“Katakanlah: "Hai orang-orang kafir” (ayat 1) .Ayat ini sebenarnya ditujukan pada orang-orang kafir di muka bumi ini. Akan tetapi, konteks ayat ini membicarakan tentang kafir Quraisy.
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah" (ayat 2), yaitu berhala dan tandingan-tandingan selain Allah.
“Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah” (ayat3), yaitu yang aku sembah adalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Persembahan kita ini sekali-kali tidak dapat diperdamaikan atau digabungkan. Karena yang aku sembah hanya Allah dan kalian menyembah kepada benda.
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah” (ayat 4), maksudnya adalah aku tidak akan beribadah dengan mengikuti ibadah yang kalian lakukan, aku hanya ingin beribadah kepada Allah dengan cara yang Allah cintai dan ridhoi. Cara kita menyembah juga berbeda.
“Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah” (ayat 5), maksudnya adalah kalian tidak akan mengikuti perintah dan syari’at Allah dalam melakukan ibadah, bahkan yang kalian lakukan adalah membuat-buat ibadah sendiri yang sesuai selera hati kalian.
Ayat-ayat ini secara jelas menunjukkan berlepas diri dari orang-orang musyrik dari seluruh bentuk sesembahan yang mereka lakukan.
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” Maksud ayat ini sebagaimana firman Allah,
“Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 41)
“Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu.” (QS. Asy Syura: 15)
Soal akidah, di antara Tauhid Mengesakan Allah, sekali-kali tidaklah dapat dikompromikan atau dicampur-adukkan dengan syirik. Tauhid kalau telah didamaikan dengan syirik, artinya ialah kemenangan syirik.
Syaikh Muhammad Abduh menjelaskan perbedaan ini di dalam tafsirnya: