Kontribusi menambah nilai kebaruan dalam ilmu pengetahuan
Bagaimana kontribusi pendidikan tinggi di Indonesia dalam menghasilkan ilmu baru? Sebaiknya, kita tak harus terseret kepada terminologi menghasilkan ilmu baru. Pernyataan itu agak berlebihan. Kalau ditanyakan kepada Ibu Wamen dia akan sulit menjawab mana ilmu baru yang dihasilkan oleh sebuah kegiatan di sebuah universitas. Dimanapun universitas tersebut. Dunia saintifik sangat ketat menerima istilah menghasilkan ilmu baru. Banyak universitas didunia menluluskan doktor masih membatasi diri. Karya calon doktor tersebut telah menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai kebaruan. Ada sesuatu yang baru dibandingkan semua acuan yang digunakan dalam desertasi tersebut. Hampir dapat dipastikan bahwa karya doktor tersebut tidak dapat menyandang istilah ilmu baru. Bagaimana menghasilkan suatu nilai kebaruan? Jawabannya adalah melalui riset. Apakah riset bagian yang tidak terpisahkan dalam suasana belajar mengajar di Indonesia? Semua dosen diperguruan tinggi di Indonesia dapat dipastikan terkait dengan undang-undang guru dan dosen. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan. Selain itu dosen diwajibkan melaksanakan Tri Dharma perguruan tinggi yakni, dharma pendidikan, dharma penelitian dan dharma pengabdian kepada masyarakat. Jenjang jabatan akademik juga ditentukan oleh hasil riset dan implementasi hasil riset di masyarakat (pengabdian kepada masyarakat). Pada akhir jenjang pendidikan diperguruan tinggi dapat dipastikan semua mahasiswa melakukan riset. Tugas akhir dibuat berdasarkan riset mereka. Mahasiswa dibimbing oleh satu atau dua orang dosen pembimbing. Para pembimbing memiliki kepakaran yang terkait dengan fokus penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa. Kadang mahasiswa terlibat dalam group riset besar kelompok dosen yang menggeluti bidang tertentu. Dalam group tersebut mahasiswa bekerja dalam sebuah piramida strata pendidikan yang sedang dil. Dalam Group ada mahasiswa S1, S2 dan S3. Dibeberapa perguruan tinggi terutama yang telah mencanangkan visi mereka sebagai universitas riset seperti ITB, UGM, UI, IPB, Undip, Unair, Unhas, UNS, dapat dipastikan 100 % dosen-dosen di PT tersebut malakukan riset. Bagaimana di perguruan tinggi yang lain? Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sekitar 30-50% dosen di perguruan tinggi aktif terlibat dalam penelitian. Pendidikan di perguruan tinggi di Indonesia memang belum sampai menghasilkan ilmu baru. Itu terlalu sulit bagi bangsa ini, pada saat ini. Banyak hal yang harus dibenahi. Pendanaan yang diperlukan juga sangat besar. Tentang menghasilkan ilmu baru, memang tak semua pendidikan tinggi dituntut kesana. Bagaimana pendidikan tinggi vokasi? Mereka melakukan aplikasi saintek. Jadi terlalu berlebihan jika menuntut mereka menghasilkan ilmu baru. Pendidikan tinggi program vokasi sangat berfokus pada penerapan pengetahuan yang sudah ada untuk aplikasi-aplikasi baru yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Secara keseluruhan, pendidikan tinggi di Indonesia berkontribusi menambah nilai kebaruan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi sudah sangat banyak dan belangsung sudah cukup lama. Justru nilai kebaruan yang dihasilkan dalam riset diperguruan tinggi tersebut perlu mendapat perhatian secara serius dari kementrian pendidikan tinggi sains dan teknologi. Banyak nilai kebaruan yang menjanjikan untuk dimanfaatkan oleh masyarakat justru masuk kedalam lembah kematian.
Himbauan untuk kementrian pendidikan tinggi sains dan teknologi
Pengelolaan perguruan tinggi yang menonjolkan pelaksanaan Tri Dharma (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat) sangat penting untuk menciptakan lingkungan akademis yang berkelanjutan. Jalan keluar memang harus dicari untuk mempercepat perolehan sumbangan yang berarti dari perguruan tinggi. Berbagai terget dari pemerintahan baru kini telah dicanangkan. Swasembada energi, swasembada pangan, pertumbuhan industri dan lain sebagainya. Perguruan tinggi secara umumnya tak hanya menghasilkan lulusan berkualitas, tetapi juga dituntut menhasilkan inovasi yang bermanfaat bagai masyarakat dan ilmu ilmu baru. Langkah-langkah terintegrasi perlu dipikirkan. Perancangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan dengan penelitian dan pengabdian masyarakat seharusnya mulai disentuh. Proyek penelitian sebaian harus berhubungan langsung dengan masalah yang dihadapi masyarakat. Pelibatan mahasiswa dalam program berkolaborasi dengan masyarakat pengguna yang didanai oleh kementrian misalnya, program dana padanan dan beberapa program pengabdian kepada masyarakat meminta melibatkan mahasiswa. Keteribatan mahasiswa tersebut dinilai bobot SKSnya. Kurikulum semacam ini terkait dengan Tri Dhama sudah baik perlu mendapat evaluasi dan penerapan praktik terbaik.
Akhir-akhir ini dosen-dosen diminta mengikuti pelatihan secara reguler. Pelatihan untuk sebaiknya difokuskan pada pelaksanaan Tri Dharma yang lebih bermakna yang melibatkan mahasiswa. Pelatihan dan workshop untuk dosen dan mahasiswa tentang pentingnya Tri Dharma, serta cara-cara mengimplementasikannya dalam suasana akademik di kampus. Pengabdian kepada masyarakat dapat diperluas menjadi implementasi hasil riset untuk keperluan masyarakat dalam arti luas. Misalnya pendirian inkubator bisnis. Pendirian inkubator bisnis sangat diperlukan untuk melakukan hilirisasi dan komersialisasi hasil riset dosen dan melibatkan mahasiswa. Hasil riset terpilih adalah yang memiliki tingkat kesiapan teknologi dan kesiapan memasuki pasar telah tinggi. Untuk menilai kesiapan dan relasi dengan hilirisasi dan komersialisasi sebaiknya perguruan tinggi kita memiliki untit handal untuk melakukan kegiatan Transfer Technology Office (TTO). Inkubator bisnis yang disebutkan diatas sebaiknya disiapkan dikawasan industri. Perguruan tinggi tertentu telah mampu menyewa gedung di kawasan industri dan diperuntukan bagi inkubator bisnis kampus. Hal ini sangat menguntungkan bagi usaha pemula (stard up) karena banyak persyaratan perizinan telah disiapkan oleh kawasan. Implementasi Tri Dharma dalam kondisi masyarakat Indonesia yang sudah cukup banyak yang terdidik dan perlunya mengangkat kuantitas dan kualitas kelas menengah, hal yang disebutkan diatas perlu mendapat perhatian.
Perguruan tinggi kita juga terus ditutut untuk memasuki kelompok universitas kelas dunia. Tambahan ilmu dengan dengan nilai kebaruan tinggi, inovasi, hilirisasi dan komersialisasi memerlukan ketersediaan infrastruktur dan dana yang memadai untuk mendukung penelitian perjalananan panjang tingkat kesiapan teknologi dan komerialisasinya. Fasilitas yang standard untuk laboratorium, perpustakaan, dan akses ke publikasi ilmiah sangatlah membantu. Tritunggal dharma tersebut telah menjadi budaya perguruan tinggi kita, dan sampai pada hal yang paling mendasar dalam pembentukan kurikulum sebuah perogram studi. Dimana letak kelemahannya sehingga PT Indonesia berapa tahun terakhir terus merosot ranking dunianya? Kelemahannya adalah pada penghayatan masyarakat PT yang belum begitu dalam pada tridharma tersebut. Dalam persaingan global sekarang ini, perguruan tinggi dan lembaga riset merupakan suatu kekuatan utama agar mampu mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Untuk hal tersebut, PT perlu menyadari bahwa kekuatan tridharma dapat dimanfaatkan asalkan kita mampu menggunakannya dengan cara pandang lebih. Dharma pertama seyogyanya menggunakan prinsip mendidik dan mengembangkan sumber daya manusia berkelanjutan. Dharma kedua sebaiknya menyentuh kemampuan menghasilkan ilmu dan teknologi baru melalui penelitian dan pengembangan. Akhirnya, dharma ketiga diusahakan mampu berkontribusi pada pembangunan nasional melalui alih sains dan teknologi kepada masyarakat. Kegiatan tridharma tersebut baik secara sendiri-sendiri maupun yang terkait satu dengan yang lain, akan dapat menghasilkan karya intlektual yang dapat didesiminasikan ke masyarakat dalam arti luas, melalui publikasi ilmiah, seminar, paten, lisensi, buku, tulisan populer dan lain sebagainya. Kegiatan semacam inilah yang dapat dinilai oleh pemeringkat internasional, asalkan kegiatan-kegiatan tersebut tersebar secara internasional dan dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat internasional sehingga menjadi acuan (sumber sitasi). Jadi benang merahnya adalah kemampuan mempublikasikan hasil kegiatan Tridharma secara internasional yang yang merupakan unsur penting dalam penilaian universitas kelas dunia. QS memberikan bobot 40 % penilaian dari peer review dan 20 % dari jumlah karya ilmiah suatu PT disitasi oleh penggerak ilmu pengetahuan lain dari seluruh dunia. Semakin banyak karya yang dipublikasikan secara internasional, maka semakin dikenal suatu perguruan tinggi. Hal tersebut mendorong naiknya tingkat sitasi terhadap karya PT tersebut. Perguruan tinggi tersebut telah berkontribusi bagi perkembangan sains dan teknologi.
Semarang, 18 Desember 2024
Muhammad Nur: Seorang pengembang teknologi plasma dan ozon dari Center for Plasma Research Universitas Diponegoro, tinggal di Semarang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H