Masuk ke dalam rumah penuh kenangan , seakan semua terpampang jelas satu persatu pembelajaran diri bagi kami anak anakmu. Di mulai dari pembagian tugas mengurus rumah, setiap  satu minggu pergantian tugas dari memasak, mencuci, mengurus rumah. Semua kau atur agar semua merasakan bagaimana pekerjaan berat atau muda.
Semua anak anakmu harus bisa masak, sejak sekolah dasar kau telah mengajarkan kami untuk berlama lama di dapur, memasak sarapan pagi hingga sore.
Di saat puasa, anak anakmu mendapat giliran untuk memasak dan menyiapkan menu sahur walau tiba di giliran  aku, tugas itu hanya terlaksana dua hari selebihnya mama yang mengerjakan karena aku sakit dan tak bisa melaksanakan tugas itu.
Mama pun mengajarkan anak anaknya untuk menyulam, stremin, menjahit. Setiap lebaran kita menggunakan gorden , alas meja, bantal kursi dengan hasil jemari anak anaknya. Begitu pula dengan aneka kue kering dan kue basah Semua diajarkan mama.
 Tidak ada yang luput dari pengajaran mama, walau  mama hanya tamatan SMP dengan semangatnya dan tekatnya mama bisa mengikuti pelatihan perawat dan akhirnya menjadi seorang bidan. Mama bukan sekolah keperawatan atau kebidanan hanya bermodal pelatihan.
Walau mama tamatan Sekolah Menengah Pertama tapi mama mampu mengajarkan anak anaknya pelajaran terutama matematika jingga ke jenjang Sekolah Menengah Atas.
Aku masih ingat bagaimana mama mengajarkan kami, bila kami tidak dapat menyelesaikan soal tersebut, tanpa marah, tanpa mengomel tapi jemarinya akan dengan cepat menyambar pusat kita.Â
Terlalu banyak pembelajaran yang kami dapat dari mama yang hanya tamatan Sekolah Menengah Pertama. Rasanya tak cukup lembaran kertas untuk menceritakan sosok mama yang penuh cinta dan kasih sayang yang tak ubahnya dengan suaminya yaitu papa kami yang hanya tamatan Sekolah Dasar, tapi bila bicara soal bahasa indonesia dan sastra nomer satu.
Lagi lagi di rumah, aku yang diajarkan mama untuk menjadi lebih mandiri. Saat itu aku duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Di tahun  1987, saat itu musim sepatu kasogi, aku yakin mama mampu membelikan aku sepatu itu. Di luar nalar aku
"Ma, belikan sepatu kasogi ya," sembari berkata lagi musim pakai sepatu itu.Â
Mama hanya diam tanpa menjawab, secara anak yang tidak memaksa dan membantah, aku pun ikut diam dan berlalu masuk kamar.