Aku tak bisa menjawab. Hanya kusibukkan diri mengusap air mata. Aku panic. Pasti David mendengar semuanya. Tangan David memegang tanganku. Namun Aku bersyukur, tanganku masih tersembunyi di balik selimut Sintia. Entah mengapa tangan David bagaikan pukulan maha dahsyat, genggaman tanggannya mampu memeras air matAku. Aku tak berani menatap mata David. Aku hanya melihat Sintia, adik kembarku. Aku berharap Sintia lekas bangun.
" Sin..." David masih menggenggam tanganku.
" seharusnya Aku yang terbaring koma. Bukan Sintia..." sembari menarik tanganku dari selimut. David terhenyak. Dia mengerti sikapku.
" seharusnya dia sekarang sedang di Bali bersamamu. Seharusnya dia bahagia bersamamu, ber..."
" Sin... sampai kapan kamu seperti ini? Ini bukan salahmu. Ini takdir Sin..."
" kamu seenaknya bisa bicara seperti itu...." Aku marah.
" Sin kumohon Sin sudah..."
" kenapa kamu tidak memohon pada Sintia agar dia lekas bangun??"
"......Sin kamu pikir Aku tidak sakit apa?? Aku juga merasakan apa yang kamu rasakan Sin!!"
" tidak. Kamu tidak tahu apa yang Aku rasakan..."
" Sinta... ku mohon Sin. Hentikan.."