Lagi lagi kisah masa kecil, dimana kisah yang paling aku ingat dan tak akan aku lupakan sepanjang hidup yang menjadi awal ceritaku saat anak anak bertanya kenapa mama  bisa jadi loper koran dan majalah anak anak?
Papaku seorang pensiunan PTBA, dan karena orangnya nggak suka diam akhirnya menjadi loper koran dan majalah, mengisi sela waktu dari pada berdiam diri.
Nama papa Ahmad Sueb dengan topi koboi dan sepeda tuanya, berkeliling mengantar koran yang setiap sore dia ambil di agen, kalau nggak salah namanya A SALAM, yang berada di jalan baru, persisnya lupa tapi arah ke Lebong.
Di sinilah berjibun majalah anak anak yang aku kenal, yang bisa aku baca dengan secara gratis. Oh ya aku sampe lupa. Aku sering di ajak papa mengambil koran  di agen ini, dan ikutan keliling mengantar koran.
Setiap majalah Bobo yang baru tiba, kita selalu berebutan untuk membacanya. Sebelum di antar ke pelanggan, kami di izinkan papa membacanya namun dengan syarat tidak boleh lecek, kebayang nggak masih kecil bolak balik majalah tidak lecek.
Kebiasaan  bolak balik majalah tidak lecek terbawa hingga sekarang, walau sering di bolak balik tetap terlihat bagus tiap lembar.Â
Kegemaran aku sedari kecil kalau di majalah Bobo ada kerajinan tangan, puisi, gambar, dan  sebagainya yang memacu kreatifitas, karena kita hanya bisa.membaca tanpa mampu memiliki.
Aku akan datang ke pak Salam dan meminta majalah Bobo yang tidak terjual lagi, untuk menjadi teman belajar dan bermain.
Sejak saat itu aku, mulai belajar mengambil dan mengantar koran sepulang sekolah, waktu itu aku duduk di kelas 5 sekolah dasar. Sembari menunggu  koran dan majalah tiba dari pusat, aku menghabiskan waktu untuk membaca majalah Bobo dan  majalah anak lainnya.Â
Berawal dari sinilah, aku mulai menyukai membaca dan menggoreskan kata. Membuat puisi dan cerpen yang sering kali aku kirim namun hanya puisi yang pernah  ada di majalah Bobo, hadiahnya hanya berupa cendramata, bukan seperti sekarang  berupa uang. Hingga sempat berkhayal menjadi penulis cilik di rubik majalah Bobo.
Namun aku senang sekali, setiap kali diberi kesempatan ke agen Salam setiap saat pula sepuas puasnya membaca. Terlebih papa sakit dan akulah pengganti papa mengantar koran dan majalah hingga ke pelosok Korem, Tempel Rejo dan sebagainya.Â
Saat itu hanya papa satu satunya yang loper koran  di Curup dan akulah anak satu satunya perempuan yang mau mengambil dan mengantar koran berkeliling dengan sepeda tua.Â
Walau terkadang sering di hina, di sorak sorak, "Perempuan kok ngantar koran?" Ada juga yang bilang, " Awas perawan pecah naik sepeda ada  palangnya!"  Sekalipun tak aku indahkan, bahkan sahabat kecilku Sahmil selalu membela jika aku diganggu orang atau teman teman. Â
Loper koran, aku lakoni hingga tamat SMA dan loper koran pun sudah banyak serta agennya pun berhamburan.Â
Dengan bangga, aku selalu bercerita bahwa perempuan yang menjadi  mamanya saat ini adalah mantan loper koran dan majalah anak anak di jamannya.Â
Keuntungan loper koran di samping dapat uang, bisa membaca semua majalah anak anak dengan gratis Tanpa harus membeli dan menjadi nomor satu yang membacanya.
Sejak tamat SMP, tak ada lagi majalah Bobo hingga saat ini, yang aku tahu hanya berupa  Eebook  yang bisa di dapat di Gramedia.
Maafkan hanya mampu bercerita tentang masa mengenal dan membaca majalah Bobo bukan bercerita tentang majalah Bobo.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H