Samar bercahaya tapi jelas memiliki bentuk bagai burung.
“Masya Allah…..pertanda apakah ini….?”
“Mengapa tak ada orang lain yang memperhatikannya…selama ini….?
Aku melihatnya sendiri atau hanya halusinasi, entahlah. Semoga nanti akan terungkap.
Esoknya, setelah sholat subuh aku merasakan energi dan jiwa yang luar biasa bersemangatnya.
Aku kembali ingin beribadah thawaf dan mencium sang batu surgawi, namun ternyata justru makin ramai dan padat sekali….
Matahari juga sangat terik dan panas menyengat, karena tanpa pelindung matahari.
“Ya Allah, bantu kau ya Allah, lindungi aku ya Allah…payungi aku ya Allah…”
Mendadak ada seseorang keturunan Arab Eropa yang juga dengan thawaf disebelahku. Badannya yang tinggi besar hampir 2 meter membuatku terlindungi dari paparan sinar matahari yang panas selama thawaf. Aku berjalan dibawah bayangnya. Akupun thawaf berputar beberapa kali bersamanya. “Alhamdulillah terima kasih ya Allah atas lindunganMu…”
Selesai thawaf qudum, aku mengantri untuk menunggu giliran mencium Hajar Aswad. Walaupun banyak juga yang tidak mau antri, tapi aku pasrah dan sabar menunggu giliran dibawah naungan Kabah dan Askar yang memperhatikan, sambil banyak mengucapkan doa, zikir dan sholawat.
Tiba-tiba, datang beberapa Askar yang membawa beberapa tanda dan memberi pembatas serta meminta semuanya untuk keluar dari putaran Kabah. Lalu terlihat sebuah mobil kecil yang memiliki sapu mesin pembersih lantai.