Kota Berbukit dan Berpantai.
Telah lahir seorang anak di pulau yang indah.
Pulau yang mempesona hati dan jiwa.
Di kota yang berpantai dan berbukit.
Dari atas bukit, engkau bisa melihat pantainya.
Dari atas perahu, engkaupun bisa melihat sang bukit.
Pantai biru di kala pagi dan senja.
Berpasir hitam namun tak berkarang.
Diatas sebuah rumah yang berpanggung.
Berdinding kayu, pasir dan batu.
Bertangga kayu dan batu.
Berpagar besi nan putih.
Berpandangan bukit yang tertutupi.
Siapakah Dia?
Tak ada yang tahu, dialah sang jiwa.
Sang pemilik tujuan.
Pemilik dari pemikirannya.
Sang penulis sejarah.
Dia mengikat hikmah, dengan tulisan cinta.
Yang orang tahu, dialah sang pelamun.
Seharian duduk dan melamun menerawang semesta.
Di sebuah teras yang berpandangan.
Yang orang tahu, dia sering tertidur.
Di kursi atau di pembaringan suci.
Yang orang tahu, dia orang yang santai.
Tak bertujuan, tak berambisi.
Walau, sedang membangun jalanNya.
Dialah sang pemuda.
Diasuh oleh seorang nenek dengan penuh kasih dan sayang.
Bagai asuhan bidadari cantik yang turun dari surgawi.
"Sang bidadari", merawat dengan rahmatNya.
Melindungi dengan kekuatanNya.
Membesarkan dengan hikmahNya.
"Sang wali", menemaninya dikala sepi.
Berkisah dan bercerita.
Berbagi dan bercanda.
Mereka adalah sahabat.
Sahabat sejati sepanjang hayat.
Bidadaripun selalu menemani.
Bahkan ketika tak ada yang menemani.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H