Diam tapi otak ku bekerja keras untuk mengambil kesimpulan ceritanya
" Berarti itu istri bayangan" kataku sembari tertawa.
"Ia, istri bayangan, istri yang aku nikahi dengan hati sebagai maharnya dan hanya aku sendiri yang merasakannya." Ujarnya sedikit keras dan parau.
" Berarti yang kau ceritakan dan kau jadikan istri bayangan mu itu adalah," aku tak berani berkata lagi, aku tahu arah perkataannya.Â
Sejauh itukah rasamu hingga kau mampu mengikrarkan dirinya sebagai istri pertamamu walau hanya bayangan. Bayangan yang selalu mengikuti setiap langkahmu, yang membuatmu tersenyum bahagia walau dalam diam mu.
Jadi apa arti kedudukan istrimu yang sebenarnya, hanya teman untuk mencari keturunan, teman di atas ranjang agar tak di bilang berzina. Kedudukan seorang istri itu tinggi di mata Allah dan agama. Jika kau perlakukan itu sama saja kau tak menghargai istrimu. Â Kau lebih menjunjung tinggi istri bayanganmu. Cerca ku sembari menahan tangis.
Diam tiada kata, hening  terdengar hanya helaan nafas panjang.
" Karena dia tak menghargai aku sebagai suaminya, selalu menjadi yang terbelakang dari setiap masalah, pulang ke rumah tiada sambutan boro boro senyum yang di dapat, suami pulang  tudung saji yang menyambut, apakah ini namanya seorang istri."  Ujar mu dengan amarah.
Tidak ada tawa, canda yang ringan penghilang letih setelah pulang kerja, yang ada muka yang cemberut dan marah. Penuh dengan kecemburuan.
Lebih baik aku bercengkrama dengan istri bayanganku, setidaknya membuat hati tenang. Dan menepati janji sama bapak dan emak untuk tidak menyakiti hati istri dengan kata kasar atau menceraikannya. Dua puluh lima tahun bertahan demi anak anak.,"
Aku tak mampu berkata lagi, setiap keluarga punya permasalahan yang berbeda. Dan punya cara tersendiri untuk menyelesaikannya.