Kementrian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi: Struktur Baru Harapan Baru
Oleh: Muhammad Nur
Pemisahan antara pendidikan dasar dan menengah dengan pendidikan tinggi terjadi lagi. Pada tahun 2014 hal tersebut pernah dilakukan. Kini namanya Kementrian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Langkah yang sangat baik. Insan akademik yang ditugasi menyelenggarakan Tri Dharma perguruan tinggi diharapkan bisa mengangkat cepat tingkat kontribusi Indonesia dalam perkembangan sains dan teknologi. Perubahan ini memungkinkan dihasilkannya inovasi dan berlanjut ke produk produk inovatif yang dibutuhkan masyarakat.
Kegembiraan kita dengan tatakelola baru dan harapan baru rupanya juga meminta perhatian baru. Persepsi kita tentang pendidikan tinggi belum sama dan merata termasuk dikalangan para pejabat baru. Baru baru ini beredar video wawancara ibu wamen Stella Christie yang sedikit menyentakkan. Sepintas harapan beliau tentang perguruan tinggi di Indonesia sangatlah bagus, namun belum tentu semuanya benar dan layak diterima. Selain itu, penilaian ibu wamen kepada masyarakat tentang anggapan mereka terhadap perguruan tinggi terkesan terburu-buru dan mengenarilisasi dengan akurasi yang sangat rendah.
Berkesimpulan capat
Menyimak video wawancara ibu wamen dengan salah satu podcast yang viral, penulis terusik berpendapat. Niat baik dan langka cepat ibu wamen mengevaluasi apa yang sedang terjadi tentang pendidikan di Indonesia perlu mendapat apresiasi. Evaluasi memang sangat diperlukan agar kementrian mencari jalan keluar untuk mendapatkan strategi jitu agar perkembangan cepat insan terdidik bangsa dapat diraih. Namun evaluasi perlu lebih cermat dan melibatkan banyak data sebelum menyimpulkan sesuatu yang menyangkut masyarakat luas.
Beginilah pendapat wamen tentang pendidikan tinggi dan pendidikan menengah. "Pendidikan dasar itu adalah tempat belajar pengetahuannya. Learning about knewlegde it self. Tetapi pendidikan tinggi itu adalah learning how to create knowledge. Pendidikan tinggi tempat belajar untuk membuat ilmu-ilmu baru. Sementara masyarakat menganggap pendidikan tinggi tidak beda secara kualitas dari SMA, cuma lebih sulit. Di perguruan tinggi di universitas adalah dimana sang Pengajar menghasilkan ilmu baru, knowlegde baru, oleh karenanya dosen melakukan riset. Para mahasiswa, mereka yang belajar adalah belajar untuk bagaimana mereka bisa mengcreate (menghasilkan) ilmu-ilmu baru atau pengetahuan baru.
Penyataan bahwa masyarakat menganggap bahwa pendidikan tinggi tidak beda secara kualitas dari SMA, merupakan penyataan generalisasi yang berlebihan. Mereka yang pernah mengenyam pendidikan tinggi dimanapun itu tetap saja menganggap pendidikan tinggi berbeda dengan pendidikan di SMA. Dari jaman dahulu terminologi yang kita gunakan untuk mereka yang masih belajar di sekolah menengah pertama dan menengah atas adalah siswa. Peserta didik yang sedang belajar di perguruan tinggi disebut mahasiswa. Terminologi ini jauh lebih maju dibandingkan terminologi barat yang menyebut students untuk kedua tingkat tersebut. Mengklaim bahwa masyarakat berpikir pendidikan tinggi tidak berbeda dari pendidikan menengah tanpa menunjukkan data atau survei dapat membuat argumennya kurang kuat. Data yang akurat dan pernyaataan yang valid sangat penting untuk mempertahankan kredibilitas sebagai pejabat publik. Selain itu pernyataan tanpa data bisa dianggap sebagai generalisasi yang tidak akurat, karena mungkin hanya mencerminkan pandangan sebagian orang. Jadi pernyataan yang menyimpulkan bahwa masyarakat menganggap pendidikan tinggi tidak beda secara kualitas dari SMA adalah sebuah pernyataan yang sulit diterima kebenarannya.