MOS dan Aktualisasi Wawasan Wiyata Mandala
Â
Oleh: Asroni Paslah, S.Pd.
Â
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Pendidikan (LKiP)
Â
Â
Â
Setiap kali mengawali tahun akademis baru, lembaga pendidikan akan menjumpai wajah-wajah baru yang menjadi anggota komunitas sekolah. Sebagaimana kita menerima kehadiran anggota keluarga baru di dalam keluarga kita, terhadap anggota baru ini biasanya terdapat secara khusus untuk menerima mereka sebagai bagian dari anggota sebuah komunitas. Upacara penerimaan siswa masuk ini biasa disebut dengan Masa Orientasi Sekolah (MOS). MOS merupakan momen istimewa, bukan hanya berupa acara ritual penerimaan warga baru menjadi bagian dari komunitas sekolah, melainkan merupakan saat bagi anggota baru menjadi bagian dari komunitas sekolah, melainkan merupakan saat bagi anggota baru ini mengenal lingkungan sekolah mereka, mulai dari dinamika sekolah, tata peraturan, kebijakan-kebijakan sekolah, anggota-anggota staf sekolah (mulai dari yayasan, direktur, kepala sekolah, guru, sampai pada pegawai kebersihan). Oleh karena momen perjumpaan selama MOS melibatkan banyak pihak, momen ini dapat menjadi salah satu sarana pembentukan karakter siswa (Doni K, 2010).
Â
Â
Â
Masa Orientasi Sekolah bukan kegiatan perpeloncoan yang dilakukan para senior sekolah terhadap para yuniornya yang baru masuk. Jika ini terjadi, tujuan orientasi sekolah tidak tercapai. Alih-alih siswa baru merasakan diterima di dalam komunitas sekolah, mereka malah merasakan semacam susana tidak nyaman tinggal di tempat yang baru. Apalagi jika mereka setiap kali memasuki pintu gerbang sekolah merasa diteror oleh banyak hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, misalnya dihukum, dimarah-marahi, atau diberi tugas yang tidak masuk akal yang tidak ada unsur pendidikannya sama sekali, selain memuaskan keinginan untuk mempersulit siswa baru berintegrasi dalam lingkungan baru kehidupan sekolah.
Â
Â
Â
Oleh kerena itu, kegiatan MOS semestinya direncanakan bersama oleh staf sekolah dan OSIS agar OSIS ini tidak menjadi batu sandungan bagi tercapainya visi dan misi yang dimiliki oleh lembaga pendidikan tersebut. Kegiatan MOS pada intinya adalah kegiatan sekolah, bukan kegiatan siswa. Penanggung jawab utama kegiatan pengenalan sekolah ini adalah staf sekolah atau panitia yang diberi kewenangan untuk mengelola dan mempersiapkan proses integrasi bagi murid baru ini. Untuk inilah, secara pengenalan sekolah tidak dapat diberikan kepada kepanitiaan tertentu yang tidak memiliki urusan sama sekali dengan sekolah, misalnya masa orientasi diserahkan pada kelompok-kelompok pelatihan kepemimpinan dari suatu lembaga tertentu. Kehadiran mereka tentu dapat membantu, namun perencana utama kegiatan adalah sekolah. Sekolah memiliki kepentingan agar anggota baru ini mengenal kebijakan sekolah, wawasan wiyata mandala, dan prioritas nilai yang ingin ditanamkan oleh sekolah sebagai bagian dari kinerja pendidikan yang menjadi misinya.
Â
Â
Â
Secara formal wawasan wiyata mandala dikukuhkan dalam Surat Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) nomor :13090/CI.84 tanggal 1 Oktober 1984 sebagai sarana ketahanan sekolah. Wawasan Wiyata Mandala berasal dari kata Wawasan yang artinya pandangan atau penglihatan, Wiyata berati pengajaran atau pendidikan, sedang Mandala adalah lingkungan, sehingga Wawasan Wiyata Mandala merupakan konsepsi atau cara pandang kalangan pendidik dan warga/perangkat sekolah khususnya tentang keberadaan sekolah sebagai pengemban tugas pendidikan di lingkungan masyarakat.
Â
Â
Â
Tujuan Wawasan Wiyata Mandala adalah diharapkan seluruh siswa dapat berperan aktif dalam meningkatkan fungsi sekolah sebagai lingkungan pendidikan. Aktivitas dan kreativitas siswa sangat diperlukan untuk menciptakan sekolah sebagai masyarakat belajar, tempat saling asah, saling asih, dan saling asuh yang dibimbing oleh kepala sekolah dan guru yang dapat mendorong semangat dan minat belajar. Hal yang sangat penting bagi siswa adalah dapat mendudukkan dan menempatkan diri sesuai dengan fungsinya sebagai warga wiyata.
Â
Â
Â
Menilik kembali prinsip dasar yang mesti diterapkan dalam MOS yakni bahwa kegiatan ini merupakan sarana integrasi, pengenalan, dan penggalian kreativitas murid baru sehingga sekolah dapat semakin mendampingi dan mengembangkan bakat-bakat siswa tersebut. Karena melibatkan banyak pihak, pada saat MOS inilah terlihat bagaimana individu di dalam lembaga pendidikan tersebut menghayati visi dan misi dari sekolah tempat ia bekerja. Saat-saat seperti ini menjadi saat paling tepat bagi setiap anggota komunitas sekolah tersebut untuk kembali menggali dan mendalami semangat dasar, visi, dan misi lembaga pendidikan itu, dan menerapkannya baik bagi perilaku diri sendiri, maupun bagi anggota baru yang akan menjadi warga komunitas belajar itu.
Â
Â
Â
Setiap kegiatan, peraturan, dan cara bertindak yang diminta senantiasa berada dalam jalur-jalur yang menjadi ekspresi dari visi dan misi lembaga pendidikan tersebut. Maka, beberapa hal prinsip perlu diperhatikan agar MOS menjadi titik awal anggota baru merasa diterima dalam komunitas belajar yang baru tersebut.
Â
Â
Â
Pertama, MOS semestinya melibatkan seluruh individu yang bekerja dalam lembaga pendidikan tersebut. Sebab, masa orientasi bukanlah terutama masa pengenalan sekolah bagi siswa baru, namun menjadi sarana pendalaman dan pemahaman terhadap visi dan misi sekolah sehingga setiap individu dalam sekolah tersebut mengerti, memahami, dan mau mengarahkan seluruh dinamika kehidupannya di dalam sekolah itu untuk mencapai idealisme sekolah.
Â
Â
Â
Kedua, meskipun melibatkan seluruh individu dalam lembaga pendidikan, kepanitian MOS semestinya digilir secara berurutan sehingga setiap guru pernah mendapat kesempatan untuk mempraktikkan kualitas kepemimpinan lewat momen ini. Pendidikan karakter bermula dari adanya rasa kepercayaan satu sama lain bahwa mereka yang diserahi tugas akan melaksanakan tugas itu dengan sebaik-baiknya. Di sinilah akan terlihat sejauh mana individu dalam sekolah tersebut memiliki visi dan misi pendidikan sebagaimana menjadi ideal sekolah, sejauh mana ia dapat bekerja sama dalam melibatkan seluruh individu di sekolah, termasuk para pengurus OSIS.
Â
Â
Â
Ketiga, MOS merupakan peristiwa pengenalan lingkungan sekolah, pengenalan lingkungan sekolah ini bukan sekedar pengenalan lingkungan fisik, seperti mengenali nama pegawai, guru, karyawan serta tugas-tugas mereka, atau tahu tempat-tempat yang diperlukan jika mereka ingin memanfaatkan fasilitas tersebut, seperti perpustakaan atau laboratorium, melainkan terutama pengenalan akan visi dan misi lembaga pendidikan, yang dijabarkan dalam berbagai macam bentuk kegiatan dan kebijakan sekolah.
Â
Â
Â
Keempat, karena tujuan utamanya adalah penerimaan masuk siswa baru menjadi anggota komunitas sekolah, dinamika pokoknya adalah serius santai. Tindak kekerasan apapun bentuknya, baik secara fisik maupun mental, tidak pernah boleh masuk dalam jadwal ini. Oleh karena itu, para guru dan staf tidak boleh melepaskan acara ini begitu saja pada OSIS sehingga keseluruhan acara mereka yang mengatur. Segala tindakan yang berbau melecehkan, menghina siswa di depan publik yang jauh dari kepantasan, mestinya dijauhkan dari kegiatan ini.
Â
Â
Â
Kelima, selain mengenal lingkungan sekolah baik yang fisik maupun non-fisik, masa pengenalan sekolah juga menjadi sarana agar siswa memiliki rasa kehidupan bermasyarakat (sense of comunity) dengan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, siswa baru juga mesti diperkenalkan pada dinamika sekitar kehidupan sekolah, kultur, dan kesenian yang dimiliki, berbagai macam sarana umum (transportasi, pasar, tempat-tempat seni, dll). Selain itu, program pengenalan wawasan wiyata mandala mestinya mengarahkan siswa untuk dapat memberikan penghargaan pada nilai-nilai budaya lokal sebagai warisan budaya bangsa yang harus mereka jaga dan lestarikan, entah itu berupa hasil-hasil budaya maupun sistem sosial dan norma perilaku yang ada dalam masyarakat.
Â
Â
Â
Jika kelima prinsip tersebut dijalankan dengan baik, MOS dapat menjadi momen penting pendidikan karakter siswa di sekolah yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi siswa di sekolah. Sebuah lingkungan belajar yang mendukung berkembangnya potensi siswa merupakan sebuah keharusan jika sekolah ingin menanamkan pendidikan karakter bagi siswanya sejak awal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H