Ramadhan merupakan bulan yang menarik bagi umat Islam. Karena di dalamnya terdapat suatu tuntutan aktifitas tertentu yang tidak ada di dalam bulan-bulan yang lain. Umat Islam diharuskan untuk melaksanakan puasa dengan suatu ketentuan.
Menariknya puasa Ramadhan ini, juga dikarenakan bila dalam suatu wilayah terdapat sekumpulan orang Islam, ada kesan menuntut untuk melaksanakannya secara kolektif. Tidak sendiri-sendiri dengan kerangka batasan waktunya tidak terlampau jauh. Melihat Indonesia sendiri, secara lokasi perbedaan waktunya selisih paling lama hanya hitungan jam.
Hanya saja, meski secara geografis masing-masing daerah di Indonesia itu selisihnya tak jauh, namun realitasnya di dalamnya terdapat perbedaan pendapat perihal penentuan awal Ramadhan ataupun dalam buka puasa di akhir bulan (awal Syawal). Ada sebagian kelompok yang mendasarkannya dengan ketetapan di Mekah, juga ada yang memakai hisab urfi (periodik antara 30 dengan 29 hari) seperti di Sumatera Barat, hisabijtimak qablal ghurub (konjungsi sebelum matahari terbenam), ada yang menggunakan hisab wujudul hilal (hilal wujud di atas ufuk yang ditandai bulan terbenam lebih lambat daripada matahari), hisab imkan rukyat, dan lainnya.
Ramadhan sekarang (1433 H), juga terjadi perbedaan awal bulan Ramadhan, dimana Muhammadiyah menetapkan tanggal 20 Juli 2012, sedangkan sidang isbat menentukan awal bulan Ramadhan jatuh pada tanggal 21 Juli 2012. Sebelum-sebelumnya juga seringkali terdapat perbedaan seperti tahun sebelumnya, 2011, Muhammadiyah menetapkan awal Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011 sedangkan sidang isbat memutuskan 31 Agustus 2011. Termasuk perbedaan pada tahun 1994, 1993, 1992.
Adanya fenomena seperti itu, sehingga memunculkan banyak kalangan yang merasa terpanggil untuk mencoba mengeluarkan sikap. Baik mendukung perbedaan, menolak perbedaan, ataupun apatis. Termasuk dalam sikapnya, dari mendesak agar mengambil salah satu hasil dari ormas tersebut, sampai membuat cara sendiri sebagai upaya menjembatani perbedaan yang ada meskipun kemudian justru menambah perbedaan.
Ironisnya, sampai sekarang upaya persamaan dalam menentukan hari dalam pelaksanaan awal puasa ataupun diakhirnya, masih begitu kuat. Banyak kalangan memberi penilaian apabila perbedaan dalam hal ini sebagai sumber perpecahan dengan persamaan sebagai cara solutif terjalinnya persatuan. Kebingungan masyarakat awam untuk mengikuti yang mana menjadi alasan yang cukup massif ditampilkan oleh penolak perbedaan, dengan memosisikan "perbedaan sebagai rahmat"  berada di bawah  persamaan.
Perbedaan NU dan Muhammadiyah
Perbedaan paling mendasar dalam hemat saya perihal penentuan awal Ramadhan ataupun awal Syawal antara NU dengan Muhammadiyah ada di rukyat. Muhammadiyah terlihat cukup ketat dalam menolak rukyat. Ada banyak alasan dalam hal tersebut, yang di antaranya agar umat Islam tidak terlampau direpotkan dengan melihat hilal, serta rukyat tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras diseluruh dunia.
Menyinggung Muhammadiyah dengan majelis Tarjih dan Tajdid yang dimilikinya, dengan begitu kuat menjauhi rukyat, sekilas justru mengesankan mematikan tajdid (pembaharuan) itu sendiri. Meski begitu, tentunya Muhammadiyah mempunyai alasan tersendiri untuk sampai saat ini masih berpegang teguh pada hisabijtimak qablal ghurub (konjungsi sebelum matahari terbenam) dan hisab wujudul hilal (hilal wujud di atas ufuk yang ditandai bulan terbenam lebih lambat daripada matahari).. Pandangan Muhammadiyah yang demikian juga menggunakan pijakan dalil naqli, seperti QS. Yunus: 5, QS. Al Isra': 12, QS. Al An-am: 96, dan QS. Ar Rahman: 5.
"Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan," dalamQs. ar-Rahman: 5.