Mohon tunggu...
asni asueb
asni asueb Mohon Tunggu... Penjahit - Mencoba kembali di dunia menulis

menyukai dunia menulis

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Surat QS An-Nur Membawaku Melepas Zaman Jahiliyah di Awal Ramadhan

28 April 2021   22:40 Diperbarui: 28 April 2021   23:13 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap mendekati bulan Ramadhan, tak terasa air mata ini akan menetes dengan sendirinya, di beri kesempatan dan umur untuk bisa mengikuti Ramadhan, ada hal yang terpenting yang membawa aku menyadari bahwa apa yang aku lakukan dan geluti adalah sebuah kesalahan besar. Di mana  di Awal Ramadhan titik balik kehidupanku.

Awal titik balik segala tingkah laku dan cara berpakaian yang aku ubah dari berpakaian menyerupai laki laki berganti menjadi menutup aurat secara syar'i. Bukan sekali dua kali Allah memperingati aku namun hati ini tetap keras dan menganggap semua hanya sekilas cerita.

Bahkan menggiring papaku untuk masuk neraka karena anak perempuannya tak seorang pun yang berhijab, di paksa juga tidak mendatangkan kebaikan, itu jawaban papa ketika aku bertanya kenapa tak memaksa anaknya untuk tak berhijab.

Mungkin saat itu  bukan terlahir menjadi anak yang maskulin.  Namun lingkungan yang menciptakan semua menjadi lebih  maskulin. Berteman dengan kebanyakan laki laki dari pada perempuan baik dari masa prasekolah hingga duduk di bangku kuliah. 

Lingkungan yang mendukung untuk lebih menjadi maskulin hingga melupakan kodrat seorang wanita yang sesungguhnya, namun di rumah akan menjadi anak wanita mama dengan seabrek kegiatan dan pekerjaan rumah yang semua  dipelajari. 

Bila aku ingat bagaimana aku di jaman dahulu terkadang membuat malu diri, kenapa aku seperti itu? kenapa aku menjadi seperti laki laki? hingga detik ini pun aku tak bisa menjawabnya. Memakai pakaian yang pendek, celana pendek baju yang sedikit rada pas badan, ah malu bila mengingatnya

Setahun aku melupakan jilbab itu, kebetulan dia pun disekolahkan oleh perusahaannya ke Cepu. Jadi cukup alasanku untuk melupakan, dan mencoba mencari teman laki laki , yang kebetulan kita bersahabat dan dia menaruh hati. Singkat cerita kita pun pacaran.

Walau begini begini aku tetap menjaga kehormatan seorang gadis yang menjadi pesan papa sebelum aku berangkat untuk meneruskan kuliah. Allah kembali membuka mata hatiku, ketika memperlihatkan tontonan yang membuat aku bergidik. Dia berpelukan dengan wanita lain, sedangkan aku pacarnya. kecewa teramat sangat, sakit, pedih dan saat itu pula azan zuhur memanggil.

Aku berlari ke masjid dengan kepedihan yang terlihat di mata, mengadu akan kepedihan itu kepada-Nya. Mempertanyakan akan semua yang menimpa.  Di saat aku dalam kesedihan seorang sahabat mendekat dan bertanya. Singkat cerita, sahabat membawaku untuk ikutan organisasi di kampus yang lebih banyak membahas tentang Islam.

Di situ ayat An -Nur:31, aku dengar namun belum mampu menggerakkan hati untuk, mengambil hikmah dari setiap kalimat yang aku baca. Hingga di malam Ramadhan, di saat aku tertidur lelap. Aku bermimpi dua jilbab yang aku lempar ke dalam lemari, terbang menghampiri diriku, mereka terus mengelilingi tubuhku sambil berujar,

"Kau di bawa dalam kebaikan, kau buang kami dalam ruang yang gelap tanpa cahaya, kali ini kau akan merasakan bagaimana menderitanya kami dalam ruang yang gelap," mereka terus memojokkan dengan kata kata yang membuat panas tubuh,

"Rasakan kehidupan yang gelap, tanpa cahaya, berkumpul dengan dosa dosamu, namun bila kau ingin kembali menatap cahaya, berjalanlah mengikuti jilbab yang berwarna putih, dia akan membawamu pada kebaikan dan tobat dan berjalan ke jalan Allah meninggalkan jaman jahiliyah  (menyebut diri berada di jaman jahiliya, dari perlakuan hingga pakaian yang tak diperkenankan Allah).

Saat kuliah di semester tiga, aku menemukan sebuah jawaban dari rasa gelisah, tidak nyaman, merasa panas dan merasa beringas, berawal dari seorang teman laki laki yang memberi kado dua buah jilbab dan putih, namun bukan aku kenakan malah aku lempar ke dalam lemari paling belakan

Terbangun dalam suasana gelap, sesak nafas dan keringat sebesar jagung mengucur di seluruh badan, aku berusaha untuk menggerakkan tubuh  yang terasa terikat oleh jilbab,  aku wudu  dan mengerjakan sholat tahajud, menyerahkan diri pada sang Kuasa untuk pertama kalinya, sejak aku kuliah, dan mengambil Al-Quran yang papa beri untuk menjadi bekal aku di tanah rantau.

Tanpa aku sengaja kembali ayat An-Nur :31 terbuka lebar di depan mataku, aku mencoba mengejanya dengan terbata bata hingga tangis tak tertahan, begitu banyak tubuhku telah aku lumuri dengan dosa memperlihatkan aurat tubuhku.

Seakan ada yang menggerakkan tanganku untuk mengambil jilbab, dan menutup kepalaku, hingga saat itu aku berhijab sampai detik ini dan laki laki yang memberi aku jilbab itulah yang menjadi suamiku hingga 26 tahun ini, semoga Allah menjodohkan kami hingga akhir jaman. Aamiin.

Bersyukurnya anak gadisku satu satunya tak mencontoh mamanya, walau rada tomboi  namun telah menutup auratnya dengan benar, jika pakaian yang sedikit ketat, tuntutan di tempat kuliah dan jika keluar dari asrama akan berpakaian longgar. Anak gadis pun mendapatkan hidayah di usia 16 tahun, karena satu goresan yang mengena di hatinya, "Seorang anak perempuan tak berhijab, akan membawa ayahnya ke dalam neraka jahanam". 

Maju selangkah melebihi mamanya, menyadari dan mendapat hidayah di saat usia masih mencari jati diri. Mungkin sedikt atau lebih dikatakan terlambat di saat usia matang aku baru mendapatkan hidayah, dan ketika papa melihat anak gadisnya yang keras kepala, ke laki lakian, berubah menjadi gadis yang anggun dengan gamis dan jilbab yang menutup dadanya.

Saat itu pula papa sujud syukur dan menangis, bahagia anaknya telah menyadari semua kesalahannya, berubah karena hati sendiri dan bukan karena paksaan dan sejak saat itu, setahun  aku memakai hijab akhirnya kakak dan adikku pun berhijab mengikutiku. Memberi bahagia kepada orang tua dengan apa yang dia inginkan ternyata lebih merasa ringan dan bahagia.

Palembang, 28042021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun