Mohon tunggu...
asri istiqomah
asri istiqomah Mohon Tunggu... -

Saya seorang perempuan yang suka menulis dan membuat kerajinan tangan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kontroversi Status Pribadi di Jejaring Sosial

8 Juni 2012   03:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:16 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun maksud dibuatnya berbagai situs jejaring sosial sebenarnya adalah sarana untuk berkenalan satu dengan yang lain, membentuk komunitas, serta menyatukan banyak orang (minimal dalam jamaah pesbuk). Ya, meski tidak semua orang di pesbuk itu sama tujuan dan visi misi (ceileeeh kayak organisasi aja ^^) antara satu dengan yang lainnya. Ada yang tujuannya menambah sahabat, ada yang pengen bisnis (penulis nyindir diri sendiri neh ^^), ada yang ingin menemukan sahabat lama, ada yang pengen cari sensasi (bikin status gila-gilaan sampai gila sendiri), ada yang pengen jadi artis (unggah video lipsinc ala Sinta Jojo trus di share di mana-mana), ada yang pengen menang lomba (lomba cerpen suruh nge-tag minimal 20 orang …hi hi hi sopo sing sukanya ikut yang kayak gini … hayo ngaku ^^), ada juga yang pengen dakwah (statusnya biasanya hadits dan Al Qur’an. Lha yang statusnya gak hadits dan qur’an berarti gak dakwah dong … hi hi embuhlah).

Nah, dengan semakin banyaknya teman di pesbuk kita atau follower di twitter kita, maka semakinplural-lah latar belakang para pengguna perbuk itu. Dan semakin plural maka semakin beragam dan bervariasilah tujuan-tujuan para penggunanya. Dan, semakin bervariasi tujuan para pengguna pesbuk maka semakin bervariasi tampilan dan gaya orang berpesbuk. Ada yang statusnya lempeng-lempeng aja, ada yang statusnya heboh, ada yang statusnya sedang-sedang aja (kalau sedang heboh ya heboh, kalau sedang lempeng ya lempeng hi hi becanda), ada yang sukanya unggah foto-foto pribadi (mulai dari rumah pribadi, motor pribadi, kucing pribadi, sampai suami atau istri pribadi ^^), ada yang sukanya nge-tag produk bisnisnya sampai menuh-menuhin wall (ishhh, kadang sebel hi hi), juga banyak yang bikin kampanye coblos ini dan itu, eh ketinggalan … ada juga yang sukanya nge-tag lomba ini dan itu tapi gak pernah menang he he becanda, harus tetap semangat dong! Cahyo eh ... Chayo!!!

Nah kan, emang ribet dan hiruk pikuk dunia ini. Udah hiruk pikuk karena banyaknya pengangguran, rumah kumuh, gelandangan, eee masih ditambah dumay yang ikut hiruk pikuk juga. Rasanya mau jedotin kepala, tapi gak jadi deh, masih baru soalnya. Lho???
Ah, ketimbang ngalor ngidul gak jelas, kayaknya harus fokus lagi nih! Oke lanjutkan!!! (gaya SBY, tapi suerrr saya bukan kader partainya koq. So, jangan ikut-ikutan dihajar ya ^^).

Karena orang-orang di pesbuk itu sangat plural, jelas gak mungkin kan kita paksa jadi 1 pola. Ini bukan karena melanggar HAM dan sebagainya, tapi ini murni karena menurut logika gak mungkin manusia disamakan. Satu bapak satu ibu aja beda pendapat tentang makna rumah yang bagus, satu guru satu ilmu aja beda cara praktekinnya, satu lingkaran (lingkaran opo iki?) aja beda tipe ideal calon suami/istrinya—soale nek sama iso rebutan he he. Apalagi ini, lima ribu bapak lima ribu ibu (perhatian! 5000 adalah standar maksimal pertemanan di pesbuk), lima ribu otak lima ribu ide, ratusan daerah dan suku bangsa, 5 agama yang berbeda (misalnya di pesbuk kita berteman dengan berbagai agama), ada yang lulusan SD ada juga yang S3, ada yang pernah ke Korea ada juga yang baru mimpi ke Korea (iki maksude opo tooooh?). Maka, logikanya, dapatkah semua itu dijadikan 1 pola? Jawabnya; TIDAK!!!

Selanjutnya, perbedaan latar belakang rupanya menjadi salah satu sebab bedanya cara komunikasi di antara manusia (tengak tengok anak-anak komunikasi nih). Begitu yang disebutkan dalam berbagai teori komunikasi (teori yang kupakai untuk skripsiku “Komunikasi Multikultural”). Perbedaan latar belakang ini seperti sudah disebutkan di atas, seperti perbedaan keluaraga (cara pendiidkan keluarga), daerah, suku bangsa, agama, dan geografis. Contoh kecilnya bahasa jawa. Orang di Solo pake bahasa jawa dan biasanya logatnya halus (pake kata-kata “ngapunten, nggih, sendiko dawuh Kangmas”), perhatikan dengan bahasa jawa daerah barat Purbalingga, Kebumen, Cilacap, de el el. Bahasa jawa ngapak biasanya logatnya lebih keras ketimbang logat Solo-Jogja (kayak Bus Sumber Kencono wae ^^). Atau kita beralih ke jawa Timur, di sana bahasa jawanya amat keras dan tegas … eh, jangan salah bukannya mereka galak-galak, hanya saja kultur di sana berbahasa yang ceplas ceplos. Jika kita mengamati, kita pasti tahu bahwa secara bahasa saja sudah dari sono-nya beda.

Contoh yang lebih kecil deh. Saya dan suami dibesarkan dalam dua keluarga yang berbeda. Sejak kecil saya dididik dalam keluarga saya dengan cukup disiplin dan banyak peraturan. Contohnya makan tidak boleh berdiri, tidak boleh teriak-teriak, tidak boleh lari di dalam rumah, tidak boleh kaki di atas meja, tidak boleh menampakkan kemesraan suami istri di luar kamar, seperti lihat tv sambil duduk bersandar berdua, atau cium kening saat mau pergi atau panggilang “sayang” itu haram dilakukan di luar kamar (jadi bolehnya di kamar saja). Sebaliknya, suami dididik dengan kebalikannya (mungkin karena tinggal di kota), jadi terbiasa dengan suara keras atau panggilan sayang di mana-mana. Perbedaan ini jelas membuat kami harus saling toleran. Saya yang awalnya cukup risih dipanggil sayang akhirnya terbiasa. Suami yang suaranya cukup besar jika di rumah saya belajar untuk memperkecil suara. Begitulah, toleran itu kuncinya.

Begitu pula ketika kita menghadapi yang namanya jejaring sosial aka pesbuk dan twitter. Di sana banyak orang, banyak latar belakang, banyak pemikiran, banyak ideologi, banyak kepentingan. Kita tidak bisa memaksa semua orang sama seperti kita, sama seperti idealnya diri kita. Kecuali jika memang kita menginginkan yang seragam, tentu kita bisa memilih teman-teman pesbuk yang seragam dengan kita. Itu hak kita.

Namun, jika kita berniat untuk dakwah, gak mungkin kan kita Cuma berteman dengan orang-orang yang sevisi dengan kita. Namanya bukan dakwah. Karena dakwah itu untuk orang-orang yang belum sevisi dengan kita, dan berbagai orang yang beda-beda tadi justru adalah objek dakwah yang potensial. Kita bisa berdakwah kepada mereka. Gratis, tanpa harus bikin buletin, tanpa harus bikinin pengajian akbar, bahkan tanpa harus bertatap muka. Itulah kelebihan jejaring sosial untuk dakwah kita.

Apalagi dakwah kedepan tidak cukup disokong oleh orang-orang yang sevisi dengan kita. Dakwah memajukan Indonesia harus disokong oleh banyak pihak, juga yang diluar dari komunitas kita. Untuk itulah mengapa kita harus mempunyai situs jejaring sosial sebagai media dakwah kita, mengingat kita belum bisa mempunyai media lain seperti TV atau koran. Itulah mengapa kita ditargetkan menyerbu pesbuk dan twitter, serta menjalin persahabatan dengan banyak orang. Siapa saja. Karena itu modal perjuangan kita.

Lalu apakah kita harus jadi orang populer di dumay? Jawaban saya: IYA! Sengaja saya tidak pake kata artis atau selebritis karena biasanya mengarah ke dunia entertainmen. Sedang maksud saya dengan orang populer itu adalah orang yang dikenal banyak orang. To the poin aja, dalam dunia dakwah, semakin orang dikenal, semakin banyak orang yang mengikutinya atau sekedar mendukungnya atau bahkan minimal tidak menyudutkan dakwahnya. Tentu untuk urusan ini dikenalnya dalam hal yang baik, tidak sekedar terkenal karena heri alias heboh sendiri.
Lalu bagaimana dengan urusan privasi dan urusan publik? Apakah baik urusan privasi/pribadi dimuat di ruang publik? Untuk itu mari kita lihat seksama. Apa itu urusan pribadi? Coba sebutkan! Mandi, tidur, sholat, sholat tahajud, sholat dhuha (biasanya ini yang banyak distatuskan hi hi ), sedekah, harta, rumah, motor, mobil, sakit, kematian, hobi, kerjaan, sekolah, bisnis, kucing atau piaraan, makan, sex, keintiman suami istri, apalagi ya … itu dulu deh. Nah sekarang apa itu urusan publik? Pajak, politik, korupsi, hukum, jalan raya, rumah sakit, presiden, menterinya, polisi, de el el.

Nah, sekarang mari introspeksi masing-masing diri, banyakan mana yang kita status di pesbuk dan twitter kita. Sedikit aja contohnya, silakan coret yang tidak sesuai dengan jawaban anda:
“Alhamdulillah, sesudah Dhuha lega rasanya … ayo sahabat ikut dhuha.” (pribadi/publik)
“ini rumahku lho *unggah foto rumahnya*” (Pribadi/publik)
“Dijual Hp merek BB palsu, sudah rusak semua, tinggal kartunya. Bermina? Hub xxxx” (pribadi/publik)
“Tolong doakan saya sedang sakit. Tolong doakan orang tua saya yang sedang sakit, dll” (pribadi/publik)
“Seharusnya Presiden SBY turun!” (Pribadi/publik)
“Ini kucingku yang lucu dan nggemesin, kalau aku gak lihat dia sehari aku gak bisa tidur *unggah foto si kucing lucu*” (pribadi/publik)
“Sayang, cintaku oh my love kutunggu di rumah. Udah kangen berat nih, maklum aku gendut hi hi.*status untuk suaminya*” (Pribadi/publik)
“Aku dan suami sedang tanam padi. Tapi sayangnya kita gak di sawah, kita lagi di pantai *unggah foto berduaan sambil pegangan tangan dan saling menatap*” (pribadi/publik)
“Aku dan suami di myeongdong. Hasil editan si Jolie *unggah poto editan di Korea. Hi hi hi ini aku banget*” (Pribadi/publik)
“ini hobiku yang sekarang jadi bisnis. Silakan dibeli. *Unggah foto suvenir. Trus ditag kemana-mana*” (pribadi/publik)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun