receh demi receh, keringat yang membasahi setiap pori pori.
Aku mengumpulkan mereka dariRasa lelah tak pernah dirisaukan, keletihan akan terbayar ketika, satu, dua receh terkumpulkan.
Esok dijadikan modal untuk  mendapatkan receh demi receh kembali. Sedikit keuntungan di tabung agar bisa membuat dapur berasap.
Ketika orang bertanya,
" Apa suami tak mencukupi,"
Lebih dari cukup sayang, bukan karena dia perhitungan, dia terlalu royal untuk keluarga Â
Tahukah kau sobat. Dengan keringat sendiri menghasilkan receh demi receh akan mengajarkan kita menghargai jerih payah suami.
Rezeki yang suami beri bukan untuk membeli tas mahal, baju mahal, jalan jalan dari mall satu ke mall yang lain. Hargai satu sen yang suami dapati.
Bahkan tertawa dan bernyanyi di cafe yang membuat sesak nafas ( untukku)atau duduk duduk di tempat terbuka sembari berfoto ria.
Sedangkan suami bergelut dengan debu dan panas, bergelut dengan hitungan, bergelut dengan ribuan listrik. Di caci maki di kantor terkadang di fitnah.
Kembali ke fitrah seorang ibu, sadar diri dengan usia, benar jaman kita muda tak ada seperti jaman sekarang tapi fitrah seorang ibu jangan dilecehkan.
Satu berbuat, semua ibu dipertanyakan. Kembali ke fitrah tidak untuk mendapatkan receh setidaknya anak anak mengisi perutnya dengan apa yang kita masak.Â
Biarkan aku diposisi ini, selagi suami ridho. Tunjukan talenta seorang istri dengan hal yang baik, bukan hanya bisa menghabiskan dan mempercantik diri.
Di dalam rumah pun kau bisa terkena fitnah apalagi kau pergunakan kakimu melangkah yang tak di sukai.
Ah..
Aku rindu berada diantara mereka yang membawaku pada jalan mensyukuri nikmat dari Allah.Â
Semoga Allah menyegerakan, menghilangkan rasa sakit, agar aku bisa bekerja bersama mereka lagi.
Menghasilkan makanan sehat, untuk pembeli yang ingin hidup sehat.
Ruang kosong, 19022021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H