Mohon tunggu...
Asri Dwi Chandra
Asri Dwi Chandra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Psikologi Profesi, Universitas Muhammadiyah Malang

Orang-orang biasa memanggil saya dengan panggilan Chandra/Chan. Saya besar dan tinggal di pulau Lombok NTB. Hobi saya adalah traveling dan saya sangat senang melihat pantai.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa Dampak Psikologis Korban Kanjuruhan?

19 Desember 2022   13:48 Diperbarui: 21 Desember 2022   15:41 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah kita mengenal apa itu trauma maka kita bisa mengetahui bahwa peristiwa tragedi Kanjuruhan banyak menimbulkan trauma mendalam bagi para korbannya. Korban tragedi Kanjuruhan merasa berada pada kondisi yang sangat tidak tenang, merasa sangat takut, kegelisahan yang tidak berkesudahan. Selain itu, para korban pun menjadi mudah mengalami panik. 

Serangan-serangan panik melibatkan reaksi kecemasan yang intens disertai dengan simptom-simptom fisik, seperti jantung berdebar-debar, nafas cepat, nafas tersengal-sengal atau kesulitan bernafas, berkeringat banyak dan rasa lemas serta pusing. Gejala-gejala yang muncul pada korban tragedi Kanjuruhan ini menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) masuk dalam klasifikasi Acute Stress Disorder (ASD).

Apa itu Acute Stress Disorder?

ASD (Acute Stress Disorder) dalam APA (American Psychiatric Association, 1994) didefinisikan sebagai sebuah reaksi post-traumatic yang terjadi 2 minggu sampai 1 bulan atau lebih. ASD terjadi karena adanya kecemasan dan stres yang disebabkan oleh pengalaman traumatis seperti bencana. Ketika individu mengalami suatu tragedi yang mengakibatkan traumatis dan gejala traumatis tersebut terjadi dalam waktu 48 jam pertama maka dapat dinilai Acute Stress Respon (ASR) dan bila gejala terus berkembang selama 3 hari hingga 1 bulan pertama maka dapat dinilai Acute Stress Disorder (ASD). Ketika gejala tetap terjadi terus menerut selama 4 hingga 12 minggu maka akan masuk klasifikasi Post Traumatis Stress Disorder (PTSD). Dari pemaparan diatas sesuai waktu atau durasi terjadinya tragedi hingga munculnya gejala gejala trauma pada korban, maka didapatkan hipotesis bahwa korban tragedi Kanjuruhan mengalami Acute Stress Disorder (ASD) dan bisa berkembang menjadi Post Traumatic Sindrom Disorder (PTSD) jika gejala traumatic tersebut tidak menghilang dan terus berkembang hingga 1 bulan atau lebih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun