Mohon tunggu...
asri supatmiati
asri supatmiati Mohon Tunggu... Editor - Penuli, peminat isu sosial, perempuan dan anak-anak

Jurnalis & kolumnis. Penulis 11 buku, 2 terbit juga di Malaysia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dunia Tanpa Paspor #14

22 Agustus 2016   21:12 Diperbarui: 22 Agustus 2016   21:17 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia tak selebar daun kelor. Memang benar. Betapa luasnya hamparan bumi Allah ini. Manusia, jika diberi umur 60 tahun, lalu berkeliling dunia seumur hidupnya, mungkin tidak cukup waktu menginjakkan kaki di setiap sudutnya. Karena, betapa kecilnya manusia. Saat “mengangkasa” di atas sekian kilometer saja di udara, terasa sekali kecilnya, dibanding hamparan di bawah sana. 

Tapi, di era global dan kecanggihan teknologi saat ini, dunia ternyata kian “menyempit”. ukan dalam makna harfiah, tentunya. Tapi lihatlah, manusia sekarang sudah semakin menyatu dalam dunia yang sama. Kian tak terpisah ruangdan waktu. 

Bahkan ada ungkapan yang mengatakan: makan pagi di Jakarta, makan siang di Paris, makanmalam di Mekah. Kalau versi muslim, bisa jadi begini: salat subuh di Jakarta, duhur di Kuala Lumpur, ashar dan maghrib di Istanbul dan isya di manalah (hehe...pakai pesawat jet pribadi, mungkin saja,kan?). Manusia yang kecil, kian mampu menjangkau dunia dalam sekejap.

Anak-anak belasan tahun pun, hari ini, sudah sangat gape backpaker-an ke berbagai sudutindah dunia. Sekadar jalan-jalan. Selfie. Orang Indonesia gemar keliling Eropa, orang Eropa antusias keliling Indonesia. Lalu, anak-anak cerdas, betapa “mudahnya” mendapat beasiswa. Kuliah di universitas-universitas ternama di berbagai benua. Kian banyak saja kenalan, teman atau anak teman saya yang kuliah S1, S2 atau S3 diberbagai dunia.

Eh, tapi yang kurang beruntung dari sisi kecerdasan inipun, banyak yang merantau lintas benua. Paling tidak jadi tenaga kerja kasar di berbagai negara. Legal maupun ilegal. Kadang akhirnya menetap di sana, menikah dan beranakpinak. Ada yang menggaet jodoh orang lokal, lalu membawa pulang anak-anak berwajah blasteran. Maka, ras manusia hari ini kian beragam. Tapi, juga kian mirip-mirip. 

Jadi, orang dengan ras Indonesia, saat ini, sudah ada hampir di seluruh sudut dunia. Berkiprah. Berkarier. Menetap. Bahkan sepotong bumi bernama Suriname itu, isinya orang Jawa. Sangat Indonesia. Sedikit contoh betapa mengglobalnya orang Indonesia adalah berikut ini: 

Belum lama ini Indonesia dikejutkan berita, Warga Indonesia Pidato di Konvensi Partai Demokrat AS. Namanya Ima Matul Maisaroh. Perempuan asal Desa Gondanglegi, Malang, Jawa Timur, itu berpidato di depan puluhan ribu delegasi dalam Konvensi Nasional Partai Demokrat AS, di Philadelphia, Pennsylvania, 26 Juli lalu sebagai mantan korban perdagangan manusia yang kemudian menjadi aktivis antiperdagangan manusia. Lihatlah,bahkan di hajatan internal super penting AS saja, ada wajah Indonesia di sana. 

Apalagi kalau di dunia hiburan. Orang Indonesia banyak “sukses” di negara orang.Misalnya, sebagian animator film laris dunia seperti The Avengersitu, ternyata anak Indonesia. Sebut saja Ronny Gani (29), yang bekerja di perusahaan penghasil film Star Wars, Back to The Future,Jurassic Park, Eragon, Avatar, dan banyak lagi.

Panggung-panggung audisi pencarian bakat di luar negeri juga menampilkan orangIndonesia. Seperti di Britain Got Talent. Artis-artis Indonesia jugarame-rame berkiprah di dunia lain. Hollywood misalnya. Ada yang jadi sutradara di sana, pemain film, penyanyi, model hingga artis porno (ups!). Penyanyi Anggun C Sasmi yang dulu WNI, lalu jadi penyanyiber-WN Perancis (meski tetap cinta (uang) Indonesia, laris seliweran di iklan televisi sini).

Jadi, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Indonesia dan negara-negara lainnya, didatangi banyak orang dari berbagai benua. Orang bule bertebaran di sana-sini. Orang Arab ada di mana-mana. Orang China ada di berbagai belahan dunia. Orang kulit hitam juga tak lagi hanya menghuni Afrika. Pokoknya sudah campur baurlah.

Maka, dunia itu sejatinya sempit saja. Orang berlalu-lalang antarnegara, bahkan antarbenua semakin biasa. Semakin mudah. Maka alangkah enaknya, jika manusia yang bertebaran di muka bumi ini bisa bebas melenggang kemana-mana dengan mengaggap dunia ini adalah rumahnya sendiri.  Rumah besar, yang sejatinya sempit saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun