Puan ..
Dalam rengkuh untuk kali ini tiada daya upaya untuk beranjak dari prahara hati hingga meninggalkan sajaksajak dalam kesunyian panjang tanpa mampu menggoreskan garis panjang  yang membelah sunyi berupa lolongan kepedihan yang mendesir merambah dalam kesunyian.Â
Tatapan elang tajam seakan menerkam, berlari tanpa desahan menuju ruang kosong tanpa nyawa yang terus bergema menghentakkan gendang telingaÂ
Puan ...
Tanyaku berulang di mana tangis panjang ketika tubuh dia terbujur kaku? Adakah dendam tergores hingga lubuk hati terdalam atau kerasnya sebuah hati atas perlakuan yang ada sebuah kesombongan untuk tak meneteskan air mata pada yang menggoreskan luka Â
Puan ...
Di mana kesabaran seluas samudera yang pernah kau katakan jika perih di hati kian terasa. Ketika debu debu berjalan menuju langit menutup awan putih menjadi hitam hingga kembali menyemburkan lara jiwa dalam tangis panjang tiada henti hingga air mata tak mampu terjatuh menutup laraÂ
Puan...
Apakah ini sebuah kekecewaan ?
Apakah ini satu amarah dan dendam?Â
Aku berharap tidak hanya kerasnya hati atas sebuah perlakuan yang tidak dilakukan atau sebuah kesalahan yang tanpa di sadari menggoreskan luka.Â
Puan...
Saat rindu mulai lunglai dalam ingatan menepis tetesan air hujan tanda  segala kebohongan tersemat dan termakan pada jiwajiwa yang munafik tanpa tahu satu kebenaranÂ
Puan...
Tersemat dalam dada yang telah menjadi candu di setiap langkah hingga terseok atau sekedar warna yang di coret dalam sebuah kanvas kehidupan yang menjelma lukisan perjalanan air mataÂ
Puan...
Harapan yang disematkan menjadi lukisan yang terindah namun hanya segumpal benang kusut yang tak mampu teruraikan hingga mata sayu tertutup perlahanÂ
Puan...
Tanpa tangis.. tangan sigap mengikat pada tubuh yang semestinya. Napas yang perlahan lahan menghilang yang menjelma dalam satu bisikan kalbuÂ
Puan..
Adakah menjelma kata maaf atau perlakuan dan  perkataan  sedang tubuh terbujur kaku dan membisu kecuali bahasa kalbu yang terus bergema menghantar tarikan nafas yang mulai tersengal dan satu tarikan tanpa hembusanÂ
Sadarkah ia, aku sosok yang diam tanpa membela diri atas beribu perlakuan yang rela menenggelamkan diri pada dalamnya samudera untuk rasa baktinya yang tiada pernah sekalipun diakui. Sadarkah ia, butiran salju telah mencair sekalipun dingin itu terus menyelimutiÂ
Puan...
Rangkuman diksi telah menyebar telah menjadi racun kehidupan untukku namun semua akan melebur bersama diksi  yang kau bawa dalam damaiÂ
Tanpa air mata bukan berarti membenci, diam seribu bahasa bukan berarti mendendam namun aku belajar berlapang dada atas segala perlakuan hatimu dan berharap kau pergi dengan tenang tanpa ada umpatan hati yang membenciÂ
Walau jalinan akhir menjadi porak-poranda  aku berusaha menjadi manusia masak bodoh yang selalu dibodohi rasa kasih bagai topeng kehidupan melemah pada satu keadaan membiarkan tergerus arus nestapa karena yakin satu bahagia akan kembali bersinarÂ
Tak akan pernah mengeluh karena jalan ini aku yang memilihnya, tak akan menangisi karena aku tahu tuhan sayang padaku tak akan mencari pembenaran karena Tuhan akan melukiskan segalanyaÂ
Tasbihku pada lelaki yang terlahir dari rahimmu mencari keridohannya dalam setiap langkah dan nafasku ketika  roh  menjauh dari tubuhmu  saat itu pula segala kebencian, kemarahan, fitnah darimu terlempar ke dalam samudera luas di makan paus paus yang lapar dan kembali memberikan pancaran bahwa kau bersih dalam hatiku tanpa cela sedikit pun.Â
Membiarkan tuhan kembali melukis dengan indah tanpa ada goresan yang berarti . Aku telah melupakan  kepedihan  dan kesedihan tanpa pernah diakui dalam waktu terpanjang hingga matamu terpejam, tubuh terbujur kakuÂ
Palembang, 1 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H