Aku baru mengenalnya, kebetulan kita bertetangga. Berawal dari mana kita bisa dekat, maafkanlah sebagian memory itu hilang yang aku ingat dia adalah wanita yang selalu menyejukkan hatiku, malaikat tak bersayap bagi keluargaku. Begitupula suaminya.
Saat suamiku yang kecelakaan dan anak keduaku baru berusia lima bulan. Cobaan yang Allah beri membuat aku sedikit terpukul. Walau keluarga suami ada namun aku tak bisa banyak berharap dari semua. Namun sosok ibu inilah yang selalu ada untukku.
" Dek, bayimu titip sini saja, jangan di bawa bolak balik kerumah sakit kasihan," ujarnya ketika aku bersiap siap untuk menunggu suami di rumah sakit.
" Tapi yuk, merepotkan ayuk." Kataku lagi sembari menggendong anakku.
"Ndak apa apa, ada kakak yang nunggu," kata dia kembali. Sembari mengambil anakku yang kecil.
" Nanti kalau mau pulang, telpon biar adek Hamdan atau adek Arpan jemput di rumah sakit," katanya lagi.
Ya Allah aku baru mengenalnya tapi dia begitu baik padaku. Mau direpotkan dengan bayiku. Terima kasih ya Allah. Engkau memberi orang orang yang baik di sekeliling aku.
Dua wanita yang membuat aku lebih tegar menghadapi ujian. Ayuk Juriah yang hingga sekarang menjadi ibu bagiku dalam menapakkan kaki, menjadi kakak yang memberikan air jika aku menjadi api, memberikan aku air ketika rasa haus akan kejamnya kehidupan.
Mbak Sri, aku banyak belajar darinya, kekuatan seorang ibu melawan sakit kangkernya, setiap dia di rawat kita akan berlama lama di rumah sakit menemaninya dan kalau dia di kontrol ke Jakarta, kita akan mengantarnya.
Terkadang kita hanya duduk di teras sambil ngobrol apa aja yang bisa membuat kita menjadi lebih dekat. Mbak Sri pun ikut andil menjada anak keduaku di saat aku menunggu suami di rumah sakit.
Bahkan ada yang bilang aku mirip dengan mbak Sri. Namun sejak aku hamil anak ketiga dan kondisiku sendiri tidak baik. Sejak saat itu aku jarang bertemu dengan Mbak Sri.
 Saat keadaan aku lemah, seperti di sambar petir mendengar khabar mbak Sri telah tiada. Aku yang lemah bangkit, berlari menuju rumahnya menangis di pangkuan ibunya mbak Sri. Ada rasa sesal kenapa aku tak ada di sampingnya di saat hari hari terakhirnya.Â
Sejak itu aku punya satu penguat hidupku yaitu ayuk Juriah. Segala persoalan yang aku hadapi, tempat aku menumpahkan tangis hanya ayuk Juriah. Sosok yang melebihi kakak kandungku sendiri.
Terkadang aku mencoba untuk tidak menceritakan semuanya, tak ingin menambah beban pikirannya akan persoalan rumah tanggaku. Namun hati sering meronta, sebelum bercerita padanya,belum ada kelegaan di hati. Belum bercerita saja aku sudah menangis didepannya.
Sosok yang selalu menjadi pendingin hati, bila aku datang dengan amarah, selalu bisa membuat amarah di diri ini reda. Selalu memberi pandangan dan solusi untuk setiap persoalan yang aku hadapi.
Walau sekarang aku sudah termasuk jarang bermain ke rumahnya. Kadang kala pas kangen kangennya, si bungsu bilangÂ
"Mama sudah lama belum ke rumah tante," atau " mama nggak nitip buat tante, adek mau main ke arah sana."
Bungsu menjadi pengingat jika aku lalai untuk main ke sana, sebenarnya bukan lalai tapi aku malu selalu datang menyusahkan ayuk hanya untuk mendengar keluh kesah, dan persoalan yang dari tahun ke tahun sama.
Ayuk Juriah, ayuk yang terbaik yang aku punya, tak mampu aku membalas semua kebaikanmu dan keluarga yang rela membantu kesulitan dari adek adek bujang dan sekarang mereka telah berkeluarga.
Tiada kata yang terindah yang mampu aku ucapkan untukmu ayuk, doaku selalu untuk kesehatan mu dan keluarga, bahagia bersama anak anak yang beranjak dewasa dan akan berkeluarga satu persatu.
Ayuk Juriah sayang, maafkan aku bila jarang meletakkan kakiku ke rumahmu . Yakinlah setiap doaku ada terselip namamu. Aku menyayangimu bagai ibu, kakak, sahabat bagiku dalam suka dan duka. Selamat hari ibu ayuk sayangku.Â
Palembang,221220
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H