إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: "Sungguh orang-orang beriman itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, agar kamu mendapat rahmat."
Persaudaraan itu mendorong kearah perdamaian. Oleh karena itu, Allah menganjurkan untuk mempertahankan persaudaraan tersebut dalam rangka memelihara ketakwaan pada-Nya.
Rasulullah SAW telah memberikan contoh kepada kita dengan kehidupan yang damai dan penuh toleransi dalam lingkungan yang plural. Ketika Rasulullah berada di Madinah, beliau mendeklarasikan Piagam Madinah yang berisikan jaminan hidup bersama secara damai dengan umat agama lain. Begitupun ketika beliau di Mekkah, beliau menjamin kepada setiap orang, termasuk musuh yang ditaklukkannya agar tetap merasa nyaman dan aman.
Rasulullah membawa misi kerahmatan lintas suku, budaya, dan agama. Selama 12 tahun di Makkah, perjuangan beliau yang penuh dengan resiko bahkan nyawa beliau sempat terancam. Beliau meminta kepada para sahabatnya untuk bersabar dan tidak menggunakan kekerasan dan pemaksaan, apalagi pembunuhan.
Adapun jika beliau berperang maka motifnya bukan ekonomi atau politik, tetapi untuk berdakwah. Semata-mata sebagai jalan (wasilah) menuju perdamaian.
Untuk itu, ketika Rasulullah perang tetap menghargai HAM, yaitu tidak boleh membunuh orang sipil, anak-anak, perempuan, orangtua, dan tidak boleh menghancurkan lingkungan, fasilitas umum, dan simbol keagamaan, serta tidak boleh membunuh hewan. Demikianlah inti dari wasiat Rasulullah yang disampaikan kepada para pasukan dan sahabat pada saat perang Mu'tah dan Fatul Makkah.