Mohon tunggu...
Asri Ismail
Asri Ismail Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) angkatan 09. Saat ini,bergabung di lembaga kuli tinta, LPPM PROFESI UNM.Selain itu, juga menjabat sebagai ketua Umum di HIMAPRODI PBSI FBS UNM 2011-2012 My Blog : http://www.asriismail.com/ Media Online : http://kataindonews.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ayah (Sebuah Gejala Kebahasaan)

31 Agustus 2015   23:31 Diperbarui: 31 Agustus 2015   23:31 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini ada virus pergaulan yang menyerang remaja Makassar, munculnya istilah “Ayah” yang kerap dijadikan sebagai goyunan para anak muda dalam komunikasi sehari-hari menjadi trending topik di berbagai media lokal. Kata Ayah yang diiukuti sejumlah morfem lain yang berbentuk klausa maupun kalimat  yang bersifat kontekstual menarik perhatian para penggiat sosial media (Sosmed) hingga dijadikan sebagai bentuk percakapan informal.

Dan kata-kata itu pun disampaikan menggunakan khas dialek Bugis-Makassar. Yang menarik sebenarnya lantaran leksem atau kata tersebut dikolaborasikan dengan gambar ataupun ilustrasi yang menampilkan sosok laki-laki yang bergaya perempuan, di Makassar kita kenal dengan sebutan bencong alias banci. Beberapa sumber mengatakan, asal muasal kata ini memang berasal dari kalangan waria.

Meski hingga saat ini, belum jelas siapa yang pertama kali memperakarsai kata tersebut hingga menjadi fenomenal. Misalnya Bampaka Ayah, Kunci leherka Ayah, atau Ayah Bunuhma Takkala Hancurma, Mauka ke Jakarta Ayah karena Makassar Tidak Aman. dan masih banyak lagi berhamburan di berbagai jenis media sosial dan jejaring sosial. Kalimat seperti itulah yang kemudian dikreasikan dalam bentuk Meme.

Perlu diketahui, Meme disini diartikan sebagai seni mengelola pesan digital. Kamus Merriam-Webster mendefinisikannya sebagai sebuah ide, kebiasaan atau gaya yang menyebar dari orang ke orang dalam suatu budaya. Tujuannya selain sebagai bahan hiburan ada juga yang sifatnya sebagai bentuk kritik terhadap kondisi sosial dan budaya saat ini.

Maraknya Meme seperti itu, membuat penyebutan Ayah menjadi hal yang menjijikan dikarenakan dikemas dengan ilustrasi seorang banci seksi yang menyertai ujaran “Ayah”. Baik dalam proposisi dan tuturan pada sturuktur kalimat  yang ada. Lihat saja dari sejumlah meme yang ada, kata Ayah menjadi unsur yang paling ditonjolkan dalam klausa atau kalimat. Dalam tinjauan Sintaksis, Ayah ditempatkan sebagai kata pembentuk utama pada konstruksi strukur bahasa.

Kata Ayah diposisikan sebagai subjek yang pasif. Misalnya, Ayah, Bakarma saja (Ayah, bakar saja saya) Ayah kunci leherka (Ayah tolong kunci leher saya). Kedua klausa tersebut terindetifikasi mengadung unsur predikatif yang memberikan kebebasan subjek berbuat apa saja. Keduanya juga bisa berfungsi sebagai kalimat imperatif, yang memerintahkan subjek.

Terlepas dari  tujuan utama dari lahirnya panggilan ayah di kalangan pemuda. Ada hal yang menimbulkan keperihatinan bagi penulis, sadar atau tidak, kata Ayah berimplikasi negatif, sehingga mengalami pergeseran makna. Hal ini sangat bertentangan dengan arti sebenarnya pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi keempat, Ayah memiliki makna bahwa orang tua kandung laki-laki; Kata sapaan kepada orang tua laki-laki. Begitu pula dalam tinjauan Semantik, kata Ayah bisa diselidiki dari makna gramatikal dan leksikal.

Secara gramatikal, kata ini belum mengalami proses gramatikal masih berupa kata dasar. Tetapi karena mengalami penambahan leksem akibatnya terjadi pemajemukan misalnya dalam klausa Bampaka Ayah, kalau tidak disayangma (Pukul saya Ayah, kalau memang saya sudah tidak disayang) jika ditafsirkaan secara umum, kita menangkap makna bahwa ada seorang anak yang meminta dipukul oleh Ayahnya. Pengaruh asosiatif kalimat menyebabkan nilai rasanya yang berbeda karena ada
Sesuatu yang berada di luar bahasa, yang dimaksud adalah gejala ujaran yang terjadi. Ayah diartikan sebagai panggilan sayang untuk seorang kekasih yang diperuntukkan bagi kaum laki-laki sehingga Ayah mengalami peyorasi (penurunan makna). Akan tetapi, jika menggunakan kacamata gramatikal bebas maka maknanya sudah tepat dikarenakan pengaruhi dengan kondisi budaya yang ada di Makassar. Sementara secara leksikal, Ayah dianggap sebagai suatu keutuhan yang berdiri sendiri, maknanya secara lepas di luar konteks yang mengikutinya (struktur klausa atau kalimat), berarti sama dengan makna yang ada pada KBBI.

Sementara  pada tinjauan Pragmatik, misalnya kalimat berikut,  di Bandarama Ayah mauka ke Jakarta, Makassar tidak aman. Kalimat kausalitas tersebut masih menggunakan kata Ayah dalam teks sebagai bentuk kritik atau perlawan terhadap kondisi yang dihadapi. Jika ditelisik dalam perspektif Pragmatik, kalimat tersebut berupa tindak perlokusi yang impilikaturnya berupa ketidaksenangan tinggal di Makassar, dengan praanggapan bahwa Makassar tidak aman. Ayah dalam hal ini sebagai suatu deksis, dimana maknanya mengalami perubahan secara leksikal.

Seperti dikatakan dalam buku Cahyono (1995) mendefinisikan deksis sebagai suatu cara yang dipakai untuk mendeskripsikan makna yang diacu oleh penutur dan pengaruh situasi pembicaraan.  Pragmatik bagi Kridalaksana salah satu tokoh linguistik Indonesia mengatakan pragmatik diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi. Seperti penempelan-penempelan kata Ayah dalam kalimat.

Dalam tinjauan Sosiolinguitik, dikenal dengan nama bahasa prokem atau bahasa gaul. Hampir diseluruh lingkup pendidikan yang ada wilayah Makassar terutama anak sekolahan dan mahasiswa teridentifikasi gemar memakai tuturan itu, diolah dengan maksud menciptakan ruang-ruang yang bersifat lelucon, kritik, dan sajian kalimat yang memainkan kata Ayah dalam pelbagai bentuk tuturan sehingga menjadi sesuatu yang menarik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun