Mohon tunggu...
Mohamad Asruchin
Mohamad Asruchin Mohon Tunggu... -

Pemerhati masalah sosial-politik, \r\ntinggal di Bekasi, Jawa Barat - Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Konfusianisme, Sumber Peradaban Tiongkok

15 Oktober 2017   21:47 Diperbarui: 15 Oktober 2017   21:55 8569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Didahului dengan jaman Pra-Sejarah yang belum tercatat periodenya, sejarah kedinastian Tiongkok secara resmi dimulai dari Dinasti Shang (1523-1028 SM). Namun demikian, peradaban bangsa Tiongkok berupa seperangkat sistem hukum, peraturan, etika moral, sopan-santun, serta tata cara pergaulan dan berperilaku dalam hidup bermasyarakat dan bernegara baru mulai diterapkan di era Dinasti Zhou (1027-256 SM). Ketika kekuasaan Dinasti Zhou mulai melemah,terjadilah pembangkangan dari panglima-panglima daerah yang menjadikan dirinya raja-raja kecil di wilayahnya masing-masing. Kondisi negara yang serba tidak menentu itu dalam sejarah Tiongkok disebut sebagai Jaman Chun-Qiuatau "Musim Semi dan Gugur" (722-481 SM) yang menggambarkan sedemikian banyaknya bermunculan kerajaan-kerajaan kecil tetapi tidak berapa lama lenyap kembali ditundukkan oleh saingannya yang lebih kuat, persis seperti bunga-bunga yang bermekaran di Musim Semi dan setelah bertahan sekitar 3-4 bulan kemudian menjadi layu dan berguguran di Musim Gugur.

Peperangan demi peperangan terus berlangsung makin intensif di antara panglima perang dari 7 (tujuh) kerajaan yang tersisa untuk saling menunjukkan superioritas dan kekuatan tentaranya dalam rangka memperluas wilayah kekuasaannya, menjadikan kurun waktu ini disebut sebagai periode Zhan Guo atau "Negara-Negara Berperang" (480-221 SM). Dalam suasana masyarakat yang serba kacau dan tidak menentu seperti itu kemudian timbul seruan yang sangat puitis: BaihuaQifang, BaijiaZhengming"Biarkan seratus bunga saling bermekaran, Seratus aliran pemikiran saling beradu pendapat".

Para cerdik pandai yang umumnya berasal dari mantan keluarga bangsawan atau punggawa kerajaan tergerak berlomba menyampaikan pendapatnya guna mencari jalan keluar dari krisis sosial-politik yang tidak berkesudahan. Tokoh masyarakat atau pribadi terpelajar yang pandangannya menjadi terkenal adalah Kong Fuzi (Konfusianisme), Laozi (Daoisme), Han Feizi (Legalisme), Mozi (Moisme), Mengzi dan Xunzi (pengikut Konfusius).

Dalam kondisi masyarakat yang terpecah belah saling curiga dan absen kepemimpinan yang kuat, muncul seorang filsuf besar bernama Konfusius (551- 479 SM) yang ajarannya di kemudian hari menjadi sumber dari kebudayaan bangsa Tiongkok serta sejumlah bangsa di Asia Timur dan Tenggara. Konfusius yang di Indonesia disebut Konghucu, dalam ejaan bahasa Tiongkok: Kong Fuzi atau Kongzi sebenarnya mempunyai nama asli Kong Qiu lahir di negeri Lu (sekarang kota Qufu di Provinsi Shandong).

Konfusius sangat pihatin menyaksikan negara yang dilanda kekacauan terus-menerus dan nasib rakyatnya yang praktis tanpa harapan dan kepastian hidup.

Menurut Konfusius, pemerinah dan masyarakat akan tenteram kembali jika semua pihak mau melakukan koreksi diri dari perbuatan tercela, mengatur segala sesuatu secara proporsional dan bertingkah laku menurut kemampuan masing-masing. Sebagai pemegang "Mandat dari Langit", penguasa diharapkan bersikap bijaksana untuk menjadi panutan bagi rakyatnya. Karena setiap saat Mandat Langit bisa dicabut, dan itu artinya rakyat tidak perlu lagi menganggap rajanya atau bahkan berhak meninggalkannya. Tiga hal pokok yang perlu diperhatikan oleh seorang raja dalam menjaga stabilitas pemerintahannya, yaitu kepercayaan rakyat, kecukupan makanan, dan tentara yang kuat.

Konfusius yang di dalam dirinya mengalir darah bangsawan, mengidealkan kondisi negara dapat kembali damai seperti pada jaman Dinasti Zhou Barat (1027-722 SM). Pokok ajaran Konfusius adalah untuk menyelamatkan dunia melalui pelajaran moral-etika terhadap manusianya. Mereka diarahkan agar berusaha menyempunakan serta menyucikan hati dan pikirannya menuju keseimbangan yang harmonis (Zhong-yong), tidak boleh berat sebelah. Langit (Thian) telah memberikan "watak asli" kepada manusia. Jika seseorang mampu menemukan kembali watak aslinya, maka ia dapat disebut Xing Ren (Seng Jin), yaitu figur seseorang idaman Konfusius.

Orang semacam ini niscaya akan mampu mengatur dunia seisinya. Konfusianisme lebih menitikberatkan pada masalah-masalah duniawi yang dialami dan dihadapi manusia sehari-hari, berkisar pada falsafah hidup manusia. Untuk semua itu harus dikeluarkan tata aturan, hukum, serta perlu mempertahankan adat-istiadat nenek-moyang. Masyarakat harus mematuhi segala peraturan dan hukum yang ditetapkan pemerintah, serta tetap menjalankan adat kebiasaan sebagaimana mestinya. Di lain pihak penguasa harus melaksanakan roda pemerintahan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Ajaran Moral-Etika Konfusius

Inti ajaran Konfusius terletak pada etika dan moral yang mengatur hubungan antar manusia sesuai dengan status masing-masing, pedoman bagi setiap orang untuk bersikap dan bertindak dalam bekerja dan menjalani kehidupan. Ajaran moral Konfusius mengandung unsur-unsur sifat ideal manusia seperti: Ren (kemanusiaan), Yi(kebajikan/keadilan), Li (tata cara/aturan bertindak), Zhi(pengetahuan), Xin (integritas), Zhong(kesetiaan), Xiao (hormat kepada orang tua), Gong (menjadi terhormat), Yong (berani), Chi (rasa malu), Liang (baik budi), Cheng(kejujuran), Lian (kebersihan), Wen(bersikap ksaria), Shu(sikap pemaaf), Zhengming (menyesuaikan diri).

Dengan berpedoman pada sifat-sifat terpuji di atas, maka kekacauan dalam masyarakat dapat diatasi dan pada gilirannya negara dapat kembali berjalan dengan tenteram serta teratur. Dalam kehidupan bermasyarakat, ajaran Konfusius mengatakan bahwa "Jangan melakukan sesuatu hal kepada orang lain dimana perbuatan serupa tidak kamu inginkan dari mereka". Pada tingkat pemerintahan, Konfusius menekankan perlunya setiap penguasa bertindak berdasarkan kemanusiaan (Ren) dan keadilan (Yi) agar tetap dicintai dan dipatuhi rakyatnya. Jika seorang raja dapat memerintah satu negara, maka dia dapat menaklukkan dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun