Seseorang telah membuka pikiranku dan pandanganmu
yang membuat jarak ini semakin sempit dan meminta waktu yang semakin singkat
bertumpuklah kertas-kertas bertinta yang membagi kisah dunia
yang hanya tersentuh sesaat, dan tatapan melirik
tak tahan dengan kata-kata yang ia sebut politik
dan kita membaca begitu penatnya bumi ini
yang memangku kaki kotor manusia
dan ku harus menemuinya bahkan dengan berbagai muka
untuk menghaluskan sebuah kekacauan
untuk menghibur keadaan yang semakin pahit
apa yang hendak kulakukan dimana yang lain hanya menganalisa
mungkin pena dan tinta ini berbicara
untuk mengusir tangan kotor yang engkau sesalkan
semakin lama ku memandang suram
di balik deret lembar-lembar nyata yang dipertontonkan
tangan-tangan mengepal ke atas menantang pengecut yang tertidur
dan bangunan runtuh terbantai api yang disulut dari kemarahan
akhirnya semua kenyang dengan rasa puasnya benci
semua parau dan memekakkan telinga yang tuli
dan sebenar-benarnya mereka bersumpah
hanya meniup bau busuk sampah
dan sekuat-kuatnya yang terinjak berteriak
tiada acuh mereka kan mengangkat
semakin ku kebingungan
ketika inderaku tak tahu guna
dan hanya mataku yang berkaca,
meminta sekelompok orang mempengaruhiku untuk mencari tahu dan mengajari keberadaan
menjadikan petunjuk untuk ku bersamamu
untuk yang bernurani, yang tak kuasa menahan tangis di hidup yang rapuh
lalu kutundukkan kepala
berganti menatap memahami arti senyum-senyum kecil yang kau renggangkan
yang semakin kelu ketika kau lelah mengadu dan
saat subuh berkabut dan menanti kabar baru
tiada sempat perut terganjal kau menanti sua
mengepal tinju bangunkan si pengecut yang
semakin nyenyak ia dengan dosa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H