Al-Quran merupakan kitab suci umat Islam berupa kalam Allah swt. yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Melalui malaikat Jibril, Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Turunnya suatu ayat dalam Al-Quran sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa itu. Di antara ayat-ayat Al-Quran ada yang merupakan jawaban dari suatu pertanyaan atau penolakan terhadap pendapat atau perbuatan.
Sebagai mukjizat terbesar Nabi pamungkas dan penyempurna kitab-kitab terdahulu, Al-Quran sarat dengan hikmah, pelajaran, tuntunan, peringatan, ancaman bagi pelanggar syariat, dan janji-janji Allah yang ditawarkan kepada orang yang taat pada perintah-Nya. Di antara sekian banyak kandungan dalam Al-Quran adalah adanya perumpamaan dan ibarat Allah terhadap suatu kaum atau golongan tertentu. Mengenai hal ini, Allah swt. berfirman dalam surat Az-Zumar ayat 27,
وَلَقَدْ ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِيْ هٰذَا الْقُرْاٰنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ لَّعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَۚ
Artinya : “Sungguh, Kami benar-benar telah membuatkan dalam Al-Qur’an ini segala macam perumpamaan bagi manusia agar mereka mendapat pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 27)
Diriwayatkan dari Al-Baihaqi, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda “Sesungguhnya Al-Quran turun atas lima aspek, yaitu halal, haram, ayat muhkam, ayat mutasyabih, dan perumpamaan. Maka, kerjakanlah hal-hal yang halal, jauhilah perkara haram, ikutilah aturan hukum, berimanlah kepada ayat mutasyabih dan petiklah pelajaran dari perumpamaan.”
Syekh Izzuddin mengakui tentang adanya hikmah perumpaman dalam Al-Quran. Ia menuturkan “Sesungguhnya Allah membuatkan perumpamaan dalam Al-Quran sebagai pelajaran, pengingat dan nasihat yang berisi tentang perbedaan tingkatan pahala, kesia-siaan amal, pujian, celaan, dan lainnya. Semua hal tersebut menunjukkan kepada hukum-hukum Allah swt.”
Orang-orang munafik adalah orang yang gemar merongrong kekuatan Islam dari dalam. Mereka menyamar menjadi muslim, menampakkan keislamannya melalui lisan kepada muslim lainnya. Namun, hati mereka jauh dari Allah swt., ingkar terhadap risalah yang dibawa Nabi-Nya. Allah mensifati keburukan orang munafik seperti orang yang menyalakan api, lalu Allah padamkan api yang menyinari mereka. Dalam surat Al-Baqarah ayat 17, Allah swt berfirman,
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِى اسْتَوْقَدَ نَارًا ۚ فَلَمَّا اَضَاۤءَتْ مَا حَوْلَه ذَهَبَ اللّٰهُ بِنُوْرِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِيْ ظُلُمٰتٍ لَّا يُبْصِرُوْنَ
Artinya : “Perumpamaan mereka seperti orang yang menyalakan api. Setelah (api itu) menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.” (QS. Al-Baqarah: 17)
Allah melukiskan keadaaan orang munafik seperti ayat di atas, mengisyaratkan bahwa mereka tidak mengambil manfaat dari petunjuk dan tanda-tanda kebesaran Allah swt. Hal itu dikarenakan sifat kemunafikan yang bersemi dalam dada mereka. Maka dari itu, Allah swt menghilangkan cahaya keimanan dalam diri mereka.
Allah melukiskan kucuran pahala bagi orang-orang yang rela menginfakkan hartanya di jalan Allah. Dalam surat Al-Baqarah ayat 261, Allah swt berfirman,