Mohon tunggu...
Asri Dwi Chandra
Asri Dwi Chandra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Psikologi Profesi, Universitas Muhammadiyah Malang

Orang-orang biasa memanggil saya dengan panggilan Chandra/Chan. Saya besar dan tinggal di pulau Lombok NTB. Hobi saya adalah traveling dan saya sangat senang melihat pantai.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa Dampak Psikologis Korban Kanjuruhan?

19 Desember 2022   13:48 Diperbarui: 21 Desember 2022   15:41 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebelum masuk kedalam pembahasan, kita membahas mengenai ilmu filsafat. Ilmu filsafat sangatlah luas dan beragam, salah satu aliran filsafat adalah pragmatisme. 

Pragmatisme berasal dari kata bahasa yunani yaitu pragma yang berarti tindakan, perbuatan. Aliran pragmatisme adalah aliran yang bersedia menerima segala hal, asalkan hal tersebut berakibat baik atau berguna. Pada proses pendidikan, pragmatisme bertujuan memberikan pengalaman empiris kepada pelajar sehingga terbentuk suatu pribadi yang belajar dan berbuat (learning by doing). 

Dalam pandangan filsafat pragmatisme, pelajar memiliki akal dan kecerdasan, artinya pelajar secara naluriah dan amaliah memiliki kecenderungan untuk terus berkreatif dan dinamis dalam perkembangan zaman. 

Maka dalam pembelajarannya, pendidikan pragmatisme selalu menekankan pada pengalaman hidup dan cara menghadapi masalah dimanapun peserta didik itu tinggal, agar nantinya para pelajar dapat berfikir kritis dan berhasil beradaptasi dengan perubahan-perubahan kehidupan dunia. Seperti penelitian yang akan dilakukan dengan mengangkat judul "Pengungkapan pengalaman traumatis korban tragedi Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Jimur".

Seperti yang kita ketahui tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada tanggal 01 oktober 2022 dimana saat ini sedang berlangsung pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya. 

Hasil pertandingan ini mendapatkan skor 2 untuk Arema FC dan skor 3 untuk Persebaya Surabaya. Selanjutnya menurut pemaparan Irjen Nico Afinta yang saat itu menjabat sebagai Kapolda Jawa Timur menjelaskan kronologi tragedi Stadion Kanjuruhan Malang ketika melakukan konferensi pers di Polres Malang pada hari Rabu, 02 Oktober 2022.  Para pendukung Arema FC yang tidak terima dengan kekalahan tim yang didukungnya merangsek ke dalam lapangan. Akan tetapi ada satu sisi pemberitaan yang disalurkan dari mulut ke mulut yang mengatakan supporter Arema masuk kedalam lapangan bukan untuk melakukan penyerangan, akan tetapi supporter masuk kedalam lapangan untuk memberikan dukungan kepada tim Arema yang telah kalah dalam pertandingan yang ternyata salah diartikan oleh petugas kepolisian. Akan tetapi fakta ini belum jelas adanya serta sedang disuaranya oleh supporter Arema. 

Petugas kepolisan yang memahami aksi supporter tersebut akan membahayakan pemain dan yang lainnya karena jumlah penonton yang terlalu banyak hingga petugas kepolosian kewalahan menangani mereka memutuskan untuk menembakkan gas air mata untuk memukul mundur para supporter. Karena lemparan gas air mata yang dilemparkan kearah tribun penonton membuat banyak penonton mengalami kepanikan akibat dari efek gas air mata tersebut. Penonton banyak yang merasa sesak nafas, mata perih dan mengalami serangan panik.

Banyaknya para supporter yang ingin menghindari efek gas air mata menyebabkan kondisi tribun tidak kondusif. Para supporter berusaha untuk keluar dari pintu 3, 10, 11, 12 dan 14 dan dalam waktu 5 menit pintu stadion dibuka namun tidak sepenuhnya hanya berukuran sekitar 1,5 meter. Ditambah, dengan adanya tegakan besi melintang setinggi 5 sentimeter yang dapat mengakibatkan suporter menjadi terhambat saat melewati pintu tersebut. Para supporter yang berusaha untuk keluar dari tribun untuk menyelamatkan nyawa mereka mengakibatkan supporter yang lemah langsung jatuh terinjak-injak hingga mengalami patah tulang serta mengalami sesak nafas dan kehilangan oksigen ditambah proses evakuasi yang berjalan cukup lama hampir sekitar satu jam menyebabkan korban yang sudah lemah tidak dapat mempertahankan diri dan meninggal dunia dan korban yang berhasil selamat mengalami trauma akan kejadian yang terjadi malam itu.

Berdasarkan kronologi diatas, digambarkan bahwa supporter yang berhasil selamat mengalami trauma mendalam, oleh karena itu kita perlu mendalami gambaran trauma yang dialami korban seperti apa. Nahhhh sekarang sebelum masuk dalam penjelasan mengenai gambaran pengalaman trauma korban tragedi Kanjuruhan, lebih baiknya kita mengenal terlebih dahulu apa itu trauma.

Trauma menurut KBBI berarti keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani. Trauma muncul atau terjadi dalam diri seseorang karena pernah mengalami sebuah peristiwa trumatis yang membuat jiwanya tergoncang disertai dengan sulitnya menerima kejadian buruk tersebut menjadi bagian dari hidupnya. 

Menurut Caruth (2016) juga mengemukakan bahwa trauma merupakan rekaman ingatan di masa lampau yang berisikan peristiwa traumatis yang membentuk memori yang bersifat kompleks dan cara kedatangannya yang tiba-tiba menjadikan suatu rangkaian peristiwa tersebut belum bisa dan sulit diterima sepenuhnya menjadi pengalaman hidup.

Setelah kita mengenal apa itu trauma maka kita bisa mengetahui bahwa peristiwa tragedi Kanjuruhan banyak menimbulkan trauma mendalam bagi para korbannya. Korban tragedi Kanjuruhan merasa berada pada kondisi yang sangat tidak tenang, merasa sangat takut, kegelisahan yang tidak berkesudahan. Selain itu, para korban pun menjadi mudah mengalami panik. 

Serangan-serangan panik melibatkan reaksi kecemasan yang intens disertai dengan simptom-simptom fisik, seperti jantung berdebar-debar, nafas cepat, nafas tersengal-sengal atau kesulitan bernafas, berkeringat banyak dan rasa lemas serta pusing. Gejala-gejala yang muncul pada korban tragedi Kanjuruhan ini menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) masuk dalam klasifikasi Acute Stress Disorder (ASD).

Apa itu Acute Stress Disorder?

ASD (Acute Stress Disorder) dalam APA (American Psychiatric Association, 1994) didefinisikan sebagai sebuah reaksi post-traumatic yang terjadi 2 minggu sampai 1 bulan atau lebih. ASD terjadi karena adanya kecemasan dan stres yang disebabkan oleh pengalaman traumatis seperti bencana. Ketika individu mengalami suatu tragedi yang mengakibatkan traumatis dan gejala traumatis tersebut terjadi dalam waktu 48 jam pertama maka dapat dinilai Acute Stress Respon (ASR) dan bila gejala terus berkembang selama 3 hari hingga 1 bulan pertama maka dapat dinilai Acute Stress Disorder (ASD). Ketika gejala tetap terjadi terus menerut selama 4 hingga 12 minggu maka akan masuk klasifikasi Post Traumatis Stress Disorder (PTSD). Dari pemaparan diatas sesuai waktu atau durasi terjadinya tragedi hingga munculnya gejala gejala trauma pada korban, maka didapatkan hipotesis bahwa korban tragedi Kanjuruhan mengalami Acute Stress Disorder (ASD) dan bisa berkembang menjadi Post Traumatic Sindrom Disorder (PTSD) jika gejala traumatic tersebut tidak menghilang dan terus berkembang hingga 1 bulan atau lebih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun