Fenny Listiana, konsultan psikologi klinis di salah satu lembaga psikologi swasta di Surabaya, menerangkan, keretakan sosial diakibatkan pula terpaan hoaks di media sosial yang dikonsumsi secara intensif oleh individu-individu.
"Saking intensifnya, hoaks seakan bisa berfungsi sebagai sarana untuk menghipnotis dan mencuci otak seseorang. Apabila ini terlanjur terjadi, maka seperti memakai kacamata kuda, irasional. Dia tidak akan peduli lagi dengan informasi-informasi lain yang mungkin lebih obyektif," ujar Fenny Listiana.
Hentikan narasi agama
Namun bukan berarti kondisi sosial ini tidak bisa diperbaiki.
I Wayan Suyadnya menegaskan para elite politik bertanggung jawab memberikan pendidikan demokrasi yang benar. Masyarakat juga perlu mengembangkan kembali cara berpikir yang rasional.
"Elite politik hendaknya menyerukan semacam rekonsiliasi nasional, menyelesaikan kegaduhan-kegaduhan yang membahayakan ini. Di samping itu, kelompok-kelompok yang ada di masyarakat sendiri patut mengembangkan kembali secara mandiri cara berpikir yang rasional terhadap apapun perbedaan, termasuk perbedaan pilihan politik," terangnya.
Kembali ke Nursyamsiah, warga Jakarta Selatan ini berharap elite politik berhenti mengembuskan narasi-narasi agama ke dalam persaingan politik.
"Narasi yang berkembang kan kalau pilih capres ini masuk surga, pilih capres itu masuk neraka. Kalau narasi ini terus dilanggengkan dan disuburkan, orang akan menganggap narasi tersebut benar."