Kata papa keikhlasannya yang aku punya ibarat air dalam gelas, hampir penuh tapi masih ada tersisa celah, anak yang bertanggung jawab, empati terhadap yang tinggi terhadap adik dan kakak, tidak pernah menghitung apa yang telah diberikan kepada keluarga, rela berkorban  demi keutuhan keluarga.
Walau terkesan jutek dan garang jauh dari itu semua, mempunyai hati yang tulus, itu ulasan papa terhadapku. Hingga di beri tanggung jawab yang besar padaku.Â
Terjawab sudah kenapa aku di beri amanah seperti itu.  Aku janji selagi  mampu  bernafas aku akan memegang amanah itu.
Si bungsu dengan ilmu ikhlas yang dimilikinya seperti air dalam gelas yang penuh bahkan meluber ke mana mana. Sesusah apapun hidupnya asal dia tetap bisa membawa diri dimana pun dia berada,insyaallah hidupnya di kelilingi orang orang yang menyayanginya.
"Belajarlah kepada adikmu, agar melengkapi kekurangan pada dirimu," kata papa sembari mencium keningku.
Aku akui adik bungsuku mempunya ilmu keikhlasan itu tanpa dia pelajari tapi jalan hidupnya menuntun dia untuk bisa menjalani takdir dari Allah.
Tak punya harta berlimpah tapi dia kaya hati, kepeduliannya kepada siapapun melebih dari harta bila di beri perbandingan, dia lebih kaya dari siapapun.
" Jangan pernah merasa terbebani di beri tanggungjawab yang berat, tapi jalani semua dengan ikhlas. Bila ikhlas telah kau dapat kesabaran itu akan terus bertambah tanpa perlu kau cari ."
Terkadang kita tidak menerima wejangan orang tua, seakan mereka bagai peramal yang mengetahui masa depan. Tapi aku yang terlahir di jaman Orde Baru, meyakini apa yang di katakan orang tua dulu adalah jembatan untuk menuju kehidupan yang nyaman, tenang.
Menjadikan sebagai tolak ukur dan perbandingan atau sebagi cermin pengingat bahwa setiap perkataan orang tua adalah doa.
"Untuk apa harta berlimpah, properti rumah, tanah di mana mana kalau kita tidak mengutamakan keluarga."