Sebelum menginjakkan kaki, sebaiknya pastikan dulu pijakan tidak licin dan tidak mudah longsor. Sekali terpeleset, bebatuan siap menyambut anda, juga jurang yang menganga lapar. Jalanan trekking ini sungguh membuat kaki saya gemetar. Saya tidak akan melangkah jika kaki tidak yakin. Kaki saya selalu aktif meraba-raba jalan agar saya tidak terpeleset. Seringkali juga saya harus ndelosor biar selamat.
Tempat ini masih sangat perawan. Saya tidak sengaja melihat bekas bungkus kondom dan sampah plastik lainnya. Pengunjung hendaknya tahu jika membuang sampah harus pada tempatnya agar tempat yang indah ini tidak tercemari dengan sampah.
Air mengalir begitu jernih. Kami bergegas agar tidak bertemu hujan karena tentu akan menambah berat perjalanan. Sepanjang perjalanan saya tak henti-hentinya baca mantra kekuatan dan keselamatan. Kaki, tangan, mata bekerja demi mendapatkan pijakan yang aman. Hingga tibalah kami menyeberangi sungai di atas jembatan kecil yang dibuat pengelola kemudian menyeberang sungai lagi dengan berpegangan pada sebuah tali tambang. Sungai lumayan deras membuat tubuh berayun-ayun. Hingga sampailah kami di lembah air terjun Tumpak Sewu.
Inilah penampakan air terjun Tumpak Sewu.
Dengan duduk di batu ini rasanya impas sudah perjuangan saya yang sampai ndelosor tadi.
Setelah puas berfoto, kami pulang dengan jalur berbeda dari yang dilewati tadi. Saya diajak teman saya melihat wisata goa Tetes. Saya mengiyakan saja. Kami mulai menelusuri jalan bebatuan licin, terjal, dan menyeberangi sungai lagi. Napas sampai hanya tinggal Senin-Kamis. Kami sering berhenti untuk menyambung napas dan mengumpulkan energi.Â
Sesampainya di wisata goa Tetes malah tidak ada dari kami yang mau naik karena sudah hampir kehabisan tenaga. Kami pun hanya duduk di tempat biasanya penduduk membuka warung. Karena jalur trekking masih ditutup, para pedagang tidak ada yang membuka warungnya. Kami duduk menikmati harmoni alam. Gemericik air yang merdu, suara monyet yang sedang mengayun-ayun di dahan.
Trekking pulang ternyata lebih jauh dari saat berangkat tadi. Kaki sudah berdenyut, tubuh terasa berat, napas tinggal satu-dua, namun saya harus tetap konsentrasi agar tidak terpeleset. Beberapa kali kami beristirahat, sekedar duduk untuk mengumpulkan puingan napas yang hampir habis. Saya pasang koyo di kedua kaki. Gerimis mulai jatuh dan kami harus bergegas kembali ke atas.