Mohon tunggu...
Aslil 88puspus
Aslil 88puspus Mohon Tunggu... -

untuk semua netizen, mohon bimbingan, dan ilmunya agar saya senantiasa belajar dan memperbaiki diri dalam segala hal... mari berbagi dan belajar bersama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sintia dan Sinta

8 Januari 2013   06:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:23 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku membawa seikat bunga krisan putih yang ku gendong di tangan kiri. Terdengar langkah sepatu high heel yang bernada indah nan datar. Suara yang sama mampu memecah lorong rumah sakit yang sepi dan bernuansa berbeda. Sepertinya aura magis di depan pintu yang akan Aku lewati begitu kuat. Aku tidak perduli. Yang penting bukan pintu itu yang Aku tuju. Di sudut lorong sebelah kananku ada seorang suster yang masuk ke sebuah kamar pasien. Baju putihnya sirna ditelan pintu. Aku hanya menoleh sekejap. Kembali ku pandangi bunga putih cantik dibahuku. Bunga berwarna putih, adalah kesukaan seseorang yang akan Aku temui.

Helaan nafas panjangku terhenti didepan pintu yang akan Aku buka. Ya di kamar flamboyant. Tanganku sudah meraih gagang pintu. Urung Aku membukanya. Namun paksaan bunga krisan putih tak mampu Aku bendung. Akhirnya kubuka daun pintu itu. Sebuah pemandangan yang seperti biasa Aku lihat di dalam kamar pasien. Meja kecil, jendela kecil, ranjang pasien, tiang penyangga infus, selimut, lampu, kipas, dan entah peralatan medis apa lagi, Aku tidak tahu namanya. Aku meraih pot bunga yang berisikan bunga lili putih kemarin. Masih cukup segar. Aku tak ingin membuangnya, meskipun warnanya sudah sedikit pucat. Bunga krisan ditanganku. Aku masukkan kedalam pot yang sama. Aku tidak tahu seni merangkai bunga, semacam ikebana atau yang lainnya. Bagiku bunga hanya penghias ruangan. Aku tidak paham tentang seni. Setelah kuberi sedikit sentuhan tangan, pot itupun Aku kembalikan di atas meja.

Pasien yang terbaring koma didepanku. Cantik, berperawakan tinggi, selalu ceria, mudah akrab dengan orang lain. Banyak orang yang Akung kepada Sintia. Teringat olehku ketika Aku kesulitan mengerjakan tugas-tugasku, Sintia selalu datang menawarkan bantuan plus senyum ramahnya yang manis. Ketika pula Aku tak bisa memasak, Sintia kembali jadi koki hebat untukku. Namun saat ini tubuh cantiknya tertidur didepan sosok lelaki yang masih setia menggenggam tangannya. David. Dia lah laki-laki beruntung yang menerima kekurangan dan kelebihan Sintia. Jam dinding menunjukkan pukul 23.45 WIB. Begitu nyenyak David menemani Sintia. Atau mungkin keduanya sedang bertemu dialam mimpi. Pemandangan yangbenar-benar mengharukan. Nampak olehku genggaman tangan David begitu erat, solah-olah dia tak ingin lepas dari Sintia. Kuperhatikan raut wajah Sintia. Terpejam pucat tak berdaya. Keperhatikan David. Kepalanya terbaring disamping Sintia. Rambut yang acak-acakan. Masih mengenakan baju kerja. Nampak pula tas kerjanya tergeletak disebuah kursi. David sudah seringkali seperti ini. Sepulang lembur dari kantor, dia pasti selalu menemani Sintia di kamar ini. Tanpa mandi, tanpa ganti baju, dan tanpa yang lain. Itulah cinta David untuk Sintia.

"Sintia kamu beruntung mempunyai David"

Aku duduk di sebuah kursi didepan David. Aku begitu menikmati pemandangan dua insan yang dirundung pilu. Sebenarnya Sintia akan menikah dengan David. Namun sayang, musibah itu datang, delapan hari menjelang pesta pernikahan. Kecelakaan menimpa Sintia. Meskisudah dua puluh Sembilan hari Sintia koma, kondiSinya belum menunjukkan perubahan. Aku teringat Sintia kejang-kejang ketika masuk UGD. Kala itu hatiku begitu tegang. Jantungku begitu deg-degan, berdenyut sangat cepat. Tubuhku terasa kAku dan dingin. Hingga akhirnya Akupun tak sadarkan diri.

"Sin..." David mengigau.

Aku sempat kaget. Dia pasti lelah, seharian bekerja. Aku ingin membangunkannya. Namun... Aku tidak tega mengganggu mimpinya bersama Sintia. Malam ini cukup dingin. Hujan gerimis masih bernyanyi diluar sana. Aku yang hanya mengenakan kaos panjang, tak kuasa menahan dingin. Akupun memasukkan tanganku dibalik selimut Sintia. Aku ingin sekali menyentuh David. Membelai rambutnya. Mengusap pelipisnya. Ya Aku ingin sekali melAkukannya. Bagiku David laki-laki istimewa. Tanggal ulang tahunnya sama denganku, 7 januari. Kami hanya selisih 4 tahun. Semburat senyum muncul di bibirku. Teringat kala itu. Pertama kali Aku bertemu dengan David. Kala itu Aku mengira kalau dia sudah tertarik padAku.

" kamu sudah lama diSini?" David tersadar.

" ... " senyumku hilang, berganti anggukan kaget.

" ini... jaket kamu??" kembali bertanya seraya memegang jaket di punggungnya.

" ... " hanya mengangguk dan tersenyum kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun