Mohon tunggu...
Asmara Dewo
Asmara Dewo Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Pendiri www.asmarainjogja.id

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kelas Ladang Tebu

30 September 2015   10:51 Diperbarui: 30 September 2015   10:51 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ayo! Lanjutkan apa lagi yang ingin kamu jawab.”

“Sejarah selalu mengenang atau memperingati peristiwa G-30/S/PKI, pembunuhan para kiyai, dan perusakan kitab suci. Namun kenapa tidak dikenang pula pembantaian terhadap anggota PKI dan partisannya yang menelan korban begitu banyak pada tragedi ladang tebu. Dan alangkah lucunya era orde baru saat itu. Begitu buasnya menangkapi orang-orang yang dicurigai dan berbahaya menurut mereka,” lanjut Adit.

Pandangan semua murid kini mengarah ke Adit. Sepertinya Adit sudah seperti Pak Karto saja yang menjelaskan sejarah di ruangan kelas.

“Ada lagi yang ingin kamu jawab, Adit?” tanya Pak Karto lagi.

“Bapak tentu mengenal, Pram, bukan? Hampir seumur hidupnya dihabiskan di penjara.  Karena apa dan siapa? Tentu saja karena pemerintah yang gentar menghadapi kebenaran, dan malah menuduh Pram seorang PKI. Padahal sampai masa Orde Baru runtuh, Pram tidak terbukti seorang PKI. Bukankah itu satu kejahatan terbesar menahan seseorang berpuluhan tahun tanpa ada buktinya?”

“Kamu ada yang keliru Adit. Tapi bapak bangga padamu, kamu banyak paham juga sejarah. Kamu tahu dari mana itu semua?” ucap Pak Karto sambil membunyikan jemari gemuknya, “Pram bergabung di Lekra. Nah, kamu tahu Lekra yang sebenarnya?”

“Ya, saya tahu, Pak. Lekra memang tak bisa dilepaskan dari PKI itu sendiri. Namun, Bapak juga jangan keliru, sekalipun Lekra didirikan oleh orang-orang PKI, Lekra juga bebas dari politik PKI. Setiap anggota tidak harus masuk PKI, jadi memang ada yang benar-benar mengikuti karena seni saja,” nada Adit bicara semakin tegas.

“Oh, ya? Kamu tahu dari siapa sejarah ini semua?” tanya Pak Karto penasaran.

“Kakek saya, Pak. Beliau adalah salah satu dari bayaknya korban akibat kekejaman ormas dan ABRI yang didukung pemerintah. Kakek saya sempat meloloskan diri, saat teman-temannya dihabisi di ladang tebu. Hanya karena Kakek percaya bahwa Partai Komunis Indonesia bisa menyejahterakan rakyat.”

Suara bel berbunyi, tanda jam kelas berakhir. Adit yang tampak masih semangat menjelaskan apa yang dipahami dari kakeknya hanya sampai di situ saja. Murid yang lain mulai sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Diiring Suara bising seperti kumbang berdengungan.

“Sebagai guru sejarah, mungkin bapak keliru dalam sejarah. Dan bapak juga tidak begitu saja percaya apa yang kamu bilang tadi. Oh ya, kamu harus ingat, Adit, sejarah kamu pahami secuil, maka kamu punya tanggungjawab untuk meluaskannya lagi.” Pesan Pak Karto guru sejarah pada Adit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun