Mohon tunggu...
Yulianto
Yulianto Mohon Tunggu... Penerjemah - Menulis saja

Menulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ironi Pemimpin

1 Mei 2018   16:27 Diperbarui: 1 Mei 2018   16:46 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia sering menghiasi tayangan TV lokal serta sering mengisi halaman berita di media cetak di wilayah itu. Dialah pemimpin di wilayah itu. Wilayah yang terdiri dari beberapa bagian, dialah penguasanya. Secara tak langsung, rasa penasaranku pun terjwab atas kejadian yang tak biasa di hari itu.

***

Selepas memanjatkan puji-pujian, pemimpin itu pun memulai isi ceramahnya. Tak seperti jumat biasanya, isi ceramah kali ini tak banyak membahas tentang keagamaan. Sang pemimpin lebih banyak membahas tentang kepemimpinannya di wilayah itu, tentu sesekali dikaitkan dengan perintah agama. Ia juga menyampaikan keberhasilannya dalam berbagai hal, mengembangkan perekonomian, membangun infrastruktur serta menyampaikan prestasi-prestasi yang diraihnya selama menjadi pemimpin. Data pun tak lupa ia sampaikan demi mendukung pencapaiannnya itu.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Doa pun ramai-ramai dipanjatkan. Selepas menjalankan kewajiban, orang-orang tak langsung meninggalkan tempatnya. Kebanyakan dari mereka lebih memilih menunggu sebentar hingga sang pemimpin beranjak pulang. Kejadian seperti ini termasuk langka, mungkin begitu pemikiran kebanyakan orang yang memilih menunggu itu. Tak mudah menjumpai secara langsung pemimpin sedekat itu. 

Dulu waktu belum jadi pemimpin, memang sangat mudah menemuinya bahkan meskipun engkau tak ingin bertemu dengannya pun, ia sendiri yang akan datang menemuimu. Beda ketika sudah jadi pemimpin, mau kebutuhanmu mendesak seperti apapun, belum tentu kau bisa menemuinya secara langsung.

Aku sendiri memilih menunggu pada saat itu, bukan karena ingin berjumpa dengan pemimpin itu. Hanya saja ketika ingin melanjutkan perjalanan, pandangan dan langkah kakiku terhenti pada dua perempuan paruh baya yang duduk di pelataran pintu masuk mesjid itu. Seorang perempuan duduk bersandar di sebuah tiang penyangga penahan hujan yang menuju ke mesjid. Satunya duduk bersebelahan dengan anaknya yang terbaring lemah di pangkuannya. 

Sebelumnya perempuan itu tak pernah kutemukan keberadaannya di mesjid itu. Maksudku, seringkali memang kulihat, selepas jemaah melaksanakan kewajibannya di mesjid itu, selalu saja ada orang yang datang berharap belas kasih pada orang-orang di mesjid itu. Mungkin karena mereka menganggap orang-orang yang sering hadir di tempat suci itu adalah mereka yang kelembutan hatinya sudah tak terbantahkan lagi. Namun, kedua perempuan itu baru nampak hari ini. Tak pernah sebelumnya kulihat mereka disini.

img-20160401-131340-5ae83088ab12ae4a1a3848c2.jpg
img-20160401-131340-5ae83088ab12ae4a1a3848c2.jpg
Rasa penasaran pun meenguasaiku. "Akan terjadi kebaikan hari itu" pikirku. "Ada seorang pemimpin sukses dengan capaian luar biasa di dalam sana yang akan bertemu dengan dua manusia yang tak berdaya di wilayahnya". Aku tak sabar, tak ingin melewatkan kebaikan yang akan terjadi beberapa saat lagi. Lagipula sudah lama tak kulihat kehadiran Tuhan di muka bumi ini, setidaknya di tempatku sering melakukan perjalanan. Aku memilih duduk tak jauh dari kedua perempuan itu agar bisa menyaksikan kebaikan yang akan terjadi itu dari dekat.

Sang pemimpin pun melangkahkan kakinya ke luar mesjid. Segerombolan orang pun segera menghampirinya, ada yang ingin meminta berswafoto bersama, ada juga yang sekadar ingin berjabat tangan dengannya. Kedua perempuan itu tak bergeming dari tempat duduknya meskipun puluhan orang angkuh berjalan tanpa tata krama di depannya. Mereka seakan sama sekali tak peduli dengan keberadaan kedua perempuan itu. 

Sang pemimpin sangat ramah meladeni gerombolan orang yang menghampirinya. Senyum sesekali menghiasai wajah pemimpin itu ketika membalas sapa basa-basi dari setiap orang di dekatnya. Ketika sang pemimpin tepat berdiri di depan perempuan yang bersandar di tiang penyangga, langkahnya pun terhenti. Jantungku pun berdebar tak seperti biasa, kebaikan yang kunanti akan segera terjadi, dugaanku.

img-20160401-132305-5ae833525e13731a7929e742.jpg
img-20160401-132305-5ae833525e13731a7929e742.jpg
Beberapa saat kemudian seseorang di dekat pemimpin itu tersenyum padanya sambil mengeluarkan gawai dari sakunya. Rupanya pemimpin itu berhenti sebab ingin mengabulkan keinginan berswafoto oleh salah seorang di sebelahnya. Setelah memuaskan keinginan orang itu, sang pemimpin pun melanjutkan langkah kakinya, melewati perempuan tadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun