Persoalan money politics dari pemilihan ke pemilihan terus meningkat. Hal ini terjadi akibat kegagalan para politikus dalam memahami ideologi yang dianggap hal sepele. Sehingga mereka masuk dalam ruang pragmatisme dan menganggap bisa membeli suara masyarakat dengan uang yang mereka miliki untuk memenangkan kontestasi. Bagi kebanyakan masyarakat di Indonesia, money politics dianggap sebagai rezeki nomplok ataupun bagi mahasiswa akan dianggap sebagai rezeki anak sholeh. Padahal uang yang diberikan oleh penguasa tersebut menentukan nasibnya kedepan.
Politikus yang menggunakan uang untuk memenangkan kontestasi ketika telah terpilih akan cenderung memikirkan bagaimana cara agar uangnya kembali. Sehingga kebijakan-kebijakannya tidak akan berpihak pada masyarakat. Cukup rumit memang, tetapi dari pemilihan ke pemilihan selalu terjadi seputar jual beli suara dan sumbangan untuk masyarakat. Persoalan ekonomi yang variatif di setiap provinsi di Indonesia akan menentukan bentuk dan karakteristik transaksi yang terjadi. Sehingga permasalahan ini harus diselesaikan mulai dari pendidikan politik yang dilakukan oleh semua pihak. Serta menyelesaikan permasalahan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Siapapun yang terpilih pada perhelatan Pilkada 27 November 2024 nanti, semoga dia adalah orang yang layak dan memiliki visi misi besar untuk kemajuan masyarakat. Dalam kepemimpinannya perlu kita kawal bersama dan kritisi bersama ketika ia keluar dari jalurnya.
Salam Revolusi!!!
Merdeka!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H