Mohon tunggu...
Asmiati Malik
Asmiati Malik Mohon Tunggu... Ilmuwan - Political Economic Analist

Political Economist|Fascinated with Science and Physics |Twitter: AsmiatiMalik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Review Buku] "The Subtle Art of Not Giving a F*ck"

18 Mei 2018   06:14 Diperbarui: 18 Mei 2018   07:00 6048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: cherierenee.com

Buku The Subtle Art of Not Giving a F*ck oleh Mark Manson, mengulas tentang seni untuk tidak terlalu memperdulikan apa yang orang lain pikirkan dan harapkan tentang anda. 

Hidup anda hanya sekali, maka jalanilah sesuai dengan apa yang benar-benar membuat anda bahagia. Termasuk masalah karir, memilih pasangan, berbusana dan bahkan disegala bidang. 

Anda tidak usah menghabiskan energi untuk menghiraukan dan memaksa diri anda untuk membuat semua orang untuk menyukai anda. 

Karena percaya atau tidak, usaha anda akan sia-sia saja. Anda tidak bisa memaksakan orang lain untuk menyukai anda. Oleh karena itu, menghiraukan suara-suara yang negatif dalam hidup anda, akan membuat anda bisa fokus pada hal-hal yang positif. 

Ini juga berlaku ketika anda ingin memilih jurusan (bidang studi) yang anda sukai. Anda tidak perlu menghiraukan apa yang orang lain inginkan atau katakan tentang ada. 

Saya banyak melihat dan mendengar orang yang menganggap rendah orang lain hanya karena mereka memilih jurusan yang kelihatan tidak 'keren' dan tidak memiliki peluang untuk membawa karir yang memiliki faktor 'wow' dimasa depan. 

Seperti salah satu teman sama yang dicibir habis-habisan oleh teman dan kerabatnya karena dia memilih jurusan seni. Padahal beberapa tahun kemudian dia berkarir sangat cemerlang dan di kontrak oleh salah satu perusahaan terkenal di London dan kemudian membuka usaha perhotelan di Bali. 

Saya juga pernah melihat bagaimana seorang teman saya yang dicibir habis-habisan karena tidak diterima kuliah di universitas dengan kualitas (akreditasi A dan B), sehingga dianggap sebagai seorang yang gagal. Tapi siapa yang bisa menduga, dia menjadi seorang pengusaha sukes dan bahkan memiliki beberapa perusahaan ditiga negara.

Atau teman saya yang memilih keluar dari salah satu top universita didunia, dimana setiap orang mungkin bercita-cita masuk universitas tersebut. Tapi dia memilih berhenti untuk mengejar passionnya dibidang bakery dan membuka toko Roti di New York. Siapa sangka setahun kemudian dia bangkrut tapi dia berusaha kembali dan akhirnya sukses. 

Contoh yang paling luar biasa buat saya pribadi adalah, teman saya yang meninggalkan karirnya sebagai pengacara untuk membuka toko baju dipinggir jalan. Padahal dengan mudah, dia bisa saja mendapatkan hidup yang nyaman dan berada dizona aman dengan pekerjaannya sebagai pengacara. 

Tapi dia merasa tidak bahagia, karena bos/pimpinannya tidak memberikan ruang untuk dia untuk berkembang. Akhirnya dia memutuskan untuk keluar, bahkan seperti tidak memiliki beban apapun. Keluarganyalah yang begitu gelisah karena menganggap dia sebagai pecundang dan tidak bisa berjuang. Tapi kisah ini berlanjut dua tahun kemudian dia berhasil membuka beberapa cabang toko dengan penghasilan 200 juta perminggu. 

Perntayaannya adalah kenapa orang-orang itu bisa sukses?. Ternyata kisah orang-orang seperti ini banyak diulas dibuku The Subtle Art of Not Giving a F*ck. Mereka adalah orang-orang yang percaya diri dengan mimpi dan berkomitmen untuk meraih tujuan mereka. 

Banyak orang yang lulus dari jurusan WOW dengan prestasi akademik luar biasa, tapi karirnya kelihatan biasa-biasa saja. Salah satu teman kelas saya, mendapatkan GPA 4.0 tapi GPA itu tidak secemerlang dengan kehidupan karirnya. 

Orang yang sudah biasa gagal, dimaki-maki, merekalah orang yang terbiasa untuk mengetuk pintu untuk mencari jalan lain, sudah terbiasa ditolak dan mengalami kegagalan, sehingga mereka tidak pernah patah arang untuk berusaha. 

Sedangkan orang yang selalu sukses, biasa menerima pujian dan dipuji, akan cenderung untuk susah menerima kegagalan. 

Sehingga dia terisolasi dengan dirinya sendiri bahkan melihat orang lain di lingkungan kerjanya sebagai competitor, padahal ketika anda bekerja team worklah yang paling penting. 

Jangan Takut untuk Berbeda

 Dalam buku tersebut dipaparkan pentingnya untuk nyaman dengan diri anda sendiri, tidak usah takut untuk memiliki opini berbeda atau berbeda dengan orang lain, karena itu akan memembuat anda  percaya diri. Hanya karena anda memilih jalan yang berbeda atau opini yang berbeda, tidak serta merta membuat orang lain lebih benar dari anda. Kuncinya anda harus nyaman dengan diri anda sendiri.

Anda juga diajarkan untuk berani untuk menghadapi perbedaan dan menyikapi perbedaan tersebut dengan santai, karena ada banyak hal yang lebih penting untuk anda pikirkan dari pada menghabiskan waktu untuk membentuk pencintraan yang sia-sia.

Pilihan itu ada pada diri anda, apakah anda akan menghabiskan waktu anda untuk memikirkan semua itu atau anda menjernihkan pikiran anda dan menatap kedepan. Anda tidak perlu menjadi pribadi luar biasa untuk orang lain tapi anda harus menjadi orang yang anda terima, dengan begitu anda akan nyaman dan bahagia dengan diri anda sendiri. 

Nilai-nilai Buruk

Dalam buku tersebut juga dibahas nilai-nilai buruk yang membawa masalah yang begitu buruk dan susah untuk diatasi. 

Termasuk nilai-nilai seperti: "kenikmatan" atau pleasure. Dalam artian kalau anda menghadiahi diri anda dengan kenikmatan sementara anda tidak akan mendapatkan kebahagian jangka panjang. Contohnya adalah orang yang selingkuh. Pada awalnya mereka bahagia tapi pada akhirnya akan ada penyesalan yang terpendam yang membawa pada ketidak-bahagiaan.

Nilai kedua ada, kesuksesan material. Banyak orang yang melihat sukses adalah orang yang memilki harta yang berlimpah, memiliki baju yang begitu banyak bahkan saking banyaknya dia sendiri tidak sempat memakainya dan hanya menjadikannya pajangan lemari. 

Sekaya apapun anda, anda hanya bisa makan secara sehat tiga kali sehari. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara banyaknya harta dengan kebahagiaan.Yang membuat anda bahagia adalah capaian pribadi atau self-achievement. 

Contohnya anda akan lebih bahagia menjadi orang yang memiliki gaji/pendapatan lebih tinggi dari teman kerja anda. Dibandingkan ketika anda pindah ke tempat baru, meskipun gaji anda lebih tinggi dari tempat kerja sebelumya, tapi anda berada pada posisi paling rendah dari orang lain, anda akan merasa tidak puas.

Nilai ketiga adalah 'selalu merasa benar'. Ini akan membelenggu anda untuk berkembang, karena anda secara tidak sadar membentuk benteng pertahanan untuk mendengarkan pendapat orang lain. Sehingga anda lebih sering menjadi orang yang ingin didengarkan daripada menjadi orang yang belajar untuk mendengarkan. 

Orang seperti ini hidup dalam dunianya sendiri, sehingga kalau ia mendapatan orang yang beropini berbeda dengannya dia akan sangat resistant dan menolak dengan segala cara agar opini dan pendapatnya diterima.

Yang terakhir adalah selalu berfikir positif. Menjadi orang selalu positif itu baik, akan tetapi menutupi perasaan negative dan menguburnya akan membuat anda menjauh dari kebenaran. 

Contoh sederhana adalah perokok, mereka hidup dalam opini yang dibuatnya dengan beranggapan banyak orang yang merokok tapi sehat saja, dengan begitu dia membenarkan tindakannya. Oleh karena itu pilihan yang tepat adalah berfikir positive tapi dilain sisi juga mengatasi hal negative tersebut. Dengan begitu anda tidak akan menjadi pribadi yang suka menyangkal. 

Akhir kata, saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca oleh siapapun, terutama untuk generasi X (milenial: usia 17-35). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun