Seperti lilin yang selalu menerangi sekitarnya, membiarkan dirinya terbakar. Walau aku selalu bilang tak perlu seperti lilin untuk menerangi sekitar.
 Setidaknya berpikir untuk membahagiakan diri sendiri, dan kau akan tersenyum seperti biasanya apalagi ketika aku selalu mengingatkan untuk menikah, kau akan mendiamkan aku berjam jam.
Aku ingat betul reaksi dirimu ketika sekian tahun aku tidak pulang dan tiba tiba pulang tanpa memberi kabar.
 Binarnya mata itu sama seperti binar mata mak menyambut kedatanganku. Binar mata yang penuh dengan rindu dan segudang tanya yang berusaha kau sembunyikan.Â
Walau kita bertemu pasti berantem, saling menghujat satu sama lain, saling bercerita tentang kelemahan serta kesalahan kita di tempo dahulu.Â
Namun itulah cara kita menunjukkan rasa sayang terhadap sahabat melebih sahabat yang lain.
Entah angin apa yang hadir di pagi Dhuha, ringan di kotak miniku, tiba tiba Yuli VC  kebetulan  dia berada di rumahmu.Â
Tak butuh waktu lama aku marah, kesal aku keluarkan semua kekesalanku padamu, seperti biasa kau tak membela diri dan hanya tersenyum saja.
"Setiap orang punya kesibukan dan urusannya, jangan memaksakan kehendak diri sendiri," katamu di saat aku minta untuk ke Palembang bersama Yuli dan suaminya
."Kapan kau mau keluar dari rasa nyaman mu, kapan kau akan mengenal dunia luar", kataku nyerocos.
Walau kau pun memarahi, dan menyalahkan aku yang tak menyimpan nomor telepon. Tiga nomor yang tersimpan, kau bilang aku sengaja, bukankah kau yang memblokir nomorku.