Semua adalah tanggungjawab penguasa. Semua bantuan standarnya kelayakan. Wajib mengerahkan segala kemampuan. Memobilisasi bantuan hingga korban mendapatkan kembali hak-haknya secara layak. Cepat, tepat dan tanpa berhitung rugi-laba.
Dan yang istimewa, Islam memandang bencana sebagai peringatan dari Allah SWT akan dosa-dosa. Penguasa Islam tidak sekadar menyatakan status keprihatinan. Atau sibuk berhitung untung-rugi dalam penanganan bencana. Tetapi menyerukan warganya agar bertaubat. Sebab, bencana bukan sekadar fenomena alam, tapi juga pertanda banyaknya maksiat.
Bukan menuduh warga Lombok, tetapi kemaksiatan secara umum di Nusantara ini. Warga Lombok hanyalah korban. Kebetulan saja Allah memilih Lombok sebagai pengingat. Terlebih, memang harus diakui. Dekade ini, wisata Lombok menggeliat.
Apa yang selalu lekat dengan industri wisata? Industri maksiat. Hiburan malam. Miras. Aurat. Semua itu bukan pemandangan asing lagi di Lombok yang dulu perawan. Boleh jadi ini teguran Sang Penguasa Alam untuk direnungkan. Wisata yang digadang-gadang mendulang devisa, jangan-jangan malah mengundang bencana, jika tak dikelola dengan aturan-Nya. Jadi, tak perlulah meratapi kelumpuhannya. (*)
Bogor, 21 Agustus 2018
Kepsen:
Foto 1: Turis asing siap-siap meninggalkan Lombok. Sumber: Kumparan.com.