Si Otong duduk setelah selesai di sunat dan terima saja di make up biar ganteng kayak pangeran jaman dulu. Tak lama teman-temannya serombongan datang mengucapkan selamat, memasukkan amplop dari uang patungan yang baru dikumpul di tempat parkiran tamu. Jantungnya deg-degan, cewek-cewek kelas bakal datang. Berkali-kali Otong meyakinkan diri bahwa dia memang paling ganteng selama beberapa jam ke depan. Pikirannya campur aduk tak karuan lebih stress daripada pas disunat. Tapi akhirnya Ia kembali tenang setelah teman-temannya senang membantai sate ayam, sate kambing ,soto, kambing guling, rendang, rawon, gulai, siomay, bakso malang, pecel, semangka, melon, , anggur, es krim, pudding, soft drink, es campur, dawet,es bensin, perta max, bensol, avtur…..
Semua senang, semua kenyang! Tapi seorang teman Otong tampak kebingungan, dari tadi memegang piringnya saja,belum makan juga, tengok sana sini, lalu bertanya :
“ Tong? Kursinya mana yaaa? “
Otong kaget mendengar pertanyaan itu, malu ada penyajian kondangan yang tak memuaskan, dan bingung juga kenapa tidak ada kursi. Dia lalu jawab sekenanya : “Kayaknya makan tuh pake sendok ma garpu deh? Bukan pakai kursi..?!?Teman Otong lalu mengangguk-angguk pura-pura mengerti.
Di kampung sebelah lain lagi. Akad nikah sudah selesai, ritual sungkem meninggalkan cucuran deras air mata.
“Semoga jadi keluarga bahagia ya nak…” begitu doa dari sana-sini. Pasangan pengantin menjadi semakin yakin akan menjalani kehidupan barunya dengan baik sampai maut memisahkan. Lalu tak lama pembawa acara mengumumkan bahwa tiba saatnya acara ramah tamah. Semua tamu tersenyum lebar, apalagi ketika grup penyanyi dangdut sudah bersiap untuk tampil.
“Mari kita meriahkan… buat pasangan berbahagia ini…”
Kemudian biduan cihui itu ambil suara.
Selama beberapa jam lagu-lagu terus berdendang. Tamu senang. Sejauh ini liriknya masih nyambung sesuai soundtrack pesta perkawinan. Tapi, mendadak grup musik kehilangan stok lagu. Mendadak pula tema lagu banting stir! Dengan pedenya di acara pernikahan, mereka menyanyi kelakuan kucing garong, kamu ketahuan… pacaran lagi… malam ini malam terakhir bagi kita… bang thoyib.. kenapa tak pulang pulang… lelaki buaya darat, bang sms siapa ini bang? Jaka sembung!!Mau nyumpahin pengantennya?
Goyangan dangdut terus berlangsung dari siang, menjelang malam, sampai tengah malam. Tabrak terus, dan semakin ga jelas. Entah lagu tema senang, sedih, terus saja goyang-goyang. Lagu patah hati, dikhianati, perceraian, jogged-jogged juga. Gak yang nyanyi, yang goyang, kagak mikir korelasi. Semua sudah kagak sadar, termasuk pengantinnya yang jadi tuan rumah. Semua mabuk, belum lagi kalau benar ada minuman keras yang diam-diam dibeli mumpung ada hiburan asik, lengkap sudah! Naudzubillah min dzaliik…
Acara berikutnya agak kelas menengah. Bisa perhatikan dan amati di kota-kota besar saat bulan Ramadhan. Seolah tidak makan berhari-harii, puasa 12 jam harus digantikan dengan minuman pembuka kelas super, makanan inti isi daging semua, ditutup segala macam dessert yang bikin perut justru tambah pusing. Bermuncullan even buka bersama pejabat ini itu, sahur bersama petinggi ini lah, tapi khusus kalangan sendiri. Dengan harga melangit dan style gaya barat.
Semua sudah anggap dengan sedikit kebarat-baratan jadi trend maka akan menaikkan gengsi. Standing party, macam-macam makanan dari sabang sampai merauke, miangas sampai rote. Banyak masyarakat kita menyelenggarakan acara seperti di atas, resepsi pernikahan dengan musik dangdut semalam suntuk, katanya biar semua terhibur dan senang, seolah sebagai ungkapan rasa syukur kebahagiaan pasangan pengantin. Wong Deso yang berharap ke Barat-baratan…
Budaya hambur-hambur ria di tengah kemiskinan yang mencekik sangat sering ditayangkan televisi. Anehnya, sebagian masyarakat masih belum sempat mengelus dada pada pesta hura-hura tersebut. Mereka telaten menyimak dimana pakaian dibeli, perancang, tamu artis yang datang, mas kawin, gaun siang, gaun malam.. Ini mungkin yang disebut rekreasi ruhani?.
Rasa syukur mengalami perubahan makna. Sangat disayangkan, sebagian masyarakat kurang mengerti bentuk rasa syukur seperti apa, bagaimana jalan mengungkapkannya, sehingga semua menjadi doa agar kenikmatan yang diberikan Yang Maha Rahman tidak terputus. Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang lalai, dan menjadi orang yang selalu mengingat karuniaNya
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H