Dunia terkejut Trump melenggang jadi PresidenAmerika Serikat. Mempermalukan lembaga survey dan media di sana, yangsebelum-sebelumnya selalu memenangkan Hillary Clinton. Ironisnya,kemenangan ini disambut kemarahan rakyat Amerika. Kalau kita nontonyoutube, banyak yang upload video seperti ini: pemirsa yangmembanting atau menghancurkan televisi layar datarnya begitupenghitungan suara memenangkan Trump.
Sementara di jalanan, demo pun pecah danmeluas di berbagai pelosok Amerika Serikat. Baru kali ini dalamsejarah Amerika Serikat, presiden pilihan demokratis rakyatnya, didemo. Ditolak. Lah, katanya suara terbanyak, harusnya terima apapun hasilnya. Kan, katanya suara rakyat suara Tuhan. Ini di negara palingmapan berdemokrasi, loh. Kok gini? “It's not fair,” keluh Trump.
Itulah lucunya demokrasi. Memberi jalan kekuasaan pada sosok yang dibenci. Apa karena Trump banyak duit? Mosok sih, orang Amerika Serikat bisa dibeli? Malu, dong ya. Katanya negara paling maju demokrasinya di dunia. Masak macam orang sinisaja, yang dikasih kaos sudah pasti mau nyoblos. Eh, tapi ini tidakakan membahas soal money politics.Karena soal itu sering dibilang mirip (maaf) kentut hihihi....ada baunya tapi nggak ada buktinya.
Mulai move onsaja, setelah Trump jadi presiden,what next?Mengapa dunia tampak tak menghendakinya? Apalagi dunia Islam, mengapaketar-ketir? Mengapa dia menjadi pemenang yang tak dirindukan? Trump dalam berbagai pernyataannya memang menunjukkan sosok yang vulgar menyatakan anti-Islam dan anti ras lainnya.
Nada ocehannya juga menghina dan merendahkan. Ia menghina Islam sebagai pembuat masalah. Mau mengawasi dan menutup masjid. Mau melarang orang Islam masuk AS. Menendang para imigran (termasukmuslim). Menghina imigran Meksiko sebagai kriminal dan akan membangun tembok di perbatasan. Akan mendeportasi etnis Hispanik. Seringmenghina wanita, bahkan diduga melecehkannya.
Pernyataan-pernyataan nylekitnya itu dikhawatirkan akan menimbulkan masalah. Memicu konflik antara muslim dengan nonmuslim, antara dunia Barat dan Timur, antara AS dengan berbagai negara. Makanya, sampai ada yang memprediksi bakal pecah perang dunia ketiga kalau Trump dibiarkan. Anehnya, kembali ke pertanyaan, mengapa Trump menang? Yaah, kalau pemilunya digelar di seluruh dunia, pasti Trump tidak terpilih. Karena warga dunia benci dia. Masalahnya, yangmemilih dia adalah warga AS. Benarkah warga AS membencinya? Ternyatakan, tidak.
Bisa jadi, Trump justru pemimpin impian warga Amerika Serikat sendiri. AS merindukan sosok American tulen. Pemimpin bergaris keras yang gentleman mengklaim sebagai musuh Islam. Sekuleris sejati. Liberalis fanatik. Bukan berwatak “serigala berbulu domba” yang tidak berani menunjukkan keserigalaannya secara vulgar, seperti gaya presiden sebelumnya.
Maka, slogan make America great again yang diusungTrump cukup membakar. Bahkan, di dada para pembenci Trump sekalipun, mereka lebih mencintai Amerika di tangan serigala, dibanding (maaf), di tangan perempuan. Mengapa? Memimpin Amerika sama dengan memimpin dunia. Mereka tak rela kekuasaan yang sedemikain besar, luas dan hebat ini ditahbiskan di pundak perempuan (bahkan, 54 persen perempuan memilih Trump, saya tulis di artikel lain).
Trump adalah simbol sejati pejuang ideologi sekuler. Tegas memusuhi pihak-pihak yang memusuhi gagasan liberalnya. Terutama, memusuhi Ideologi Islam sebagai rival beratnya, setelah ideologi sosialisme tak lagi bertaji. Apalagi diprediksi ideologi Islam ini segera bangkit. Inilah yang dirindukan Amerika.
Contoh nyata --pernah diulas di Jawa Pos--bagaimana pemilih muda di sana ternyata sangat mendukung Trump. Alasannya, 'menjamin' lapangan kerja untuk mereka. Selama ini, kedatangan imigran dari berbagai penjuru dunia telah 'menyempitkan' kesempatan kerja bagi pribumi AS. Maka, kebijakan Trump yang akan menendang para imigran, adalan jaminan pekerjaan bagi generasi muda ini.
Jadi, Trump adalah wajah Amerika sesungguhnya. Apakah ini akan membahayakan dunia? Mungkin. Tapi, jika itu terjadi, pasti sudah kehendak-Nya. Karena, Trump, jika konsisten dengancelotehnya yang selalu membuat marah dunia Islam, malah bagus. Maksudnya, supaya umat Islam sadar dari pingsan, bahwa sejatinya seperti itulah watak asli Amerika. Watak asli pengemban terdepan ideologi kapitalis sekuler. Trump adalah serigala sesungguhnya, yang tidak lagi bermantel bulu domba seperti pendahulu-pendahulunya.
Selama ini, umat Islam terbuai dengan pemimpin-pemimpin AS yang tampil bak “serigala berbulu domba”. Atau istilah orang Islamnya, munafik. Di depan umat Islam dia memuji, menyanjung, sok bersahabat, sok toleran, sok membantu dan sok baik banget (Huh, mana mungkin AS begitu mencintai dan memikirkan kesejahteraan rakyat muslim Indonesia, misalnya).
Tetapi dalam hati terdalamnya, selalu memusuh iIslam. Selalu membuat makar yang menyudutkan Islam. Selalu membuat konspirasi untuk mencegah bangkitnya kekuatan umat Islam. Seperti menciptakan stigmatisasi tentang terorisme, menciptakan ISIS, menginvasi Iraq, mengadu domba warga Syuriah, mendukung Israel memerangi Palestina dan segala tindak tanduk lainnya.
Pengamat, pakar, ilmuwan, cendekiawan, intelijen atau orang-orang yang biasa berpikir mendalam, mengaitkan berbagai sepak jertang negara nomor satu di dunia itu, dan rajin menganalisanya; mereka semua paham betul, bahwa semua itu dalam rangka membendung potensi bangkitnya kekuatan ideologi Islam yang berpotensi menghancurkan ideologi kapitalis.
Tetapi, dengan tampilan bak “serigala berbulu domba”, umat muslim dan warga dunia pada umumnya tidak sadar bahwa AS ini adalah common enemy. Mereka malah mengelu-elukan sebagai kiblat peradaban. Membebek segalahal berbau Amerika. Bahkan menjadikan Amerika sebagai negeri impian. Karena, tawaran kebebasan dan liberalisme di sana sangat menjanjikan. Maka dunia pun dipimpin peradaban sekuler hingga saat ini.
Umat Islam terpingsankan. Tidak 'ngeh' bahwa dia telah tertipu oleh standar ganda AS. Tersihir kebaikan AS yang semu. Umat Islam pun dibuat harus selalu husnudzon. Bahkan diadu domba pun tetap tidak bangun-bangun. Ditampar dengan cap-cap radikal, fanatik atau bodoh sekalipun, tetap selalu bersu'udhon dengan sepak terjang AS.
Nah, selama ini, jujur, warga dunia, khususnya umat Islam, apakah enjoy menikmati hidup di bawah ketiak “serigala berbulu domba”? Apakah cukup hidup tenang, nyaman dan damai dibawah payung peradaban sekuler pimpinan Amerika Serikat? Apakah kalau serigalanya sudah tampil vulgar, masih pingsan juga?
Inilah yang diprediksi Samuel Hutington. Bahwa perang peradaban tak terhindarkan. Perang antara ideologi sekuler dan ideologi Islam tak akan terelakkan. Apakah itu dalam bentuk PerangDunia ke III, wallahu'alam. Apakah akan terjadi jika Trump presidennya? Wallahu'alam. Kita sih, menghendaki damai-damai saja. Tapi yang jelas, dunia akan terus mengerucut menjadi dua kutub yang saling bertentangan: pro-Trump vs anti-Trump. Sekuler vs non-Sekuler (baca: Islam). Hitam vs putih. Haq vs batil. Itu pasti.(*)
Bogor, 14 November 2016.
Bukan Ngalor Ngidul Edisi 18
#trump #islam #ngalorngidul
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H