Mohon tunggu...
Assya AinunFiranti
Assya AinunFiranti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Percaya diri dan berpikir positif !

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Identitas: Pilpres 2019 Ungkap Potensi Keretakan Sosial di Masyarakat

7 Juli 2023   16:14 Diperbarui: 7 Juli 2023   16:30 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Narasi dalam politik identitas yang muncul sebelum dan setelah pemilihan presiden 2019 menguak potensi keretakan sosial di masyarakat yang berbahaya jika disuburkan.

Nursyamsiah merasa terluka hatinya. Sebelum pemilihan presiden dimulai hingga pada masa penghitungan suara, warga Jakarta Selatan ini mendengar teman dan keluarganya menyebut mereka yang memilih calon presiden tertentu tidak layak hidup.

"Jelas saya sangat terluka. Setiap orang lahir berbeda. Kalau Allah membiarkan orang-orang yang berbeda dengan kita hidup, berarti Allah mengizinkan mereka hidup. Lalu kenapa kita yang sama-sama ciptaanNya, berhak menyatakan dia nggak layak hidup? Siapa Anda untuk menghakimi?"

Rumah tangga retak karena beda pilihan politik? 'Jangan mati-matian bela capres'

Pemilu 2019: Politik identitas dinilai tidak dongkrak perolehan suara partai-partai Islam

Pemilu 2019: 'Pertarungan Pancasila vs khilafah' laku karena pemilih 'belum rasional'

Ibu dua anak itu menyalahkan elite politik yang, menurutnya, menggunakan politik identitas sejak pilpres 2014 dan Pilkada DKI Jakarta pada 2017. Akibatnya, dia menilai situasi sosial pada pilpres 2019 bertambah parah.

"Sampai ada teman saya sendiri diturunkan di jalan oleh pengemudi taksi online karena teman saya berbeda pilihan capres, muslim, dan tidak berhijab!" 

Walau keluarga dan temannya tidak ada yang bersikap seperti si pengemudi taksi online, kecaman dan sebutan 'kafir' terhadap orang dengan pilihan capres berbeda dilakukan handai taulan serta koleganya.

"Saya masih bertegur sapa dan bercium pipi dengan keluarga dan teman saya yang seperti itu, tapi sebetulnya hati kami tidak bertegur sapa. Kemungkinan kami tidak lagi mesra sebagai saudara, mesra sebagai sahabat, dan mesra sebagai tetangga, itu kayaknya sudah sulit sekali. Sudah mulai ada yang mengatakan, 'kamu kafir'.

"Politik identitas ini benar-benar memecah belah kita," paparnya kepada wartawan BBC News Indonesia, Jerome Wirawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun