Wuiiisshhhhh …. Daratan tepi pantai Pulang Syawal dihempas dengan ombak Samudera Hindia. Hilang daratan, kini berganti lautan. Semua tumpah apa yang ada di laut. Gemuruh angin mengencang, awan hitam semakin pekat, kilatan menyambar-nyambar warnai langit hitam. Sesekali Guntur menggelegar berbisik pada bumi. Hujan pun turun sederas-derasnya. Paling terderas sejak puluhan tahun silam di Gunung Kidul ini.
Tubuh Indra dan Yanti saling berpelukan. Kuat tangan Indra memeluk Yanti ditengah pusaran air gelombang. Detik-detik … hitungan cepat menghukum sejoli itu. Genggaman Indra terlepas dari tubuh Yanti. Tak ada teriakan, tak ada ucapan perpisahan, hanya senyum tersimpul di wajah mereka dalam gelapnya air yang mengamuk.
“Begitulah kisah cinta Indra dan Yanti,” ucapku. Kaki kami terus melangkah menyisiri tepian pantai Indrayanti.
“Wah … sungguh terharu. Sekalipun akhirnya mereka mati, tapi setidaknya mereka bisa bersatu. Tetap memegang janji dan utuh saling mencintai.” Mata bulatnya menyipit diterpa sinar surya.
Lalu kakinya terhenti di pasir putih lembut saat dijilati ombak kecil yang nakal. Katanya, “Aku jadi ngebayangin Yanti kecil main-main di pantai ini deh. Ah … andaikan saja aku Yanti. Dapat mencintai dan dicintai seperti dirinya. Betapa bahagianya aku. Oh … Indra, kau sosok yang akan kucari terus dalam perjalanan hidupku.”
Aku tersenyum geli melihat senyum aneh di balik pejaman matanya yang bulat itu. Ini adalah tamu yang paling unik kutemukan sejak menjadi Guide travelling di kota Jogjakarta. Ia datang seorang diri dari Medan. Kota asalku juga. Yah … Kota Medan dengan segala kenangan manis dan pahit yang kutelan.
“Hei, Yenti, ada begitu banyak guied dari kantor. Kenapa kamu pilih aku? Pakai booking jauh hari segala. Hahaha …” tawaku lepas dideru angin pantai.
Kaki putihnya kembali melangkah. Liar berlari seperti anak kecil bermain dengan jernihnya air. Lentik jemarinya mengibaskan ombak kecil di depannya. Sibuk ia merapikan anak rambut yang menutup mata, sebab rambut hitam legamnya terurai diterpa angin.
“Yenti, jangan terlalu di tengah, bahaya! Kamu dengarkan aku!”
Bukan malah ke tepi, ia semakin ke tengah. Mulutnya mengejek ke arahku, lalu tertawa jahat. Ucapnya, “nggak takut, aku ingin menjadi Yanti.”
“Kamu gila! Hahaa … Hari gini percaya gituan,” aku pun menyusulnya. Keselamatan adalah tugas utamaku sebagai guied. Ya, pelayanan kami harus memuaskan setiap tamu. Terlebih aku sendiri dalam prinsip dalam bekerja. Menjadi guide, berarti menjadi orang yang bertanggungjawab penuh terhadap tamu.