Mohon tunggu...
Askpert.id
Askpert.id Mohon Tunggu... Lainnya - Expert Network

The first expert network in Indonesia. Providing answers beyond numbers, and bridging institutions with curated domestic experts.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Telemedicine di Indonesia: Lonjakan Pengguna dan Besarnya Potensi Bisnis

12 November 2023   17:28 Diperbarui: 12 November 2023   20:51 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Askpert.id - Telemedicine di Indonesia menjadi kekuatan yang bisa memperluas akses layanan kesehatan. (Foto oleh Online Marketing/Unsplash)

Telemedicine (telemedis) muncul sebagai kekuatan transformatif dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia, terutama selama masa pandemi. Layanan kesehatan jarak jauh ini telah menjadi pemain penting dalam penawaran solusi layanan kesehatan yang mudah diakses dan efisien.

Artikel ini menjelaskan apa itu telemedicine, manfaatnya, dan besarnya peluang bisnis telemedicine di Indonesia.

Apa itu Telemedicine?

Telemedicine mencakup layanan kesehatan yang cukup luas. Layanan ini memanfaatkan platform digital seperti konsultasi video, pemantauan jarak jauh, dan aplikasi kesehatan seluler. 

Pendekatan ini bisa menghubungkan penyedia layanan kesehatan dengan pasien, memfasilitasi konsultasi, diagnosis, dan perawatan dari kenyamanan rumah masing-masing.

Dilansir Primaya Hospital, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), praktik telemedicine dapat dibagi menjadi dua metode: asinkron dan sinkron. Perbedaannya terletak pada bagaimana data yang relevan untuk konsultasi online dikirimkan.

Dalam telemedicine asinkron, data pasien dikirim melalui email ke dokter, yang kemudian meninjau informasi dan memberikan diagnosis. 

Sebaliknya, telemedicine sinkron melibatkan komunikasi interaktif langsung, seperti melalui panggilan video, yang memungkinkan interaksi dan konsultasi secara real-time.

Manfaat Telemedicine di Indonesia

1. Peningkatan Akses terhadap Layanan Kesehatan

Telemedicine bisa mengatasi hambatan geografis, terutama untuk daerah terpencil di Indonesia yang sulit memperoleh layanan kesehatan berkualitas. Selain itu, telemedicine juga bisa mengatasi kurangnya jumlah dokter di Indonesia.

Menurut data Kementerian Kesehatan, saat ini, Indonesia memiliki rasio jumlah dokter dengan penduduk yang tidak merata, yaitu hanya 4 dokter per 10.000 penduduk. Angka ini jauh dari rekomendasi WHO yang sebanyak 10 dokter per 10.000 penduduk.

Secara geografis, sebaran dokter juga tidak merata, dengan lebih dari separuh jumlah dokter di Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

2. Peningkatan Efisiensi

Platform digital memungkinkan penyedia layanan kesehatan mengelola pasien dalam jumlah besar secara efisien. 

Alasannya karena pasien tidak perlu melakukan perjalanan jauh untuk menemui dokter mereka. Selain itu, obat yang diresepkan juga bisa dikirim di hari yang sama melalui kurir. 

Menurut artikel Askpert.id, Kimia Farma Mobile, K24Klik, dan KALCare menjadi perusahaan farmasi online yang cukup menarik perhatian di tahun 2022. 

Sedangkan menurut survei Katadata Insight Center (KIC) yang dilakukan pada 27 Februari - 7 Maret 2022, Halodoc memimpin sebagai layanan telemedicine yang paling banyak digunakan di Indonesia, dengan prevalensi 46,5%, diikuti oleh layanan telemedicine rumah sakit atau klinik dengan 41,8%. 

Sementara itu, layanan Alodokter dimanfaatkan oleh 35,7% responden, dan 20,3% melakukan konsultasi online langsung dengan dokter.

3. Perawatan Pencegahan dan Pemantauan

Telemedicine juga bisa memfasilitasi pemantauan berkelanjutan terhadap pasien dengan kondisi kronis, memungkinkan intervensi proaktif dan rencana perawatan yang dipersonalisasi. 

Fokus pada pencegahan penyakit ini dapat memberikan hasil kesehatan yang lebih baik dan mengurangi biaya perawatan kesehatan dalam jangka panjang.

Potensi Bisnis Telemedicine di Indonesia

Seperti yang sudah bisa ditebak, lonjakan penggunaan ponsel pintar di Asia Tenggara mengakibatkan layanan telehealth makin marak. 

Pemain-pemain besar di kawasan ini juga tidak hanya menyediakan layanan telehealth mendasar namun juga merambah ke layanan pengiriman obat. Industri logistik, yang memang telah dipimpin oleh e-commerce selama beberapa tahun terakhir, tentunya juga akan mendapatkan lonjakan permintaan dari layanan telemedicine.

Dilansir dari AntaraNews, data Aliansi Telemedis Indonesia (Atensi) pada tahun 2022 mengungkapkan sudah ada lebih dari 17,9 juta konsultasi telemedicine yang dilakukan oleh 19 perusahaan telemedicine di Indonesia.

Tidak mengejutkan, ketika Halodoc, aplikasi kesehatan yang diluncurkan tahun 2016, telah memiliki lebih dari 20 juta pengguna aktif bulanan di Indonesia. Halodoc juga telah mengungkapkan rencana untuk memperluas bisnis mereka ke "negara-negara strategis" seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia.

Sebuah studi yang disoroti oleh Omnia-Health.com juga memperkirakan pasar telemedicine global akan mencapai US$152,1 miliar pada akhir tahun 2025, mencerminkan pertumbuhan substansial dari US$82,7 miliar pada tahun 2020.

Kebijakan Telemedicine di Indonesia

Nampak jelas bahwa telemedicine telah menjadi terobosan penting dalam penyediaan layanan kesehatan di Indonesia. 

Dengan potensinya untuk memperluas akses, mengurangi biaya, dan meningkatkan efisiensi, telemedicine siap memainkan peran penting dalam ekosistem layanan kesehatan di negara ini. 

Namun, sesiap apakah hukum dan kebijakan di Indonesia dalam menopang layanan kesehatan jarak jauh ini?

Dilansir dari Nikkei Asia, Abhay Bangi, pemimpin ASEAN Life Sciences and Health Care, menekankan bahwa perusahaan telemedicine perlu berinvestasi dalam banyak infrastruktur dan teknologi. 

Hal ini diperlukan untuk mengelola dan melindungi data serta memastikan kepatuhan terhadap undang-undang perlindungan data. Teknologi ini juga perlu dibangun untuk melawan kejahatan siber dan pelanggaran lainnya.

Dalam berita yang dipublikasikan AntaraNews.com pada April 2023, Kementerian Kesehatan RI sendiri telah meluncurkan sistem Regulatory Sandbox untuk mengembangkan ekosistem inovasi kesehatan digital di Indonesia yang mencakup telemedicine.

Setiaji, staf ahli Kementerian Kesehatan dan Kepala Kantor Transformasi Digital, mengatakan regulatory sandbox ini merupakan mekanisme pengujian inovasi kesehatan digital yang dilakukan Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan berbagai pakar di bidang terkait.

Regulatory sandbox akan mengevaluasi keandalan proses bisnis, model bisnis, teknologi, manajemen regulator, dan penyedia layanan telemedicine. Dengan begitu, perusahaan dan pemerintah bisa bersama-sama mengeksplorasi model bisnis inovatif dan menganalisis resikonya terhadap masyarakat.

Setiaji juga menjelaskan dengan adanya regulatory sandbox, rumah sakit dapat memperkuat perlindungan konsumen dan keamanan pasien, termasuk keamanan data pribadi pengguna layanan.

Bila Indonesia bisa mengatasi hambatan infrastruktur dan menyempurnakan kerangka peraturan ini, pemanfaatan telemedicine kedepannya akan bisa dinikmati dengan aman dan lebih efisien.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun