Aku hanya bisa diam tanpa banyak mengomentari. Aku hanya menjadi pendengar terbaik untuknya. Setidaknya beban yang sia tanggung dan simpan sendiri berkurang dan merasa kelegaan hati.
"Bagaimana dengan istrimu," ujar aku perlahan takut membuat dia tersinggung. Hening tiada suara, tak lama helaan nafas terdengar,
"Itu istriku yang kedua", kaget ah benarkah, berarti kau sudah menikah  untuk ke dua kalinya.
Kebiasaan di daerah itu, sebelum menikah di tanya, sebagai perantau, sudah punya istri apa belum di daerah asal dan dia menjawab sudah, berapa tahun sudah menikah dan dia menjawab tujuh tahun, sekarang istrimu mana ,kenapa menikah lagi dan dia jawab sudah ditinggalkan atau bisa di katakan pisah.
Aku yang pernah di anggap penting dalam kehidupannya pun penasaran dan bertanya
"Jadi siapa istri pertamamu," aku tidak pernah mendengar cerita bahwa kamu menikah dua kali kataku sedikit menyudutkan dirinya.
"Ha ha hah," dia tertawa lepas, lama aku tak pernah mendengar dia tertawa lepas seperti itu
"Siapa ?" Kataku sedikit memaksa.
Dengan suara yang berat dia mulai bercerita
Aku mengenalnya tujuh tahun yang lalu, pertama mengenalnya aku telah berkata dalam hati bahwa wanita ini adalah istri pertamaku, setiap langkahku dia akan selalu mengikuti kemana pun aku pergi, hingga detik ini pun dia mengikuti langkahku. Bila rindu aku hanya diam dan mencumbui bayangannya. Cukup bagiku.
Wanita yang penuh dengan kemanjaannya dan sedikit keras kepala, tapi aku mencintainya walau dia tidak tahu berapa besar aku mencintainya, yang dia tahu aku menyayanginya sebagai adiknya. Wanita yang selalu menasehati dan menegur jika aku berbuat salah.