi yang sembrono kepada orangtuanya, dan segera meminta maaf setelah ditantang untuk berduel. Ia selamat setelah mengeluarkan permintaan maaf, dan bahkan kemudian menjadi pengagumnya dan menulis biografi Rizal yang pertama di Eropa.

Beberapa saat sebelum ia ditembak mati oleh pasukan infantri yang terdiri dari bangsa Filipina asli, yang didukung oleh pasukan yang menjaminnya yang terdiri dari pasukan infantri Spanyol, si kepala Departemen Kesehatan Filipina, seorang Spanyol, meminta untuk memeriksa denyut nadinya. Normal. Mengetahui hal ini, si sersan Spanyol yang bertugas memimpin pasukan pendukung menyuruh pasukannya untuk diam ketika mereka mulai menyerukan "viva" dengan kerumunan partisan.

Peninggalan

Rizal lebih merupakan pelopor sebuah masyarakat yang terbuka, daripada seorang pejuang revolusioner yang menuntut kemerdekaan politik. Ia menganjurkan sistem perwakilan rakyat untuk menghasilkan pembaruan institusional dengan cara-cara damai, dan bukan melalui revolusi kekerasan. Dalam hal ini ia adalah penganjur pembaruan politik anti-kekerasan pertama di Asia.

Sebagai ketua gerakan Gerakan Propaganda mahasiswa Filipina di Spanyol, ia menyumbangkan beberapa artikel kepada surat kabar La Solidaridad di Barcelona dengan agenda-agenda yang berikut:

  • Bahwa Filipina menjadi salah satu provinsi Spanyol
  • Perwakilan bagi orang Filipina di Cortes (Parlemen)
  • Gereja-gereja Filipina dipimpin oleh imam-imam Filipina dan bukan para imam Augustinian Spanyol
  • Kebebasan berserikat dan bersuara
  • Hak yang sama di hadapan undang-undang (untuk orang Filipina maupun Spanyol yang mengadu ke pengadilan)

Pemerintah kolonial di Filipina tidak menyukai pembaruan-pembaruan ini, meskipun misalnya usul-usul itu didukung secara terbuka oleh para intelektual Spanyol seperti Morayta, Unamuno, Pi y Margal dll. Sekembalinya ke Manila pada 1892, ia membentuk sebuah gerakan masyarakat yang dinamai La Liga Filipina. Liga ini menganjurkan pembaruan-pembaruan sosial yang moderat ini melaui cara-cara yang legal, tetapi kemudian dibubarkan oleh pemerintah. Pada saat itu, ia sudah dinyatakan sebagai musuh negara oleh penguasa Spanyol karena novel-novelnya yang menghasut. Noli me Tangere, khususnya, menampilkan para rahib dalam gambaran yang sangat buruk, dengan sedikit sekali atau bahkan tidak ada harapan untuk diperbaiki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun