Setelah Kongres Rakyat Nasional (Parlemen) China melakukan amandemen konstitusi pada bulan Maret 2018, maka para Sinolog dan pemerhati China segera menobatkan Presiden Xi Jinping masuk klub orang kuat China bersama Mao Zedong dan Deng Xiaoping. Amandemen Konstitusi China tersebut memang sangat fundamental, yaitu menghapuskan batasan periode kepresidenan dan memasukkan visi pemikiran Xi Jinping kedalam konstitusi.
Melihat peran, pengaruh dan pemikiran mereka yang cocok dengan kebutuhan jamannya, maka tidak sulit bagi para China wathcher menetapkan mereka bertiga menjadi Pemimpin Besar China Modern.
Sekarang bagaimana untuk memilih Kaisar paling Perkasa di era sejarah kedinastian China? Dalam hal ini para sejarawan tidak ada kesepakatan bulat untuk menetapkan kriterianya, antara lain karena: era dinasti yang sangat panjang (sejak abad 15 SM hingga tahun 1911 M); jumlah kaisarnya sangat banyak; kondisi dan tantangan sosial-ekonomi-politik-keamanan yang dihadapi tiap raja/kaisar pada jamannya berbeda.
Sektor yang dijadikan landasan penilaian sangat relatif, apakah kekuatan militer, kemampuan meluaskan wilayah, level perkembangan negara/dinasti, dan atau tingkat kemakmuran rakyatnya.
Dengan sulitnya menetapkan kriteria yang sama dan adil untuk kondisi yang sangat berbeda satu sama lain, maka penulis cenderung membahas tentang keperkasaan dan kecemerlangan  beberapa dinasti yang pemerintahannya meninggalkan jejak sejarah peradaban China, baik dia berasal dari suku bangsa Han maupun suku 'Barbar" (non-Han), mulai dari Dinasti Qin (246-221 SM) sampai dengan Dinasti Qing (1644-1912 M).
Dinasti QINÂ (221Â -Â 206 SM). Walaupun Dinasti Qin berumur pendek, praktis hanya diperintah oleh satu kaisar, yaitu Qin Shi Huangdi, namun ia merupakan kaisar pertama yang menyatukan seluruh China dalam satu kekuasaan, yang dilanjutkan secara berkesinambungan 2000 tahun kemudian oleh dinasti-dinasti berikutnya sampai digantikannya sistem pemerintahan monarki dengan pemerintahan Republik pada tahun 1912.
Sejumlah prestasi besarnya adalah: penetapan huruf China (non-alphabet), standarisasi timbangan dan meteran, pencetakan uang logam, pembangunan jalan negara yang lebar dan lurus, pendirian Tembok Besar dalam rangka menangkal serangan bangsa nomad dari wilayah Mongolia, pembangunan kompleks pekuburan (mausoleum) bawah tanah, serta kompleks pasukan Terracotta.
Namun untuk mencapai ambisi besarnya tersebut Kaisar Qin Shi mengorbankan puluhan ribu jiwa dan lebih dari itu tindakannya melarang pemikiran para cendekiawan termasuk Konfusianisme dan membakar buku-buku ajarannya.
Dinasti HANÂ (206 SM -Â 220 M). Memerintah selama lebih dari empat abad, Dinasti Han memperluas wilayah China yang telah disatukan oleh pendahulunya, Dinasti Qin. Mereka juga menyempurnakan tatanan birokrasi, komando militer serta memperkenalkan sistem perpajakan.
Dalam menjamin sumber pemasukan kas negara, Dinasi Han melakukan monopoli bijih besi dan garam yang terus dipertahankan secara berkelanjutan hingga tahun 2014. Guna memotong jalur serangan suku bangsa nomad Xiongnu dari Utara, penguasa Han mengirim pasukannya ke wilayah Xinjiang dan Asia Tengah.
Kaisar Han Wudi (141-87 SM) sebagai pemimpin terbesar Dinasti Han melakuan ekspansi penaklukan besar-besaran ke arah Timur Laut sampai Semenanjung Korea, wilayah Mongolia di Utara, ke Selatan sampai wilayah Vietnam, dan ke Barat sampai Lembah Ferghana (sekarang: perbatasan 3 negara Uzbekistan, Kirgizstan dan Tajikistan).
Di bawah Han Wudi, kekaisaran China sangat berjaya menyaingi kekuasaan Roma di Eropa. Berbeda dengan Qin Shi yang membenci cendekiawan, Han Wudi dan Dinasti Han secara keseluruhan memberi kesempatan tumbuh dan berkembangnya ajaran-ajaran falsafah China terutama Konfusianisme. Ajaran Budha mulai masuk ke China juga pada Dinasti Han melalui utusannya di Asia Tengah.
Dari ekspedisinya ke Asia Tengah, Dinasti Han melihat perlunya melakukan hubungan dengan bangsa-bangsa lain seperti bangsa India, Persia, Bactrian (di Afghanistan) dan Sogdian (di Asia Tengah). Sekitar tahun 125 SM Dinasti Han mulai melakukan kontak dagang dengan penguasa bangsa-bangsa di Asia sampai Eropa dengan komoditi utama sutera, sehingga jalur perdagangannya kemudian terkenal dengan sebutan 'Jalur Sutera' (Silk Road).
Selain itu Dinasti Han juga terkenal dengan produk barang-barang kerajinan terbuat dari perunggu, perak, emas, batu giok, porselin, sutera, dan ditemukannya kertas. Â
Dinasti TANGÂ (618 - 907 M). Dinasti Tang merupakan dinasti terkuat dan terbesar dimana China mencapai jaman keemasannya. Dinasti ini memasukkan wilayah Manchuria, Vietnam, Xinjiang dan Tibet ke dalam kekuasaannya, serta medominasi seluruh daerah Asia Tengah sampai perbatasan kekaisaran Persia. Pengaruh kekuasaannya menjangkau Korea, Jepang, Kabul dan Kashmir, yang harus membayar upeti tiap tahun meskipun tidak diduduki secara fisik.
Pemimpin terbesar Tang, Kaisar Taizong  setelah naik takhta segera melancarkan serbuan ke Utara dan berhasil merebut Mongolia dari pasukan Turks, dan terus melanjutkan ekspedisinya ke wilayah Asia Timur Jauh sepanjang Jalur Sutera. Bersamaan dengan melemahnya kekuatan dari belahan dunia lainnya, khususnya Kekaisaran Sasanid Persia maupun Kekaisaran Romawi, Dinasti Tang menjadi satu-satunya pemerintahan berstatus negara adikuasa pada jamannya.
Wilayah kekuasaannya meliputi hampir semua wilayah China sekarang, bahkan mencapai wilayah-wilayah Vietnam, Mongolia serta sebagian besar Asia Tengah.
Penguasa berikutnya Kaisar Xuanzong memberikan perhatian besar terhadap bidang seni-sastra & musik, teknik percetakan serta memberikan iklim yang baik untuk berkembangnya berbagai ajaran agama/filsafat terutama Budha, Taois bersama Konfusianis. Ajaran 5 kitab klasik Konfusius ditetapkan sebagai standar tes masuk menjadi pegawai kerajaan.
Dinasti Tang berakhir setelah kaisar terakhirnya tergila-gila dengan selirnya bernama Yang Guifei, sehingga digulingkan oleh seorang panglimanya sendiri.
Dinasti YUAN/Mongol (1279 - 1368 M). Sebelum menguasai kekuasaan di China, Dinasti Mongol dibawah pimpinan Genghis Khan telah menaklukkan semua negara pecahan Dinasti sebelumnya serta menguasai Asia Tengah.
Kublai Khan yang merupakan generasi ke-3 Dinasti Mongol pada tahun 1260 M memproklamirkan pendirian Dinasti Yuan bergelar Kaisar Shizu dengan struktur pemerintahan China, namun mengganti pejabat-pejabat kekaisaran di Pusat maupun daerah dengan orang asing (Mongol), serta memindahkan ibukotanya ke Dadu (Beijing sekarang).
Selama berkuasa, bangsa Mongol tidak melebur total menjadi bangsa China, namun mereka tetap mempertahankan perbedaannya dari penduduk lokal, sehingga dalam mengelola pemerintahan Dinasti Yuan banyak menggunakan tenaga orang asing non-Han. Itu sebabnya sejumlah sejarawan tidak memasukkan Dinasti Yuan kedalam deretan Dinasti di China.
Meskipun Kublai Khan merupakan salah satu Kaisar paling perkasa dalam sejarah kedinastian China dan dunia. Ia melanjutkan misi kakeknya, Genghis Khan dalam melebarkan wilayah kekuasaannya dengan menaklukkan kerajaan atau kesultanan hingga ke Timur Tengah.
Sepeninggal Kublai Khan pada tahun 1294 M, Dinasti Mongol dilanda berbagai macam masalah, dari mulai hutang menumpuk dan inflasi nilai mata uang, bencana alam seperti kekeringan, banjir, cuaca dingin, penyakit menular, dan kelaparan yang menimbulkan penderitaan dan banyak korban meninggal dari rakyat terutama kalangan petani.
Pemberontakan 'Serban Merah' yang berlangsung selama 10 tahun akhirnya berhasil menumbangkan Dinasti Yuan pada tahun 1368 dan memaksa para pemimpinnya melarikan diri ke wilayah Utara di Mongolia.
Dinasti MINGÂ (1368 - 1468 M). Keberhasilan pendiri Dinasti Ming mengusir penguasa Mongol merupakan kebanggaan bagi bangsa China. Dinasti Ming juga berhasil menduduki kota-kota di Mongolia, Shangdu dan Karakorum. Dalam rangka menangkal ancaman bangsa Mongol, Dinasti Ming merenovasi dan memperkuat Tembok Besar.
Puncak kejayaan Dinasti Ming berada di bawah Kaisar Yongle (1402--1424 M), yang meninggalkan bangunan Kota Terlarang (Forbidden City), kini menjadi ikon kota Beijing sebagai tujuan wisata favorit bagi turis domestik maupun mancanegara.
Prestasi gemilang Dinasti Ming lainnya adalah membentuk armada Angkatan Laut untuk melengkapi kekuatan Angkatan Daratnya. Armada Laut era Dinasti Ming berlayar  ke wilayah Asia-Afrika. Di bawah Panglima Zheng He, wilayah nusantara yang kini menjadi negara Indonesia termasuk yang disinggahi misi pelayaran Dinasti Ming.
Kekuasaan yang direbut dari tangan keponakannya, membuat Kaisar Yongle ekstra waspada bukan saja terhadap suku-suku barbar dari Utara atau komandan-komandan militernya, tetapi juga abdi dalem istana maupun keluarganya sendiri. Sehingga dia terkenal sebagai penguasa bengis yang tidak pernah ragu untuk mengeksekusi lawan-lawan politik beserta famili maupun teman-teman dekat yang dianggap berkhianat.
Usahanya untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di Korea dan Jepang serta biaya yang banyak dikeluarkan untuk memadamkan pemberontakan-pemberontakan terutama dari bangsa Mongol, telah menguras keuangan negara. Ditambah dengan gagal panen karena cuaca buruk, banjir, kekeringan, wabah penyakit dan bencana kelaparan, telah mendorong panglima-panglima perang daerah melakukan pemberontakan ke pemerintah Pusat.
Menghadapi berbagai permasalahan ditambah dengan banyaknya pemberontakan telah membuat penguasa terakhir Ming, Kaisar Chongzhen mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Dinasti QINGÂ (1644 - 1911 M). Penguasa Dinasti Qing berasal dari suku bangsa Manchu (Manchuria), yang berkoalisi dengan bangsa-bangsa non-Han serta berkat bantuan sejumlah jenderal pembangkang dari Dinasti Ming berhasil masuk dan menundukkan sisa-sisa kekuatan penguasa sebelumnya yang sudah lemah dan terpecah-belah. Bangsa Manchu mendirikan Dinasti Qing dengan mengadopsi sepenuhnya tata-cara dan sistem pemerintahan model penguasa bangsa China sebelumnya.
Di bawah kaisar terbesarnya Qianlong (1735 -- 1796 M), Dinasti Qing memperluas dan mengukuhkan kekuasaannya di wilayah-wilayah yang dihuni oleh bangsa non-Han, yaitu Xinjiang Uighur, Tibet, Manchuria, Mongolia, dan pulau Taiwan. Sehingga pada tahun 1795, Dinasti Qing merupakan negara/kekaisaran terbesar, terpadat penduduknya dan terkuat di dunia yang pengaruh kekuasaan dan sistem pemerintahan China bisa dirasakan ke wilayah Asia sekitarnya seperti Myanmar, Nepal, Lembah Chitral Pakistan, dan Siam (Thailand).
Kecemerlangan Dinasti Qing telah mengundang kekuatan-kekuatan dari Eropa untuk meningkatkan hubungan perdagangan, namun tidak mendapatkan sambutan baik dari Dinasti Qing dengan mengijinkan hanya satu pelabuhan Canton sebagai pintu masuk kapal-kapal asing.
Kerajaan Inggris dan negara-negara Barat menggunakan 'Perang Candu' untuk memaksa Dinasti Qing membuka lebih banyak lagi pelabuhannya. Melalui perang yang dipaksakan inilah kekuatan asing (Eropa dan Jepang) mempermalukan dan berperan besar mempercepat runtuhnya pemerintahan monarki terakhir di China, Dinasti Qing.
Perang Candu pertama (1839 -- 1842) yang berakhir dengan kemenangan Barat telah memaksa Dinasti Qing untuk menandatangani Perjanjian berat sebelah, yang membagi wilayah China menjadi 'Semi Koloni' untuk diduduki oleh Inggris, Perancis, Rusia, Jerman, Amerika Serikat dan Jepang.Â
Pemerintahan Qing yang makin lemah dan tidak efektif telah mendorong munculnya pemberontakan besar Taiping (1851-1864), disusul dengan Pemberontakan Boxer (1900) - berupa serangan ke perwakilan-perwakilan asing yang mendapat dukungan dari penguasa Qing. Gerakan Reformasi tahun 1898 yang dipimpin oleh Kang You-wei, dan puncaknya Revolusi pimpinan Sun Yat-sen 1911 berhasil menggulingkan kekuasaan bangsa Manchu di China.
NEGARAÂ ADIDAYA dalam Sejarah China. Setelah Dinasti Qin (221-206 SM) berhasil menaklukkan raja-raja pesaingnya, pada akhirnya Kaisar Qin Shi Huangdi menyatukan wilayah China untuk pertama kalinya. Sejak itu dunia luar mengenal bangsa berkulit kuning yang hidup di sepanjang aliran Sungai Kuning (Huang He) sebagai bangsa 'China' (ejaan Barat dari bunyi Qin).
Bahkan barang-barang produksi China terutama barang-barang porselin termasuk pecah belah peralatan di meja makan yang mulanya diproduksi oleh negara dan masyarakat di bawah dinasti-dinasti bangsa China juga dinamakan 'China'.
Selain itu bangsa China juga dikenal sebagai bangsa Han sejak Dinasti Han (206-220 M) mendunia melalui Jalur Suteranya. Sementara itu orang-orang China menyebut dirinya sebagai Zhongguo (dibaca: Chungkuo) yang berarti Negara Tengah. Mereka beranggapan bahwa masyarakat dan pemerintah China yang telah berperadaban tinggi merupakan Pusat Dunia yang dikelilingi oleh suku-suku bangsa 'barbar' yang belum beradab, seperti suku bangsa Mongol, Manchu, Uighur, Tibet serta suku-suku bangsa nomaden lainnya. Â
Meskipun pemerintahan dinasti di China sering berganti nama sesuai dengan kelompok atau keluarga yang berkuasa, namun sejak Dinasti Han sampai pemerintahan monarki terakhir, Dinasti Qing (1644-1911 M), kekuasaan di daratan China selalu menyandang predikat sebagai 'Negara Adikuasa' baik sendiri maupun bersama dengan kekuasaan di belahan dunia lainnya.
Masa kejayaan Dinasti Han menyaingi kekaisaran Romawi, sementara Dinasti Tang menjadi Negara Adidaya satu-satunya setelah kekuasaan Sasanid dan Romawi mulai pudar. Kekuasaan Dinasti Yuan bahkan secara fisik menjangkau sampai ke wilayah Timur Tengah, sementara Armada Angkatan Laut Dinasti Ming di bawah pimpinan Panglima Zheng He berlayar jauh ke Asia dan Afrika.
Dinasti Qing sebagai penutup era kedinastian China telah mengukuhkan batas wilayahnya sebagaimana yang kini menjadi wilayah pemerintah China modern. Â Â Â Â
Mengembalikan STATUS NEGARA ADIDAYA. Jika kita perbandingkan era China modern sejak berdirinya Republik Rakyat China dengan jaman kedinastian, maka seperti peran yang dilakukan oleh Qin Shi Huangdi menyatukan China, Mao Zedong menyatukan kembali kekuasaan China dalam satu tangan setelah dilanda Perang Saudara selama lebih dari 25 tahun.
Pengenalan China ke dunia luar melalui Jalur Sutera pada Dinasti Han serta kedigdayaan Dinasti Tang yang pengaruhnya sampai ke Korea, Jepang, Kabul dan Kashmir mungkin dapat diasosiasikan dengan gebrakan reformasinya Deng Xiaoping.
Kegemilangan Dinasti Ming mengirim Panglima Zheng He mengarungi lautan ke Asia-Afrika serta mantapnya Dinasti Qing dalam mengontrol dan mempertahankan wilayah yang telah diperoleh para dinasti sebelumnya bisa diibaratkan peran yang kini dilakoni oleh Presiden Xi Jinping.
Dengan kebijakan Reformasi dan Pintu Terbuka diperkenalkan oleh reformis Deng pada tahun 1978, China terus mengalami pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan rata-rata di atas 7-8 persen per-tahun ditambah dengan nilai ekspor yang terus meningkat telah menjadikan cadangan devisa terus membesar.
Dengan peningkatan anggaran militer setiap tahunnya, China telah membangun armada lautnya lengkap dengan kapal induk, sejumlah kapal selam, frigat dan destroyer melengkapi kekuatan udara dan daratya yang memiliki personil militer total sebanyak 2,7 juta orang, terbesar di dunia. Dengan sejumlah komponen pendukung politik-ekonomi-militer tersebut, para China Watcher melihat RR China sedang tumbuh menjadi negara dengan kualifikasi sebagai superpower.
Berbeda dengan pemimpin RR China sebelumnya yang selalu low profile menggolongkan negaranya ke dalam kelompok 'Negara Berkembang', Presiden Xi Jinping tidak lagi menutupi kenyataan China sebagai Negara besar. Tidak lama setelah dilantik menjadi Sekjen PKC akhir 2012, Xi Jinping meluncurkan gagasan China Dream atau Great Revival of the Chinese Nation, yaitu strategi untuk mengembalikan kejayaan China sebagaimana yang pernah dialami pada jaman kedinastian 'Negara Tengah' (Zhongguo/Tiongkok).
Jadi istilah yang cocok bagi RR China saat ini yang mengarah ke Negara Superpower, bukan 'sedang tumbuh menjadi' tetapi 'sedang mengembalikan status lamanya' menjadi Negara Adidaya. Presiden Xi menargetkan tahun 2035 China akan menjadi 'Negara Sosialis Modern yang kuat', dan pada tahun 2049 (seratus tahun berdirinya RR China) dapat menggeser AS sebagai 'the Biggest Superpower' di dunia.
Bekasi, 12 Mei 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H