Lewat bibirnya yang melafazkan tanpa suara.
Aku tak tahu, mau menceritakan darimana, namun cerita ini sangat menarik untuk diketahui maksud dari "sepanjang menghadapi Ibu aku benar-benar kehilangan bahasa". Tak perlu berbasa-basi mari menyimak ceritanya.
Sebuah cerpen yang diangkat dari kisah keluarga yang begitu banyak menghadapi cobaan bertubi-tubi, kisah yang diangkat dari keluarga Aldi, salah satu tokoh dalam cerpen, Aldi adalah seorang perawat di sebuah rumah sakit, ia memiliki seorang ibu yang begitu penyabar dan penyayang, setiap saat Aldi selalu menyempatkan waktunya untuk sang Ibu tercinta.Â
Oh iya nama tokoh Ibu dalam cerpen ini tidak disebutkan, namun cerpen ini lebih mengarah kepada tokoh Ibu, kita sebut saja Ibu Aldi. Ibu Aldi merupakan seorang wanita yang sangat tegar dan penyabar, namun disela sikap tegar dan penyabarnya itu, Ibu Aldi mengidap tuna rungu wicara atau ketidakmampuan seseorang dalam berbicara dan mendengar "Bisu".
Dalam cerpen ini, tokoh Aldi yang menceritakan tentang kisah kehidupan keluarganya, akan membawa kita masuk kedalam isi cerpen ini, yang dimana Aldi menceritakan perihal dirinya sewaktu masih dalam kandungan Ibu, beberapa kutipan dari cerpen ini. "Bukan Ibu yang mengajariku berbicara dengan bahasa lisan. Sejak kecil, aku mendapatkan pelajaran berbahasa dari keluarga lainnya.Â
Dari nenek, juga saudara-saudara Ibu. Aku tak punya ayah. Konon ayahku seorang nelayan yang meninggal di laut sejak aku masih dalam kandungan. Sampai jalan remaja aku jadi tahu ibu tak pernah menikah. Apapun itu, aku tak pernah menanyakan siapakah lelaki yang telah membuat ibu hamil dan melahirkan aku, sebab menanyakan riwayat pahit yang dialaminya bukanlah peristiwa yang perlu kucari tahu. Itu saja".Â
Bahasa tubuh yang pertama kali dipelajari oleh Aldi dari ibunya adalah bahasa tubuh, yang sontak membuat Aldi kebingungan bahkan tak jarang terbawa emosi karena tak paham maksud ibunya, dan begitupun sebaliknya. Ibu Aldi memang mengajak Aldi berbicara dalam isyarat-isyarat dan ekspresi wajahnya.
Namun saat menjelang remaja Aldi pun belajar bahasa tubuh secara serius yang hingga akhirnya obrolan mereka menjelma hening yang lebur dalam gerakan-gerakan.Â
Sejak saat itulah hubungan Aldi dan ibunya menjadi sangat dekat kendatipun menjadi perhatian orang-orang yang menghina atau mengejek keluarga mereka, namun Aldi tak peduli dengan perkataan dan ejekan mereka, ia telah menerima segalanya dengan lapang dada karena ibunya telah memberinya bahasa yang sangat istimewa.Â
Dalam cerpen Ini, Ibu Aldi sangatlah gemar dengan tanaman bunga dan semua jenis tanaman bunga tumbuh di pekarangan rumah nenek Aldi. Dari hobi Ibu Aldi menanam bunga, menjadikan salah satu usaha yang dikelolah Ibu Aldi, sebagai keberlangsungan hidup sekolah Aldi dan keluarga,Â
bahkan sampai Aldi mendapatkan beasiswa kuliah dan mendapatkan pekerjaan sebagai tenaga medis di sebuah rumah sakit di kota. Itu semua adalah usaha dan hasil kerja keras Ibu Aldi untuk anak kesayangannya. Setahun Aldi menjalani profesinya sebagai tenaga medis di sebuah rumah sakit, kemudian nenek Aldi meninggal dan rumah peninggalan nenek menjadi warisan yang harus dibagikan.
