Aku tak kuasa melihat semuanya. Aku benamkan wajahku dalam kedua telapak tanganku. Hanya suara isak tangisku yang terdengar hebat. Aku tidak perduli apa yang dilihat dan dilAkukan David. Tiba-tiba Aku merasakan sebuah pelukan dibahuku. Aku tahu itu pelukan David. Aku merasa nyaman dalam pelukannya. Aku ingin sekali bisa merasa lebih nyamandipelukannya. Tapi Aku tidak bisa. Aku merasa berdosa didepan Sintia.
" kamu apa-apaan??" bentakku, sambil melepas pelukan David.
" jangan pernah lAkukan hal itu lagi kepadAku!!"
" Sin Aku hanya ingin membuat..."
" membuat apa?? Sintia yang butuh pelukan darimu. Bukan Aku!!!"
"... Sin..."
" sekali lagi kamu berani melAkukan hal itu, Aku gak kan maafin kamu!!"
David menjauh dariku. Dia kembali kekurSinya. Aku memeluk Sintia sebentar. Aku memandangi David yang juga sedang melihatku. Sungguh. Dimata David Aku melihat luka menganga. Kesedihan yang sangat sedih. Mata yang jujur mengatakan isi hatinya kepadAku. Baru kali ini Aku berani melihat mata David yang kurindu. Aku merasa bersalah telah membentaknya barusan. Tapi Aku Aku juga benar-benar marah kepadanya. Mengapa dia hadir dikehidupanku terlebih dahulu, dan sekarang dia merenggut kebahagiaanku dan kebahagiaan Sintia. Tak seharusnya dia mengira Aku Sintia. Tak seharusnya Aku pernah menyukainya. Tak seharusnya dia hadir di kehidupanku. Ini semua memang salahku. Jika seandainya tidak ada Aku diantara kalian berdua, mungkin Sintia tidak begini. Bukan. Bukan Aku yang salah. David penyebab semuanya. Dia seharusnya hanya ada untuk Sintia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H