Namun Aldi menyampaikan pada ibunya agar merelakan rumah warisan neneknya, biarlah dijual dan hasilnya dibagikan saja kepada saudara-saudara ibunya, yang di mana Aldi tidak mau ibunya terlibat persengketaan yang menguras hati. Karena mereka pun tak mempunyai kekuatan finansial untuk bertahan, dan ibu Aldi pun mengalah dan merelakan rumah yang telah memberinya banyak kenangan hidup itu, kini menjadi milik orang lain.Â
Dan mereka pun memutuskan untuk pindah ke rumah kontrakan baru Aldi di kota. Selama hidup di kota Aldi seringkali melihat ibunya berdoa sambil menunjuk gambar di brosur, brosur itu adalah pemberian dari ibu Irma tetangga mereka di desa dan entah kenapa merekapun dipertemukan kembali di kota tempat mereka tinggal saat ini.Â
Ya brosur yang dibawa ibu Irma semalam, membuat Ibu Aldi berkeinginan berangkat umrah, sontak kemudian Aldi pun menghampiri ibunya, Aldi pun bertanya kepada ibunya dengan menggunakan bahasa isyarat "Ibu ingin umrah"tanya Aldi seraya menujuk gambar di brosur itu, Ibu Aldi pun mengangguk dan menghilangkan kedua tangannya sebagai tanda keinginan yang sangat mendalam. Aldi mencoba mengkalkulasi biaya yang dibutuhkan ibunya jika berangkat bersama Bu Irma.Â
Tabungannya pun sudah cukup, kendatipun rencana membayar uang muka rumah harus ditundanya, Aldi pun mengiyakan keinginan ibunya untuk berangkat umrah, sontak Ibu Aldi mengacungkan jempol untuk memastikan apakah Aldi benar-benar menyetujuinya.Â
Balasan dua jempol Aldi membuat ibunya bertepuk tangan. Ibu Aldi bergegas ke dalam rumah untuk mengambil sesuatu yang entah apa, menyuruh Aldi menunggu di tempat duduk saja. Ibu Aldi mengambil tabungannya selama ini, ia rasa dengan tabungannya bisa berangkat ke tanah suci,Â
Di sana ia akan berdoa untuk keselamatan Aldi kata ibu Aldi. Aldi pun sontak kaget, bukan tumpukan uang yang membuatnya terpelongo tetapi secarik kertas lusuh yang menempel di penutup kaleng yang menyimpan tabungan ibunya.Â
Aldi yang melihat tahun yang ditandai sebagai awal hari menabung, membuat Aldi sempat menghitung berapa lama sudah waktu yang ditempuh ibunya mengumpulkan uang-uang tersebut. Aldi berkata kepada ibunya untuk menggunakan tabungannya saja, ucap Aldi dengan terbata-bata, Ibu Aldi bengong, Aldi lupa kalau ternyata ibunya tak bisa mendengar. Ia pun menjelaskannya dengan menggunakan bahasa isyarat supaya dipahami oleh ibunya.Â
Dan akhirnya Ibu Aldi pun menggelengkan kepala, rupanya bukannya tidak mengerti tetapi ibu Aldi mengira kalau Aldi yang mau membiayai perjalanan umrahnya, Ibu Aldi pun terharu akan niatan Aldi. Lalu Aldi menyampaikan kepada ibunya kalau besok ia akan mengantarkannya ke rumah Ibu Irma untuk mendaftarkan umrah agen perjalanan yang ditawarkannya.Â
Namun Aldi sontak berpikir bahwasanya ibunya tak mungkin berangkat ke tanah suci tanpa dirinya, karena yang memahami kondisi dan kebutuhan ibunya hanyalah Aldi sendiri. Dan mereka pun bersepakat untuk berangkat umrah bersama.
Sebulan sudah, tapi belum juga ada kabar keberangkatan seperti yang dijanjikan. Aldi mencoba mencari tahu dampak penyebab keberangkatan mereka tertunda. Dan menurut agen regulasi di Arab Saudi sedang bermasalah yang menyebabkan ada penyesuaian jadwal terbaru dengan pihak maskapai serta alasan-alasan teknis yang membuat Aldi semakin bertanya.Â
Aldi pun mengkonfirmasi keberangkatannya ke kantor pusat agen perjalanan umrah, dan justru yang didapati adalah jawaban yang bertele-tele. Sesaat kemudian Aldi mencoba membuka siaran televisi yang menayangkan berita penggelapan dana jamaah umrah yang dilakukan oleh pemilik agen perjalanan yang mereka percayai itu.
Aldi pun sontak merasa sesak akan berita yang dilihatnya itu, Aldi memandang ibunya dari jendela melihat ibu yang sedang berdoa seperti yang biasa ia lakukan, Aldi yang mencari saluran televisi yang lain, namun malah berita serupa yang semakin gencar dengan aneka judul yang menyesakkan di semua saluran televisi. Aldi pun mematikan televisi lalu berdiri dengan langkah berat, di depan pintu,Â
Aldi menatap ibunya yang sedang memandang kota Mekah di brosur itu yang kerap kali dibacanya. Ibu Aldi yang menoleh tersenyum kepada Aldi yang masih mematung di pintu itu. Aldi yang berkata dalam hati, sontak untuk pertama kali sepanjang menghadapi Ibu aku benar-benar kehilangan bahasa.
Lika-liku dalam kehidupan, menyimpan berbagai macam persoalan yang akan terus dihadapi oleh setiap Insan di dunia ini, skenario yang dimunculkan dalam cerpen membuat kita sadar akan pentingnya saling mengintropeksikan diri masing-masing agar kiranya kita sadar, bahwa sesungguhnya hidup dalam keserakahan duniawi, sangatlah berdampak buruk pada makhluk hidup lainnya, dimuka bumi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H